MATERI X : TEORI PENGUJIAN HIPOTESIS 3

Untuk memperjelas materi : Pengujian Hipotesis 2, yang membahas peta uji beda maka berikut ini akan diberikan contoh penggunaan uji beda tersebut.
Contoh 1 : Uji beda satu rata-rata.
Data yang dikeluarkan oleh suatu lembaga menyatakan bahwa pendapatan rata-rata per hari pedagang kaki lima di kota “Pn” sebesar Rp. 7.250,-. Seorang peneliti menduga bahwa pendapatan rata-rata perhari pedagang kaki lima tersebut lebih dari Rp. 7.250,-. Untuk membuktikan dugaan peneliti tersebut maka diambil sampel sebanyak 20 pedagang kaki lima untuk diwawancarai. Dari hasil wawancara diketahui bahwa rata-rata pendapatan perhari pedagang kaki lima di kota “Pn” sebesar Rp. 8.100,- dengan standat deviasi sebesar Rp. 2.300,-. Jika dalam pengujian digunakan taraf signifikan sebesar 5%, ujilah kebenaran data yang dikeluarkan lembaga tersebut.

Contoh 2 : Uji beda dua rata-rata.
Seorang dosen yang mengajar Mata Kuliah Statistika kelas pararel (kelas A dan B) menyatakan bahwa rata-rata nilai ujian statistika kelas A dan kelas B adalah sama. Untuk menguji pernyataan tersebut maka diteliti sebanyak 50 mahasiswa kelas A dan 50 mahasiswa kelas B. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai ujian kelas A adalah 67 dengan varian 25,2. Sedangkan untuk kelas B rata-rata nilai ujian adalah 70 dengan varian 38,7. Dengan menggunakan taraf signifikan 5% ujilah pernyataan dosen tersebut.

Contoh 3 : Uji beda satu proporsi.
Pimpinan perusahaan komputer menyatakan bahwa 90% produk yang dihasilkan dalam kualitas standart. Untuk menguji pernyataan tersebut maka diambil sampel sebanyak 250 buah untuk diteliti kualitasnya dan ternyata terdapat sebanyak 16 buah yang dinyatakan mempunyai kualitas tidak standart. Ujilah pernyataan pimpinan tersebut dengan tingkat keyakinan 95%.



Read More......

MATERI IX : TEORI PENGUJIAN HIPOTESIS 2

Pengujian hipotesis dapat dilakukan untuk menguji perbedaan, yaitu uji beda rata-rata dan uji beda proporsi. Uji beda rata-rata dibagi menjadi empat bagian, yaitu uji beda satu rata-rata sampel kecil (sampel >= 30), uji beda dua rata-rata sampel kecil (sampel >= 30). Sedangkan uji beda proporsi dibagi menjadi dua bagian, yaitu uji beda satu proporsi dan uji beda dua proporsi.
Pembagian uji beda tersebut di atas, dapat dipetakan sebagai berikut :




Read More......

MATERI VIII : TEORI PENGUJIAN HIPOTESIS 1

Hipotesis dapat diartikan sebagai kesimpulan sementara terhadap masalah yang diajukan. Dalam kegiatan penelitian, yang dapat menjadi sumber masalah adalah adanya kesenjangan antara “yang seharusnya terjadi” dengan “yang sebenarnya terjadi”. Dengan demikian, yang menjadi masalah adalah “apa yang menjadi penyebab timbulnya kesenjangan antara yang sebenarnya terjadi dengan yang seharusnya terjadi”. Sedangkan jawaban terhadap masalah tersebut terdiri dua macam kesimpulan, yaitu : a) Kesimpulan secara Deduktif – Teoritik yang berupa Kesimpulan, dan b) Kesimpulan secara Induktif – Empirik yang berupa Analisis Data Lapangan.
Dalam dunia akademik, suatu masalah terlebih dahulu dijawab secara teoritik. Berdasarkan konsep teoritik tersebut maka dapat diajukan suatu hipotesis. Dengan hipotesis tersebut suatu masalah sudah dapat dijawab, tetapi jawaban masih bersifat teoritik dan bersifat sementara. Oleh sebab itu, diperlukan data lapangan untuk memastikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
Kebenaran hipotesis tergantung pada analisis data lapangan. Hipotesis yang diajukan dapat diterima kebenarannya jika analisis data lapangan sesuai dengan teori, sebaliknya jika analisis data lapangan bertolak belakang (berbeda) dengan teori, maka hipotesis yang diajukan dapat ditolak.
Hipotesis dapat bersifat Kuantitatif dan dapat bersifat Kualitatif. Secara statistik, hipotesis yang bersifat kualitatif tidak dapat diuji, sedangkan yang dapat diuji adalah hipotesis yang bersifat kuantitatif. Hipotesis yang demikian, disebut Hipotesis Statistik (Statistical Hypothesis) karena selain harus disajikan dalam bentuk angka, hipotesis statistik juga merupakan pernyataan tentang bentuk fungsi yang menggambarkan hubungan antar variabel yang diteliti.

