PWM JAWA TIMUR: DIALOG EKONOMI DAN BISNIS



Dialog Ekonomi dan Bisnis yang diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Provinsi Jawa Timur pada tanggal 30 Mei 2011 dengan Tema "Mendorong Sinergi Menuju Kemandirian Ekonomi Bangsa" disampaikan oleh Ir. Hatta Radjasa (Menko Perekonomian Republik Indonesia). Acara dialog tersebut dihadiri oleh perwakilan Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan perwakilah Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan yang ada di wilayah Jawa Timur.
Beberapa pokok bahasan yang disampaikan oleh Ir. Hatta Radjasa antara lain: a) Sangat dibutuhkannya upaya menumbuhkembangkan wirausaha-wirausaha baru untuk mendukung proses pembangunan bangsa; b) Muhammadiyah mempunyai potensi untuk menumbuhkembangkan wirausaha baru di Indonesia; c) Perlunya meningkatkan industri pengolahan yang mempunyai value added yang besar dan dikembangkannya pusat-pusat pertumbuhan di masing-masing daerah; dan d)Kualitas sumber daya manusia dan penguasaan Ipteks harus selalu ditingkatkan agar kita mampu memegang kendali dan tidak lagi tergantung pada sumber daya manusia dari luar negeri.

SEMOGA ACARA DIALOG INI MAMPU MENDORONG UPAYA PENGEMBANGAN WIRAUSAHA-WIRAUSAHA BARU DAN MAMPU BERKIPRAH SECARA AKTIF DI DUNIA PEREKONOMIAN TANAH AIR DAN DUNIA, AMIN...








Read More......

FAKULTAS EKONOMI UNMUH PONOROGO: SEMINAR "MENATAP MASA DEPAN BATIK DI PONOROGO"



Batik yang merupakan warisan leluhur Bangsa Indonesia sudah banyak diakui oleh masyarakat dunia. Namun demikian, prospek pengembangan Batik dimasa depan sangat tergantung pada kepiwaian para pengusaha dan pedagang batik itu sendiri dalam meningkatan kualitas produksi secara terus menerus dan membuka pangsa pasar baru yang lebih kreatif.
Kegiatan Seminar "Menggagas Masa Depan Batik di Ponorogo" yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Muhamamdiyah (25 Mei 2011) ini merupakan kegiatan tindak lanjut dari kegiatan "Pelatihan Batik" (diselenggarakan oleh Dinas Indakop dan UMKM Ponorogo) yang diikuti oleh Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan kegiatan "Lomba Desain Batik" (diselenggarakan oleh Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unmuh Ponorogo). Kegiatan seminar ini bibuka oleh Ibu Wakil Bupati Kabupaten Ponorogo dan sebagai nara sumber adalah Bapak Kundjono Pudi Widodo, S.Pd (Pemerhati Batik) dan Bapak Asis Riat Winanto, SE, ME (Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Unmuh Ponorogo). Peserta seminar berasal dari berbagai kalangan, antara lain Ibu-Ibu Pengusaha Batik, pihak Dinas Indakop dan UMKM Ponorogo, pihak Bapeda Ponorogo, Ibu-Ibu penggerak PKK kecamatan di wilayah Ponorogo, dan para Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unmuh Ponorogo.
Selamat dan Sukses Seminar "Menggagas Masa Depan Batik di Ponorogo", Semoga membawa manfaat untuk lebih melestarikan budaya leluhur dan menumbuhkembangkan kecintaan pada batik, Amin..






Read More......

FAKULTAS EKONOMI UNMUH PONOROGO: "KLINIS PERMASALAHAN PEMBUKUAN KOPERASI WANITA"




Acara Pelatihan Pembukuan Koperasi Wanita ditindaklanjuti dengan Klinis Masalah Pembukuan Koperasi Wanita. Para peserta antusian dalam mengikuti klinis masalah pembukuan tersebut. Tim Fakultas Ekonomi dalam klinis tersebut adalah: Hj. Khusnatul Zulfa, W, SE, MM, Ak., Dwiati Marsiwi, SE, Ak., Arif Hartono, SE, MSA, dan Taufiq Harjono, SE.
Semoga dengan klinis ini membantu memecahkan masalah pembukuan koperasi wanita, Amin..

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO:
"MAJU DAN TERUS BERPRESTASI"







Read More......

FAKULTAS EKONOMI UNMUH PONOROGO: "PELATIHAN PEMBUKUAN KOPERASI WANITA"



Sebagai tindaklanjut hasil kegiatan "Penilaian Kinerja Koperasi Wanita" yang merupakan kerja sama antara Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur dengan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo dan sekaligus dalam rangka Milad Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo menyelenggarakan "Pelatihan Pembukuan Koperasi Wanita" yang diikuti oleh sebanyak 96 koperasi wanita yang ada di wilayah Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini diharapkan akan mampu mendorong setiap koperasi wanita yang ada untuk lebih meningkatkan kualitas manajemen administrasi (pembukuan) agar dapat dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.
Acara "Pelatihan Pembukuan Koperasi Wanita" ini diisi oleh Bapak Sutrisno (Dinas Indakop dan UMKM) Kabupaten Ponorogo dan Hj. Khusnatul Zulfa W, SE, MM, Ak. dengan dibantu oleh tim Program Pengabdian pada Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo.Semoga pelatihan ini bermanfaat dan mampu ikut mendorong pemberdayaan koperasi wanita di Kabupaten Ponorogo. Amin.....
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO :
"MAJU DAN TERUS BERPRESTASI"






Read More......

Bersama Prof. DR. Amin Rais, MA dalam acara Pengajian Ahad Pagi dan Sarasehan Milad Seperempat Abad Universitas Muhammadiyah Ponorogo


Pengajian Ahad Pagi Masjid Al Manar Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Disampaikan oleh Prof. DR. Amin Rais, MA : Beberapa tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dunia antara lain pertumbuhan penduduk yang cepat, krisis pangan, krisis energi, krisis moral, dan krisis aqidah.


Sarasehan Seperempat Abad Universitas Muhammadiyah Ponorogo : "Menjalin Tali Silaturohmi dalam Rangka Memperkokoh Gerakan" disampaikan oleh Prof. DR. Amin Rais, MA.

Dalam rangkaian kegiatan saresehan tersebut, Prof. DR. Noorrachman, SU (Majelis Dikti PP Muhammadiyah) menyampaikan bahwa disamping perlu adanya tuntutan keunggulan akademik yang dimiliki oleh masing masing Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), juga sangat dibutuhkannya jaringan antar PTM yang kuat, serta harus berani menunjukkan jati diri sebagai kader Muhammadiyah. Beliau juga menambahkan jika terjadi jaringan antar PTM sangat dimungkinkan mahasiswa suatu PTM dapat menempuh mata kuliah di PTM lain dan SKS yang ditempuh dapat ditranfer ke PTM asal.
Semoga dengan semangat Milad Seperempat Abad ini Universitas Muhammadiyah Ponorogo mampu mewujudkan "Membangun Masyarakat Cendikian Islami" Amin....

Read More......

ANALISIS PERBEDAAN JENIS KELAMIN TERHADAP PENGALAMAN ORGANISASI, EVALUASI KINERJA, DAN HASIL KARIR

Oleh : Choirul Hamidah (Prodi Ekonomi Pembangunan FE-UMP)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan jenis kelamin terhadap pengalaman organisasi, evaluasi kinerja, dan hasil karir dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Metode penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode analisis data menggunakan Analisys of Variance. Hasil penelitian membuktikan bahwa variabel pengalaman organisasi dan variabel evaluasi kinerja terdapat perbedaan yang signifikan antara dosen wanita dan dosen pria. Sedangkan variabel hasil karir tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara dosen wanita dengan dosen pria.
Kata Kunci: Jenis Kelamin, Pengalaman Organisasi, Evaluasi Kinerja, Hasil Karir