Secara statistika terdapat dua macam hipotesis, yaitu Hipotesis Nol (Null Hypothesis) yang diberi symbol dengan Ho, dan Hipotesis Alternatif (Alternative Hypothesis) yang diberi symbol dengan Ha. Ho menyatakan tidak ada perbedaan antara statistik sampel dengan parameter populasi atau tidak ada hubungan antara dua variabel atau lebih. Ha menyatakan terdapat perbedaan antara statistik sampel dengan parameter populasi atau terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih.
Dalam merumuskan suatu hipotesis, agar hipotesis yang diajukan dapat diuji atau dianalisis maka yang perlu mendapatkan perhatian adalah bahwa hipotesis hendaknya : a) Menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih; b) Dinyatakan dalam kalimat pernyataan; c) Dirumuskan secara jelas dan padat (sistematik); dan d) Dapat diuji kebenarannya berdasarkan data lapangan.
Dalam pengujian hipotesis terdapat dua tipe kesalahan, yaitu Tipe Kesalahan I jika dalam pengambilan keputusan berdasarkan pada penolakan hipotesis yang benar (yang seharusnya diterima), sedangkan Tipe Kesalahan II jika kesimpulan berdasarkan pada penerimaan hipotesis yang salah (yang seharusnya ditolak).
Probabilitas untuk terjadinya kesalahan disebut dengan “Taraf Signifikan” atau disimbolkan dengan α, dimana nilai taraf signifikan tersebut dinyatakan dalam prosentase (misalnya α : 5%, 10% dan lain-lain). Lawan dari taraf signifikan adalah tingkat keyakinan, yaitu bernilai sebesar 1 - α. Misalnya jika taraf signifikan sebesar 5% maka tingkat keyakinan sebesar 95 %, jika α sebesar 10% maka tingkat keyakinan bahwa hipotesis yang diajukan benar adalah sebesar 90%.
Dalam pengujian hipotesis terdapat dua cara yang dapat dilakukan, yaitu pengujian hipotesis satu arah (One Tail Test) dan pengujian hipotesis dua arah (Two Tail Test). Untuk pengujian hipotesis satu arah dibagi menjadi dua, yaitu pengujian hipotesis satu arah negatif dan pengujian hipotesis satu arah positif (tergantung hipotesis alternatif yang diajukan). Pengujian hipotesis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :



Read More......

MATERI VII : TEORI PENAKSIRAN 2

Contoh 1 : Seorang peneliti ingin mengetahui lamanya masa pakai dari lampu merk “BL”. Untuk kebutuhan penelitian tersebut, maka dibutuhkan 9 buah lampu untuk diuji coba. Hasil percobaan menunjukkan rata-rata masa pakai selama 1.500 jam dengan standart deviasi selama 111 jam. Dengan menggunakan tingkat keyakinan sebesar 99,5%, tentukan rata-rata masa pakai dari lampu merk “BL” yang sebenarnya.
Contoh 2 : Suatu test penerimaan pegawai diikuti sebanyak 6.000 orang. Panitia penerimaan pegawai ingin mengetahui rata-rata nilai test para peserta. Untuk mengetahuinya maka diambil secara acak sebanyak 25 hasil pekerjaan dan dihitung nilainya. Dari hasil penghitungan diketahui rata-rata nilai sebesar 625 dengan standart deviasi sebesar 20. Jika menggunakan tingkat keyakinan sebesar 98%, berapa rata-rata nilai dari keseluruh peserta test.

Contoh 3 : Jumlah mahasiswa Fakultas Ekonomi sebanyak 1.250 orang. Untuk mengetahui prosentase mahasiswa yang kurang puas terhadap pelayanan administasi di Fakulats Ekonomi, maka diambil sebanyak 100 mahasiswa untuk diwawancarai. Hasil wawancara menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang menyatakan kurang puas sebanyak 8 orang. Dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, tentukan besarnya proporsi seluruh mahasiswa yang menyatakan kurang puas terhadap pelayanan administasi di Fakultas Ekonomi.



Read More......

MATERI VI : TEORI PENAKSIRAN 1

PENAKSIRAN TITIK

Pengertian panaksiran titik adalah bahwa suatu parameter akan ditaksir dengan menggunakan satu bilangan saja. Penaksiran ini seringkali terdapat kekeliruan, sehingga secara umum dikatakan bahwa penaksiran titik mempunyai ketepatan yang sangat kecil.
Contoh : hasil suatu pengamatan menyatakan bahwa rata-rata penghasilan pedagang di pasar adalah sebesar Rp. 7.500 per hari. Dengan berdasarkan kesimpulan tersebut maka dikatakan rata-rata pendapatan per hari pedagang di pasar adalah Rp. 7.500,-. Secara riil pendapatan pedagang dalam satu hari kadang-kadang mencapai di atas Rp. 7.500,- dan kadang-kadang di bawah Rp. 7.500,- (mayoritas sulit ditemui yang selalu tepat Rp. 7.500,-).
Mengacu pada kelemahan penaksiran titik tersebut di atas, maka suatu penaksiran akan lebih baik dengan menggunakan dua angka penaksiran yang mempunyai interval tertentu atau sering disebut dengan penaksiran interval.

PENAKSIRAN INTERVAL
Penaksiran dengan interval mempunyai batas-batas tertentu sehingga yang ditaksirkan akan diharapkan berada diantaranya. Batas-batas yang terdapat dalam penaksiran dengan interval tersebutmasih harus ditunjang adanya derajat kepastian atau derajat keyakinan yang dinyatakan dalamprosentase. Derajat kepastian disebut dengan “Confidence Coeficient” yaitu sebesar 1 - α (dimana α merupakan tingkat kesalahan perkiraan). Misalnya derajat keyakinan sebesar 90% maka nilai α sebesar 10%.


Penaksiran dengan menggunakan interval dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : penaksiran rata-rata untuk data yang bersifat kontinyu, dan penaksiran proporsi untuk data yang bersifat diskrit. Disamping itu, yang harus mendapatkan perhatian adalah apakah parameter yang rata-rata dan standart deviasinya diketahui, apakah populasinya terbatas atau tidak. Selain itu, sampel yang digunakan untuk perhitungan dapat dikategorikan “sampel kecil” dan “sampel besar”. Suatu sampel dikatakan kecil jika jumlahnya (n) tidak lebih dari 30, sedangkan sampel dikatakan besar jika jumlahnya (n) lebih dari atau sama dengan 30.
Perbedaan penggunaan sampel kecil dan sampel besar tersebut adalah untuk keperluan pemilihan tabel distribusi. Jika sampel kecil maka digunakan Tabel Distribusi Student atau Tabel “T” dengan derajat kebebasan (df) sebesar n – 1. Jika sampel yang digunakan adalah besar maka digunakan Tabel Distribusi Normal Standart (Tabel “Z”).
Penaksiran rata-rata dibagi menjadi dua macam, yaitu penaksiran rata-rata dengan populasi tidak terbatas dan penaksiran rata-rata dengan populasi terbatas. Kedua macam penaksiran rata-rata tersebut, masing-masing dibagi menjadi sampel kecil dan sampel besar. Penaksiran proporsi digunakan apabila data yang tersedia bersifat diskrit. Dalam penaksiran proporsi yang perlu mendapat perhatian adalah harus membedakan antara penaksiran proporsi dengan populasi tidak terbatas dan penaksiran proporsi dengan populasi terbatas.



Read More......

MATERI V : DISTRIBUSI KEMUNGKINAN 2

DISTRIBUSI MULTINOMIAL
Dengan menggunakan distribusi binomial hanya dapat untuk mencari nilai probabilitas dengan dua kategori, misalnya baik dan rusak, lulus dan gagal, untung dan rugi dan lain-lain. Tetapi untuk mencari nilai probabilitas dengan beberapa kategori, misalnya peristiwa tinggi, sedang dan rendah, peristiwa merah, kuning, biru dan hitam dan lain-lain, tidak dapat dilakukan dengan distribusi binomial. Untuk menjawab masalah tersebut maka dapat digunakan Distribusi Multinomial, yaitu digunakan untuk mencari nilai probabilitas dengan lebih dari dua kategori dan bersifat independen. Berdasarkan hal tersebut, maka distribusi multinomial dapat dirumuskan sebagai berikut:


DISTRIBUSI POISSON
Jika distribusi binomial dihadapkan pada jumlah percobaan (N) yang banyak dengan tingkat probabilitas (P) suatu peristiwa yang kecil, maka akan terdapat kesulitan untuk memecahkan masalah probabilitasnya. Oleh sebab itu, maka digunakan Distribusi Poisson, yaitu pendekatan distribusi binomial dengan N lebih besar dari 50 dan P lebih kecil dari 0,1. Adapun rumus distribusi poisson adalah sebagai berikut :


DISTRIBUSI NORMAL
Distribusi normal digunakan untuk mencari probabilitas dari peristiwa-peristiwa yang bersifat independen dengan data bersifat kontinyu. Kurva dari distribusi normal disebut dengan Kurva Normal. Sifat dari kurva normal adalah : a) Garis atau kurva f(x) simetris terhadap x = µ (dimana µ adalah rata-rata distribusi); b) Mempunyai satu modus, yaitu nilai terbesar untuk f(x) yang dicapai pada x = µ; c) Jarak titik belok kurva (titik A) dengan sumbu simetris (x = µ) sama dengan s (dimana s adalah standart deviasi distribusi); d) Kurva mendekati sumbu datar x mulai pada x = µ + 3s ke kanan dan x = µ - 3s ke kiri; dan e) Luas kurva normal, yaitu luas daerah di bawah kurva f(x) dan di atas sumbu x adalah sama dengan 1 (satu).