PENDAHULUAN
Meningkatnya jumlah wanita yang memasuki dunia kerja dalam beberapa tahun terakhir mempengaruhi manajemen dalam pengelolaan keragaman tenaga kerja. Pada sebagian besar organisasi ternyata perbedaan jenis kelamin masih mempengaruhi kesempatan (opportunity) dan kekuasaan (power) dalam suatu organisasi. Sebenarnya di semua negara di dunia, proporsi wanita yang memegang pekerjaan-pekerjaan manajemen lebih sedikit dibandingkan proporsi pria. Istilah glass ceiling (atap kaca) digunakan untuk menguraikan situasi dimana wanita gagal untuk maju ke posisi manajemen puncak. Wanita menempuh langkah yang pelan tetapi mantap ke dalam manajemen dan kelompok eksekutif (Malthis, et.al.; 2006). Satu pendekatan untuk mendobrak glass ceiling tersebut adalah pembimbingan. Sebagian besar literatur mengenai wanita yang sukses, menyarankan bahwa mendobrak glass ceiling membutuhkan adanya pengembangan pengalaman politik, pembangunan kredibilitas, perbaikan gaya manajemen, dan pemikulan tanggung jawab. Studi-studi penelitian menemukan bahwa wanita biasanya memiliki nilai yang tinggi dalam ketrampilan yang dibutuhkan untuk berhasil, dimana kerja sama tim dan bekerja berpasangan adalah penting (Malthis, at.al.; 2006).
Kesetaraaan kesempatan dalam pekerjaan (Equal employment opportunity) adalah sebuah konsep luas yang menganggap bahwa individu harus mendapatkan perlakuan yang setara dalam semua tindakan yang berhubungan dengan pekerjaan. Individu yang dilindungi dibawah hukum kesetaraan dalam pekerjaan dilindungi dari diskriminasi ilegal (Malthis, at.al.;2006). Selanjutnya menurut Robbins (2006), hal yang terbaik untuk memulai adalah dengan pengakuan bahwa hanya sedikit perbedaan penting (jika ada) antara pria dan wanita yang akan mempengaruhi kinerja mereka. Misalnya, tidak ada perbedan yang konsisten pada pria dan wanita dalam memecahkan masalah, ketrampilan analisis, pendorong persaingan, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar. Penelitian-penelitian psikologis menunjukkan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang sedangkan pria lebih agresif dan berkemungkinan lebih besar untuk memiliki harapan atas keberhasilan daripada wanita, namun perbedaan perbedan itu tidak besar.