Read More......

MATERI IV : DISTRIBUSI KEMUNGKINAN 1

Dalam berbagai peristiwa probabilitas yang bersifat independen dan dependen akan mengalamai kesulitan dalam penghitungan jika frekuensi percobaannya cukup banyak (bekali-kali). Apalagi untuk peristiwa yang bersifat independen dengan frekuensi percobaan yang tidak terhingga (tidak terbatas). Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka digunakan Distribusi Kemungkinan untuk penyelesaian secara sederhana. Untuk membahas distribusi kemungkinan, terlebih dahulu harus dapat membedakan antara Variabel Diskrit dengan Variabel Kontinyu. Variabel Diskrit merupakan variabel yang mempunyai angka-angka bulat. Misalnya jumlah mahasiswa sebanyak 60 orang, dia pergi ke Jakarta sebanyak 4 kali dan lain-lain. Dalam variabel diskrit berlaku ketentuan X > 5 tidak sama X >= 5. Sedangkan yang dimaksud dengan Variabel Kontinyu adalah suatu variabel yang mempunyai nilai berkesinambungan (antara variabel satu dengan variabel selanjutnya tidak mempunyai jarak). Misalnya panjang jalan itu 25,73 km, perusahaan itu sudah berusia 5 tahun, 8 bulan, 25 hari. Dalam variabel kontinyu berlaku ketentuan X > 5 sama dengan X >= 5. Dengan demikian variabel kontinyu dapat dikatakan mempunyai nilai yang kecilnya tidak terhingga dan besarnya juga tidak terhingga.Dalam bab ini pembahasan distribusi kemungkinan lebih difokuskan pada :

Variabel Diskrit :
Peristiwa Dependen : Distribusi Hipergeometris.
Peristiwa Independen : Distribusi Binomial, Distribusi Multinomial dan Distribusi Poisson.
Variabel Kontinyu :
Peristiwa Independen : Distribusi Normal

DISTRIBUSI HIPERGEOMETRIS
Distribusi Hipergeometris digunakan untuk menghitung probabilitas dari peristiwa yang bersifat dependen (bersyarat) dan variabelnya bersifat diskrit. Rumus yang digunakan : P(x1, x2, ..., xi) = (n1Cx1.n2Cx2 ... niCxi)/(nCx); dimana x1, x2, ... xi : banyaknya peristiwa yang diharapkan terjadi dari setiap peristiwa; n1, n2, ...ni : banyaknya seluruh frekuensi yang dapat terjadi dari setiap peristiwa; n = n1 + n2 + ... + ni; dan x = x1 + x2 + ... + xi.
Contoh :
Sebuah kotak berisi 10 bola, yang terdiri 4 bola warna merah dan 6 bola warna hitam. Jika diambil sebanyak 3 bola secara berturut-turut (tanpa dikembalikan) berapa probabilitas terambil bola 2 warna merah dan 1 warna hitam.
Jawab :
X1 = kejadian bola warna merah
X2 = kejadian bola warna hitam
P(2 ; 1) = ((4C2).(6C1))/(10C3) = 36/120 = 0,3

DISTRIBUSI BINOMIAL
Distribusi Binomial digunakan untuk menghitung peristiwa-peristiwa yang bersifat independen dengan variabel yang bersifat diskrit. Rumus yang digunakan adalah :



Read More......

MATERI III : TEORI PROBABILITAS 2

Peristiwa Non-Mutually Exclusive.

Beberapa peristiwa dikatakan bersifat Non-Mutually Exclusive, yaitu apabila peristiwa-peristiwa tersebut terjadi secara bersamaan. Jika X dan Y merupakan peristiwa Non-Mutually Exclusive. Dengan deminkian terjadinya peristiwa X atau Y maka dapat dirumuskan sebagai berikut : P(X U Y) = P(X) + P(Y) - P(X ∩ Y).
Contoh :
Dari tumpukan kartu Bridge akan diambil satu kali. Berapa probabilitas terambil kartu King atau Demond.
Jawab :
A = kejadian akan terambilnya kartu King
B = kejadian akan terambilnya kartu Demond
P(A U B) = P(A) + P(B) - P(A ∩ B) = 4/52 + 13/52 - 1/52 = 16/52.

Suatu perkumpulan mahasiswa terdiri dari 30 pria dan 20 wanita. Dari sejumlah mahasiswa tersebut yang berasal dari Fakultas Ekonomi sebanyak 10 pria dan 15 wanita, sedang sisanya dari fakultas yang lain. Apabila dipilih seorang mahasiswa secara acak, berapa probabilitas terpilih seorang mahasiswa pria atau mahasiswa dari fakultas ekonomi.
Jawab :
A = kejadian akan terpilih mahasiswa pria
B = kejadian akan terpilih mahasiswa dari Fak. Ekonomi
P(A U B) = P(A) + P(B) - P(A ∩ B) = 30/50 + 25/50 - 10/50 = 0,9.

Peristiwa Independent (Bebas)
Dua peristiwa dikatakan independen (bebas) jika terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa satu tidak mempengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh peristiwa yang lain. Jika X dan Y merupakan dua peristiwa yang independen, maka probabilitas untuk terjadinya kedua peristiwa tersebut adalah : P(X ∩ Y) = P(X) x P(Y).
Contoh :
Dari 100 barang yang diperiksa terdapat 20 barang yang rusak. Berapa probabilitas untuk mendapatkan barang yang bagus (baik) jika dilakukan tiga kali pengambilan barang tersebut (barang yang telah diambil dikembalikan lagi).
Jawab :
P (barang baik) = 80/100 = 0,80
P (barang rusak) = 20/100 = 0,20
X = pengambilan pertama barang baik
Y = pengambilan kedua barang baik
Z = pengambilan ketiga barang baik
P(X ∩ Y ∩ Z) = P(X) x P(Y) x P(Z) = 0,8 x 0,8 x 0,8 = 0,512.

Peristiwa Dependent (Bersyarat)
Dua peristiwa dikatakan dependen (bersyarat) adalah jika terjadinya peristiwa yang satu akan mempengaruhi atau merupakan syarat terjadinya peristiwa yang lain. Jika peristiwa X dan Y merupakan peristiwa dependen (probabilitas bahwa Y akan terjadi jika diketahui bahwa X telah terjadi) maka dapat dirumuskan : P(X ∩ Y) = P(X) x P(Y/X).
Contoh :
Seorang peneliti ingin mengetahui Mata Kuliah yang disukai mahasiswa. Untuk penelitian tersebut dibutuhkan 100 mahasiswa dan setelah diberikan pertanyaan diketahui bahwa :
40 mahasiswa menyatakan menyukai Mata Kuliah Matematika
30 mahasiswa menyatakan menyukai Mata Kuliah Statistika
30 mahasiswa menyatakan tidak menyukai kedua Mata Kuliah di atas
Jika dipilih 2 orang mahasiswa secara acak (setelah dipilih tidak dikembalikan lagi), berapa kemungkinan terpilih seorang mahasiswa yang menyukai Mata Kuliah Matematika dan seorang mahasiswa yang menyukai Mata Kuliah Statistika.
Jawab :
A : terpilih seorang mahasiswa yang menyukai MK Matematika
B : terpilih seorang mahasiswa yang menyukai MK Statistika
Catatan : Dalam pemilihan secara berturut-turut terdapat dua kemungkinan pemilihan, yaitu terpilih yang menyukai Matematika - Statistika atau Statistika – Matematika, dengan demikian probabilitasnya adalah :
P(A ∩ B) = (40/100) x (30/99) = 0,1212
P(B ∩ A) = (30/100) x (40/99) = 0,1212
Jadi probabilitas terpilih seorang mahasiswa yang menyukai mata kuliah Matematika dan seorang mahasiswa yang menyukai mata kuliah Statistika adalah 0,2424.

Read More......

MATERI II : TEORI PROBABILITAS 1

Dalam kehidupan sehari-hari sulit untuk mengetahui dengan “pasti” apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sebuah contoh sederhana adalah jika sebuah koin dilempar, maka akan sulit untuk memastikan bahwa muka gambar atau muka angka yang berada di atas. Jika terkait dengan suatu perusahaan, maka akan sulit untuk memprediksikan apakah tahun depan akan mengalami keuntungan atau kerugian. Jika terkait dengan suatu ujian, juga akan sulit untuk memastikan apakah lulus atau gagal dan lain sebagainya. Semua peristiwa tersebut berada dalam “ketidakpastian” atau Uncertainty. Dengan demikian, probabilitas atau peluang merupakan “derajat kepastian” untuk terjadinya suatu peristiwa yang diukur dengan angka pecahan antara nol sampai dengan satu, dimana peristiwa tersebut terjadi secara acak atau random. Dengan konsep probabilitas tersebut, maka akan dapat diusahakan untuk menarik kesimpulan tentang karakteristik dari populasi dengan menggunakan data sampel. Proses penarikan kesimpulan populasi atas dasar data sampel sering disebut dengan “induktif”.