Robbins (2006) juga menyebutkan bahwa perbedaan antara pria dan wanita dalam kepribadian terwujud pada reaksi emosional dan kemampuan membaca orang lain. Wanita menunjukkan ungkapan emosi yang lebih besar daripada pria, mereka mengalami emosi lebih hebat, mereka lebih sering menampilkan ekspresi dari emosi baik yang positif maupun negatif, kecuali kemarahan. Wanita lebih baik dalam membaca isyarat-isyarat nonverbal dan paralinguistik dibanding pria. Pria diajarkan untuk berani, maka mereka harus menunjukkan emosi yang sesuai dengan citra ini, sedangkan wanita disosialisasikan sebagai pengasuh, sehingga lebih hangat dan ramah.
Satu isu yang tampaknya dapat membedakan dalam hal jenis kelamin yang sering disebut dalam literatur khususnya saat karyawan sedang hamil atau memiliki anak-anak berusia pra sekolah adalah pemilihan jam kerja. Ibu-ibu yang bekerja berkemungkinan lebih besar untuk memilih pekerjaan paruh waktu, jadwal kerja yang fleksibel, dan menyelesaikan pekerjan kantor di rumah agar bisa memenuhi tanggung jawab mereka terhadap keluarga.
Beberapa gambaran mengenai perbedaan antara pria dan wanita pada halangan komunikasi lisan, reaksi emosional, dan besarnya tanggung jawab wanita dalam keluarga, memberikan landasan pemikiran yang sangat penting pada penelitian ini. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini berhubungan dengan reposisi antara dosen pria dan dosen wanita dalam perjalanan karirnya. Peneliti akan menganalisis apakah antara dosen pria dan dosen wanita memiliki perbedaan persepsi pada aspek-aspek pengalaman organisasi, aspek aspek evaluasi kinerja dan hasil karir yang dicapainya.
Penelitian mengenai pengaruh gender dalam pengalaman organisasi, Evaluasi terhadap kinerja, dan hasil karir ditulis oleh Kuntari dan Kusuma (2001) dengan menggunakan responden pada kantor akuntan publik yang berukuran besar di Indonesia yang berafiliasi dengan kantor akuntan asing. Pertimbangannya adalah pada kantor tersebut terdapat jenjang karir yang jelas serta adanya evaluasi kinerja pada karyawannya. Penelitian Kuntari dan Kusuma merupakan penelitian yang dimodifikasi dari penelitian Greenhause (1990), yang meneliti pengaruh ras terhadap pengalaman organisasi, evaluasi terhadap kinerja dan hasil karir dalam suatu organisasi. Hasil analisa data menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengalaman organisasi, evaluasi kinerja, dan hasil karir auditor wanita dengan pria. Perbedaan yang signifikan ditemukan pada dua aspek yang diteliti, yaitu aspek penerimaan (acceptance), bahwa tingkat penerimaan auditor wanita lebih rendah di banding auditor pria. Aspek kedua adalah kepuasan karir menunjukkan perbedaan bahwa kepuasan karir auditor wanita lebih rendah daripada auditor pria. Penelitian Kuntari dan Kusuma ini juga dikembangkan dari penelitian Glenn, Taylor, dan Wlaver (1977) bahwa ada perbedaan kepuasan kerja di antara pria dan wanita. Untuk merasa puas dalam bekerja ternyata wanita memiliki hasil karir yang lebih rendah dibanding pria.
Penelitian ini dimaksudkan untuk membuat modifikasi dari penelitian Kuntari dan Kusuma, yaitu dengan menggunakan responden pada dosen di Universitas Muhammadiyah Ponorogo, dengan pertimbangan bahwa karir dosen untuk menempati jabatan struktural maupun jabatan akademik adalah jelas, serta memiliki tingkat otonomi yang tinggi dalam pekerjaannya. Fenomena yang cukup menarik untuk diteliti mengenai sumberdaya manusia di Universitas Muhammadiyah Ponorogo diantaranya adalah secara formal tidak ada perbedaan kesempatan dalam meningkatkan jenjang karir bagi dosen pria maupun dosen wanita, baik yang berstatus dosen tetap maupun dosen tidak tetap. Mereka memiliki kesempatan yang sama untuk menempati jabatan struktural yang ada serta kesempatan yang sama dalam meningkatkan jabatan pada bidang akademik. Terbukti dari beberapa jabatan pada tingkat kedua, tingkat ketiga, atau dibawahnya cukup banyak ditempati oleh dosen tidak tetap, yang berarti dapat dikatakan tidak ada perbedaan kesempatan dalam karir bagi dosen wanita maupun dosen pria baik yang berstatus dosen tetap maupun dosen tidak tetap. Jabatan akademik tertinggi dari seluruh dosen yang ada di Universitas Muhammadiyah Ponorogo saat ini adalah Lektor Kepala. Sebagian dosen wanita yang memiliki jabatan struktural hanya menempati pada tingkat yang lebih rendah dengan jabatan akademik tertinggi adalah Lektor.
Mengacu pada uraian di atas, faktor jenis kelamin dapat saja berpengaruh terhadap karir dosen. Jika hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pada pengalaman organisasi, evaluasi terhadap kinerja, dan hasil karir antara dosen wanita dan dosen pria, maka harus diwaspadai apakah hal ini disebabkan oleh faktor individu, atau faktor dari dalam organisasi. Apabila faktor yang berpengaruh dari dalam diri dosen, maka diharapkan mereka dapat lebih meningkatkan sikap profesionalnya sehingga dia dapat menunjukkan kemampuannya agar tidak berbeda antara dosen wanita dengan dosen pria, yang pada akhirnya menghilangkan keraguan terhadap tanggung jawab yang lebih tinggi dalam pekerjaan. Jika perbedaan disebabkan karena faktor eksternal, seperti keraguan akan kemampuan seorang dosen, maka sebaiknya sikap ini segera dihilangkan karena antara dosen wanita maupun pria mempunyai kemampuan, hak, dan kewajiban yang sama.

METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Ponorogo ini menggunakan pendekatan kuantitatif, sehingga akan dimunculkan variabel-variabel yang dikuantitatifkan. Hasil kualifikasi variabel dilakukan pengujian dengan menggunakan alat Uji Statistik. Sesuai dengan permasalahan dan variabel yang terkait, maka rancangan penelitian ini menggunakan Analisys of variance (ANOVA) disebabkan terdapat dua variabel dengan kombinasi, yaitu satu interval dan yang satu nominal, sedangkan dependen variabelnya berskala interval. Ruang lingkup penelitian ini adalah pengalaman organisasi, evaluasi terhadap kinerja, dan hasil karir menurut persepsi dosen wanita dibandingkan dosen pria di Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Berdasarkan permasalahan dalam penelitian, maka dapat dirumuskan definisi operasional dan identifikasi variabel sebagai berikut: 1) Pengalaman Organisasi (Y1) adalah fasilitas yang pernah dinikmati oleh dosen dalam rangka pengembangan karir. Terdapat lima aspek pengalaman organisasi yang diukur, yaitu : Hubungan dengan Pimpinan, Otonomi Pekerjaan, Dukungan Atasan, Partisipasi dalam Strategi Karir, dan Penerimaan atau acceptance; 2) Evaluasi kinerja (Y2) adalah penilaian terhadap dosen atas pekerjaan yang dilakukannya. Indikator untuk Evaluasi kinerja diukur, yaitu: Pengajaran, Riset atau Penelitian, dan Pengabdian pada Masyarakat; 3) Hasil Karir (Y3) adalah kemungkinan seorang dosen memperoleh jabatan akademik yang lebih tinggi dari jabatan sebelumnya serta kepuasan seorang dosen atas karir yang telah dicapainya sekarang. Indikator untuk Hasil Karir, yaitu: Prospek Karir dan Kepuasan Karir; dan 4) Gender (X), adalah penggolongan gramatikal terhadap kata benda yang secara garis besar berhubungan dengan dua jenis kelamin. Variabel ini merupakan variabel “dummy” yang penggolongannya dilakukan dengan memberi tanda 1 untuk wanita dan tanda 2 untuk pria.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Prosedur Oneway Anova atau sering disebut “perancangan sebuah factor” merupakan salah satu alat analisis statistik Analisis of Variance yang bersifat satu arah (satu jalur). Alat uji ini digunakan untuk menguji apakah dua populasi atau lebih yang independen memiliki rata rata yang dianggap sama atau tidak.Tehnik Analisis of Variance menguji variabilitas dari observasi masing masing group dan variabilitas antar mean group (Syahri Alimudin; 2002). Penelitian ini menganalisis perbedaan persepsi antara dosen wanita dan dosen pria di Universitas Muhammadiyah Ponorogo terhadap variabel Pengalaman Organisasi, Evaluasi Kinerja, dan Hasil Karir. Sebelum dilakukan Analisis of Variance terlebih dahulu dilakukan uji Levene Test atau Test of Homogenity of Variance untuk menentukan apakah kedua populasi memiliki varians yang sama. Jika Test of Homogenety of Variance menunjukkan hasil yang tidak signifikan, maka Analisis of Variance tidak dapat dilanjutkan. Kemudian ditampilkan Contrast Test yang menunjukkan nilai t hitung pada masing-masing variabel maupun indikator variabel.