Dengan menggunakan konsep probalilitas, maka dapat diusahakan untuk menjawab peristiwa-peristiwa yang belum dapat dipastikan. Misalnya terkait dengan teori permintaan, jika harga suatu barang dinaikkan sebesar Rp. 500,- maka permintaan terhadap barang tersebut dapat turun sebesar 20 unit, atau 25 unit, atau 30 unit dan lainnya. Jika sebuah dadu dilempar satu kali, maka muka yang tampak dapat mata 1, mata 2, mata 3, mata 4, mata 5 atau mata 6. Untuk menjawab peristiwa tersebut hanya dapat dilakukan dengan derajat kepastian, yaitu mulai sebesar nol sampai dengan satu (0 <= probabilitas <= 1).

ATURAN PROBABILITAS
Suatu peristiwa E dapat terjadi sebanyak “h” kali diantara sejumlah “n” peristiwa yang mungkin, dengan ketentuan h <= n. Dengan demikian nilai probabilitas dari peristiwa paling kecil adalah 0 (nol) dan paling besar adalah 1 (satu) atau diformulasikan menjadi: 0 <= P (E) <= 1 ; dimana P (E) merupakan probabilitas suatu peristiwa.
Jika P(E) = 0, maka peristiwa E “pasti tidak terjadi”.
Jika P(E) = 1, maka peristiwa E “pasti terjadi”.
Jika P(E) mendekati 0 (nol) maka peristiwa E kemungkinan terjadinya “kecil”.
Jika P(E) mendekati 1 (satu) maka peristiwa E kemungkinan terjadinya “besar”.
Apabila kemingkinan terjadinya peristiwa E diberi notasi P(E), maka kemungkinan terjadinya “bukan E” diberi notasi P(nE), sehingga P(nE) = 1 – P(E). Peritiwa E dan nE merupakan peristiwa yang “komplementer” satu sama lain.
Contoh :
Jika sebuah dadu dilempar satu kali maka peristiwa untuk tampak mata 5 adalah sebesar P(E) = 1/6 = 0,167. Sedangkan untuk tampak selain mata 5 adalah sebesar 5/6 = 0,833 atau 1 – 0,167 = 0,833.

PROBABILITAS LEBIH DARI SATU PERISTIWA
Suatu suatu percobaan “tunggal” dimungkinkan akan terjadi beberapa peristiwa, maka peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain dipisahkan dengan tanda “atau” (U). Misalnya dalam percobaan satu kali pelemparan sebuah dadu, maka probabilitas keluar mata 4 atau mata 5 adalah ditulis P (4 U 5). Peristiwa yang terjadi dalam percobaan tunggal tersebut dapat bersifat Mutually Exclusive atau bersifat Non-Mutually Exclusive.
Dalam percobaan yang banyak, maka peristiwa yang muncul akan banyak. Karena percobaan banyak dan peristiwanya juga banyak, maka antara peristiwa yang satu dengan yang lain diberi tanda “dan” (∩). Peristiwa yang banyak dalam percobaan yang banyak dapat bersifat Independent atau bersifat Dependent.

Peristiwa Mutually Exclusive
Peristiwa Mutually Exclusive terjadi jika peristiwa yang satu tidak menyebabkan terjadinya peristiwa yang lainnya atau peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain tidak dapat terjadi secara bersama-sama. Jika X dan Y merupakan dua peristiwa Mutually Exclusive, maka kemungkinan terjadinya peristiwa X dan Y adalah : P (X U Y) = P (X) + P (Y).
Contoh :
Sebuah dadu dilempar satu kali, maka probabilitas tampak mata 4 atau mata 5 adalah : P (4 U 5) = 1/6 + 1/6 = 2/6.

Dalam sebuah karung terdapat 4 bola merah, 10 bola biru dan 6 bola kuning. Jika dalam satu kali pengambilan secara acak, berapa probabilitas terambil bola merah atau bola biru.
Jawab :
Misalnya : X = terambil bola merah dan Y = terambil bola biru.
P (X) = 4/20 = 0,20
P (Y) = 10/20 = 0,50
P (X U Y) = 0,20 + 0,50 = 0,70
Nilai tersebut berarti jika diambil secara berulang-ulang (misalnya 100 kali), maka probabilitas untuk terambil bola merah atau bola biru adalah paling tidak sebanyak 70 kali.

Terdapat 100 lembar undian, yang terdiri 1 lembar hadiah pertama, 4 lembar hadiah kedua dan 10 lembar hadiah ketiga. Apabila diambil satu lembar undian tersebut berapa probabilitas memenangkan hadiah pertama atau ketiga.
Jawab :
X : memdapatkan hadiah pertama
Y : mendapatkan hadiah ketiga, maka
P (X) = 1/100 = 0,001
P (Y) = 10/100 = 0,10
P (X U Y) = 0,001 + 0,10 = 0,101 untuk memenangkan hadiah pertama atau ketiga.

Read More......