KESIMPULAN
Berdasarkan analisis penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, hasil Analisis of Variance (ANOVA) membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada variabel Pengalaman Organisasi (Y1) antara dosen wanita dengan dosen pria di Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Dari lima indikator variabel Pengalaman Organisasi, hanya indikator hubungan dengan pimpinan, indikator otonomi pekerjaan dan indikator penerimaan oleh rekan kerja yang memiliki perbedaan yang signifikan, yakni rata rata skor dosen wanita di Universitas Muhammadiyah lebih rendah dibanding dosen pria. Sedangkan pada indikator dukungan atasan, dan partisipasi dalam strategi karir tidak memiliki perbedaan yang berarti antara dosen wanita dan dosen pria di Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Kedua, hasil Analisis of Variance pada variabel Evaluasi Kinerja (Y2) membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara dosen wanita dengan dosen pria di Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Pada indikator pengajaran, dosen wanita memiliki rata-rata skor jawaban yang lebih tinggi dibanding dosen pria. Sedangkan pada indikator penelitian dan pengabdian pada masyarakat, dosen pria memiliki skor rata rata yang lebih tinggi dibanding dosen wanita. Indikator Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat memiliki perbedaan yang signifikan, sedangkan pada indikator Pegajaran perbedaan tersebut tidak signifikan.
Ketiga, hasil Analisis of Variance pada variabel Hasil Karir (Y3) membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti antara dosen wanita dengan dosen pria di Universitas Muhammadiyah Pnorogo. Persepsi terhadap prospek karir dan hasil karir antara dosen wanita dengan dosen pria adalah sama. Hal ini membuktikan bahwa harapan dan kepuasan karir adalah sama antara dosen wanita dengan dosen pria.
Keempat, apabila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya terdapat beberapa perbedaan, yaitu pada variabel Pengalaman Organisasi dan Evaluasi Kinerja terdapat perbedaan yang signifikan, terutama ditunjukkan oleh perbedaan persepsi tentang hubungan dengan pimpinan, Otonomi Pekerjaan, dan penerimaan oleh rekan kerja. Sedangkan pada penelitian sebelumnya yang menggunakan responden akuntan publik ditemukan tidak terdapat perbedaan pada variabel Pengalaman Organisasi, hanya pada indikator Penerimaan oleh rekan kerja, skor wanita lebih rendah dibanding pria.
Kelima, pada variabel Evaluasi Kinerja ditemukan perbedaan yang berarti antara dosen wanita dengan dosen pria, terutama pada indikator Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat. Sedangkan pada penelitian sebelumnya variabel Evaluasi Kinerja tidak ditemukan perbedaan yang berarti antara akuntan publik wanita dengan akuntan publik pria.
Keenam, pada variabel Hasil Karir tidak terdapat perbedaan antara dosen wanita dan dosen pria. Sedangkan pada penelitian sebelumnya variabel Hasil Karir juga tidak terdapat perbedaan antara akuntan publik wanita dengan akuntan publik pria, hanya pada indikator kepuasan karir wanita yang lebih rendah dibanding pria. Jadi pada variabel Hasil Karir, hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu.