MATERI I : PERMUTASI DAN KOMBINASI

Permutasi dan kombinasi merupakan suatu alat analisis yang mempunyai peranan yang sangat penting, khususnya dalam menentukan banyaknya alternatif yang dapat dimungkinkan dalam pengambilan keputusan. Pertanyaan tentang berapa macam cara suatu peristiwa, dapat terjadi seringkali dihadapi dalam penghitungan bermacam kemungkinan untuk menentukan alternatif pemilihan.
Dalam membahas Permutasi dan Kombinasi, yang perlu dipahami adalah pengertian Faktorial (disimbolkan dengan tanda seru atau !). Nilai suatu bilangan yang difaktorialkan diformulasikan : n! = 1 x 2 x 3 x 4 x … x n. (khusus untuk 0! = 1). Sebagai contoh : 5! = 1 x 2 x 3 x 4 x 5 = 120.

PERMUTASI
Permutasi merupakan penyusunan obyek-obyek yang ada ke dalam suatu urutan tertentu. Hal yang perlu diperhatikan dalam permutasi adalah bahwa obyek-obyek yang ada harus dapat “dibedakan” antara yang satu dengan yang lain. Permutasi dapat dirumuskan : nPx = (n!)/(n-x)! ; dimana n = banyaknya seluruh obyek, dan x = banyaknya obyek yang dipermutasikan.
Nilai n dan x masing-masing harus lebih besar dari nol. Jika nilai x < n disebut dengan Permutasi Sebagian Obyek. Jika nilai x = n, maka disebut Permutasi Seluruh Obyek, sehingga rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi : nPx = n! .
Contoh :
Terdapat tiga orang (X, Y dan Z) yang akan duduk bersama di sebuah bangku. Ada berapa urutan yang dapat terjadi ?
Jawab : nPx = n! ; 3P3 = 3! = 1 x 2 x 3 = 6 cara (XYZ, XZY, YXZ, YZX, ZXY, ZYX) .
Suatu kelompok belajar yang beranggotakan empat orang (A, B, C dan D) akan memilih ketua dan wakil ketua kelompok. Ada berapa alternatif susunan ketua dan wakil ketua dapat dipilih ?
Jawab : nPx = (n!)/(n-x)! ; 4P2 = (4!)/(4-2)! = 12 cara (AB, AC, AD, BA, BC, BD, CA, CB, CD, DA, DB, DC) .

KOMBINASI
Perbedaan antara Permutasi dan Kombinasi terletak pada masalah “urutan atau kedudukan” penyusunan dari sekelompok obyek. Dalam permutasi masalah urutan atau kedudukan menjadi sangat penting, sedangkan dalam kombinasi tidak mementingkan urutan atau kedudukan dari sekelompok obyek tersebut.
Pada permutasi urutan obyek XYZ; XZY; ZYX adalah berbeda, tetapi untuk kombinasi urutan tersebut dianggap sama. Dengan demikian kombinasi merupakan cara pemilihan obyek yang bersangkutan dengan tidak memperhatikan urutan dari obyek tersebut. Untuk menghitung banyaknya hasil kombinasi dari obyek dapat diformulasikan : nCx = (n!)/(x!(n-x)!) ; dimana n : banyaknya seluruh obyek yang ada, dan x : banyaknya obyek yang dikombinasikan.
Nilai x < n dan jika x = n formulasi tersebut menjadi nCn = 1.
Contoh :
Suatu warna tertentu dibentuk dari campuran 3 warna yang berbeda. Jika terdapat 4 warna, yaitu Merah, Kuning, Biru dan Hijau, maka berapa kombinasi tiga jenis warna yang dihasilkan.
Jawab : nCx = (n!)/(x!(n-x)!) ; 4C3 = (4!)/(3!(4-3)!) = 24/6 = 4 macam kombinasi (MKB, MKH, KBH, MBH).
Dalam suatu pertemuan terdapat 10 orang yang belum saling kenal. Agar mereka saling kenal maka mereka saling berjabat tangan. Berapa banyaknya jabat tangan yang terjadi.
Jawab : 10C2 = (10!)/(2!(10-2)!) = 45 jabat tangan

KOMBINASI KOMBINASI
Kombinasi dari kombinasi merupakan perkalian perkalian antara banyaknya kombinasi suatu kumpulan obyek dengan banyaknya kombinasi dari obyek lainnya. Formulasi untuk mencari kombinasi dari kombinasi adalah sebagai berikut : nCx . mCy = (n!)/(x!(n-x)!) . (m!)/(y!(m-y)!).
Contoh :
Suatu kelompok yang terdiri dari 3 orang pria dan 2 orang wanita akan memilih 3 orang pengurus. Berapa cara yang dapat dibentuk dari pemilihan jika pengurus terdiri dari 2 orang pria dan 1 orang wanita.
Jawab : 3C2 . 2C1 = (3!)/(2!(3-2)!) . (2!)/(1!(2-1)!) = 6 cara, yaitu : L1 L2 W1 ; L1 L3 W1 ; L2 L3 W1 ; L1 L2 W2 ; L1 L3 W2 ; L2 L3 W2

Read More......

STATISTIKA INDUKTIF : PENGANTAR

PENGERTIAN STATISTIKA
Pengertian statistik dan statistika seringkali dicampuradukkan, walaupun sebenarnya kedua istilah tersebut berbeda. Statistika dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang digunakan untuk mengumpulkan, mengorganisasikan, meringkas, menyajikan dan menganalisis data. Tujuannya adalah untuk dapat diperoleh gambaran yang terperinci mengenai karakteristik data itu sendiri sehingga berguna bagi penarikan kesimpulan. Sedangkan statistik hanya merupakan hasil dari pada proses statistika. Statistik dipakai untuk menyatakan kumpulan data, bilangan maupun non bilangan yang disusun dalam tabel atau diagram, yang menggambarkan suatu persoalan.

Berdasarkan pengertian di atas, maka statistika dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu Statistika Deskriptif dan Statistika Induktif. Statistika deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu hasil pengamatan (data) sehingga memberikan informasi yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap data dan informasi tersebut. Yang harus mendapatkan perhatian dalam statistika deskriptif adalah hanya menyajikan atau memberikan informasi dari data yang dimiliki (data dari sampel) dan bukan memberikan kesimpulan apapun tentang data populasi. Penyampaian informasi yang dimaksud dapat berupa diagram, grafik, gambar dan tabel. Sedangkan statistika induktif adalah mencangkup metode yang berkaitan dengan analisis sebagian data (data dari sampel) yang kemudian digunakan untuk melakukan peramalan atau penaksiran kesimpulan (generalisasi) mengenai data secara keseluruhan (populasi). Generalisasi tersebut mempunyai sifat “tidak pasti” karena hanya berdasarkan pada data dari sampel. Oleh sebab itu, dalam statistika induktif harus didasari dengan teori peluang.

DATA STATISTIK
Data statistik merupakan suatu keterangan atau ilustrasi mengenai suatu hal yang dapat berbentuk kategori (data kualitatif), misalnya baik, buruk, rusak, puas, berhasil dan lain-lainnya, dan dapat berbentuk suatu bilangan (data kuantitatif).
Berdasarkan nilainya, data kuantitatif dapat dibagi menjadi dua, yaitu data diskrit merupakan data hasil menghitung atau membilang (misalnya jumlah mobil 100 buah, jumlah anak 2 orang), dan data kontinyu merupakan data hasil pengukuran (misalnya tinggi badang 165 cm, jarak antar kota 25 km, luas tanah 450 m2). Sedangkan menurut sumbernya dikenal dengan data intern dan data ekstern. Data ekstern dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data yang dikumpulkan dan belum mengalami pengolahan data disebut data mentah.

POPULASI DAN SAMPEL
Secara umum, jika terdapat kesimpulan mengenai sesuatu hal maka diharapkan akan berlaku pada hal tersebut secara keseluruhan dan bukan hanya untuk sebagian saja. Misalnya jika disampaikan bahwa rata-rata pendapatan mingguan keluarga di kota “Y” sebesar Rp. 150.000,- maka pernyataan (kesimpulan) tersebut diharapkan berlaku secara keseluruhan di kota “Y” dan bukan hanya berlaku di bagian wilayah kota “Y” (misalnya kecamatan tertentu saja) atau sering disebut sebagai “generalisasi”. Berkaitan dengan pernyataan tersebut, data mentah dapat diperoleh dengan dua metode, yaitu :
  • Semua rumah tangga di kota “Y” dijadikan obyek penelitian atau didata semua (menggunakan data populasi).
  • Hanya mengumpulkan data pendapatan rumah tangga per minggu di beberapa kecamatan saja (menggunakan data sampel).
Jika metode yang digunakan dengan cara pertama (data populasi), penelitian yang dilakukan adalah dengan “sensus”, sedangkan cara kedua dengan “sampel”. Yang perlu mendapatkan perhatian dalam menggunakan sampel penelitian adalah cara penentuan dan pengambilan sampel harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dapat mewakili atau menggambarkan data secara keseluruhan (data populasi).


Read More......

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Mei 2009)

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Mei 2009)

Penerbit: P2FE_UMP, Ponorogo (Oktober 2010)

Penerbit: P2FE_UMP, Ponorogo (Oktober 2010)

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Maret 2009)

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Maret 2009)

Penerbit : Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press, Maret 2013

Penerbit : Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press, Maret 2013

Penerbit Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press (Juli 2013

Penerbit Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press (Juli 2013

Penerbit UNMUH Ponorogo Press Bulan Juli 2015

Penerbit UNMUH Ponorogo Press Bulan Juli 2015

  ©REYOG CITY. Template by Dicas Blogger.

TOPO