DAFTAR PUSTAKA
Bacal, Robert, 2001, “Performance Management”, Alih Bahasa Surya Dharma dan Yanuar Irawan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Burhan Bungin, 2005, “Metodologi Penelitian Kuantitatif”, Penerbit Prenada Media, Jakarta.
Fakih, M, 2004, “Analisis Gender dan Transformasi Sosial”, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Greenhause, J.H, Parasuraman, S, dan Wormley, W.M, 1990, “Effects of race on organizational experiences, Job performance evaluation and career outcomes”, Academy of Management Journal, Volume 22.
Kuntari dan Kusuma, 2001, “Pengalaman Organisasi, Evaluasi terhadap Kinerja dan Hasil Karir pada Kantor Akuntan Publik : Pengujian Pengaruh Gender”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Universitas Gajah Mada,Yogyakarta.
Malthis, Robert L, Jackson, John H, 2000, “Human Resource Management”, Alih Bahasa Angelica, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Marjuni Rangkuti, Pujiati, Nasrah Parlindungan Lubis, 2001, “Pelibatan Wanita dalam Organisasi Media Cetak di Sumatera Utara”, Ringkasan Hasil Penelitian Studi Kajian Wanita 1997-2001, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas.
Partini, 2004, “Perlu Perda Khusus Dalam Masalah Pemberdayaan Perempuan”, Jurnal Berdaya Volume II.
Raymond, Hollenbeck, Gerhart, M, Wright, 2003, “Human Resource Management, International Edition”, Mc Graw-Hill Companies.
Robbins, 2006, “Organizational Behavior”, Alih Bahasa Drs. Benyamin Molan, PT. INDEKS Kelompok Gramedia, Jakarta.
Simamora, Henry, 2001, “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Penerbit STIE YKPN, Cetakan ketiga, Yogyakarta.
Sulistyo Basuki, 2000,”Sumbangan Ilmuwan Wanita dalam Ilmu-Ilmu Sosial yang diterbitkan pada Majalah Ilmiah Indonesia”, Ringkasan Hasil Penelitian Studi Kajian Wanita. Penelitian Studi Kajian Wanita 1997-2001, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas.
Syahri Alimudin, 2002, “Aplikasi Statistik Praktis dengan SPSS for Windows”, J&J Learning, Yogyakarta.
Tri Hastuti Nur Rochimah, 2001,”Perspektif Gender dan Kebijakan Biro Iklan”, Ringkasan Hasil Penelitian Studi Kajian Wanita. Penelitian Studi Kajian Wanita 1997-2001, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas.
Tukiran, Pande M Kutanegara, Agus Joko Pitoyo, M Syahbudin Latief, 2007, “Sumber Daya Manusia dan Tantangan Masa Depan”, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Read More......

PENURUNAN STATUS KOTA PONOROGO (Dari Kota Juragan Menuju Kota Para Pedagang dan Buruh)

Oleh: Jusuf Harsono (FISIP Univ. Muhammadiyah Ponorogo)

Abstrak: Dari sisi manapun kota Ponorogo adalah kota yang sangat menarik untuk dijadikan kajian karena kota ini adalah kota yang dinamis dalam banyak hal dibandingkan dengan kota-kota lain di sekitarnya. Kota ini sangat dinamis di bidang pendidikan, social-politik, budaya, religi dan ekonomi. Dalam hal perkembangan perekonomian sector perkotaan juga sama menariknya dengan pedesaan. Daerah perkotaan sector perekonomian didominasi dengan perdagangan sementara itu di pedesaan dinamika lebih didominasi oleh per-TKI-an. Perekembangan model perekonomian pedesaan dan perkotaan Ponorogo telah merubah status kota Ponorogo. Ponorogo pada masa lalu bisa disebut sebagai kotanya para juragan namun waktu telah membalik keadaan. Artikel ini diharapkan bisa memberikan kontribusi pemikiran terhadap pengambilan kebijakan kalangan pemerintahan dan kepedulian dengan landansan ilmu pengetahuan untuk kalangan akademisi.

Kata Kunci: Penurunan Status, Juragan, Pedagang dan Buruh

PENDAHULUAN
Dalam sejarahnya kota Ponorogo dikenal sebagai kota pertanian dan perdagangan. Sebagai kota pertanian Ponorogo dikenal sebagai penghasil kedelai dan rempah yang baik. Sebagai kota perdagangan kota ini pada jaman sebelum kemerdekaan juga dikenal sebagai kota jalur perdagangan kain batik bersama dengan beberapa kota seperti Solo, Yogjakarta dan Pekalongan. Apalagi pada masa tahun 1950-an kota ini dikenal sebagai produsen kain mori pembuat kain batik namun sejak tahun 1980-an kota Ponorogo lebih menjadi kota perdagangan daripada sebagai kota industri kain batik karena beberapa kelurahan seperti Nologaten, Kertosari, Cokromenggalan yang sebelumnya dikenal sebagai kampung kerajinan batik sudah tidak ada kegiatan ekonomi yang ada hubungannya lagi dengan industri batik. Bahkan beberapa tahun terakhir kampung-kampung tersebut sudah berubah menjadi kawasan atau pusat transaksi bisnis modern karena berkaitan dengan produk-produk industri masa kini seperti usaha perdagangan komputer, sepeda motor, alat-alat elektronika dan lain-lain.

Begitu pula daerah pedesaan, yang dulu adalah penghasil kacang-kacangan dan rempah karena daerah pirnggiran merupakan daerah agraris yang sebagian besar warganya berprofesi sebagai “peasant” telah berubah menjadi daerah kaum “labour”. Dalam istilah sosiologi ekonomi kedua kelompok di atas termasuk dalam istilah untuk kelompok “marginal”. Hal ini bisa dibedakan dengan “farmer“ dan “worker“ karena keduanya yang terakhir mempunyai konotasi yang positif. Kedua kelompok yang terakhir mempunyai strata sosial yang lebih baik.
Strata sosial dalam sosiologi ekonomi lebih banyak ditentukan oleh kepemilikan asset dan investasi keluarga. Daerah pedesaan Ponorogo menjadi variabel yang menarik untuk dijadikan bahan diskusi karena daerah ini merupakan kantong Tenaga kerja Indonesia (TKI) terbesar di Indonesia yang mempunyai kontribusi bagi perkembangan sosial-ekonomi kota Ponorogo.

INDUSTRI BATIK PONOROGO
Sejak pemeritahan orde baru membuka kran perdagangan bebas di Indonesia efek perjajnjian dengan World Bank dan IMF tahun 1970-an maka efek domino juga dirasakan akibatnya sampai di kota Ponorogo. Sejak dunia industri batik di kota Solo, Pekalongan, dan Yodjakarta tidak lagi membutuhkan kain mori produk Ponorogo karena dianggap kurang berkualitas maka pabrik mori yang merupakan perusahaan koperasi milik para pembatik Ponorogo juga mengalami penyusutan produksi secara drastis dan ini juga mempunyai efek domino karena biaya opersional pabrik mori ini juga tidak bisa ditopang oleh home industri batik yang ada di Ponorogo (Jusuf Harsono; 2005).
Pabrik kain mori selalu mengalami over cost karena mesin pabrik kain mori secara teknis juga tidak boleh berhenti bekerja sementara hasil produksi kain mori juga tidak bisa dilempar ke pasar mengingat perusahaan batik yang muncul tahun 1980-an adalah perusahaan bartik dengan modal besar yang membutuhkan kain bahan dengan kualitas yang lebih baik yang perusahaan kain morinya sudah ada di beberapa kota seperti Sukoharjo, Pekalongan, dan Solo. Beberapa perusahaan kain bahan batik dan konveksi batiknya juga dimiliki oleh keluarga Presiden Soeharto. Disatu sisi perusahaan kain bahan batik produk Ponorogo tidak mampu bersaing dengan perusahaan kain milik keluarga Cendana dan teman-teman. Disisi lain, hasil produksi konveksi batik Ponorogo juga tidak mampu bersaing di pasaran dengan hasil konveksi batik Semar dan lain-lain yang notabene juga milik keluarga Pak Harto dan teman-teman. Keadaan seperti ini telah mendorong munculnya orientasi-orientasi baru dunia business di Ponorogo. Beberapa kampung di atas yang sebelumnya merupakan kampung industri kini sejak tahun 1980-an telah menjadi pusat perdagangan barang-barang industri seperti barang elektronika, hand phone, sepeda motor, komputer, pakaian jadi, dan lain-lain.
Beberapa pengrajin batik mencoba bangkit kembali dengan usaha yang sama ternyata mengalami kegagalan, sementara itu sebagian perajin yang lain juga mencoba melakukan diversifikasi usaha sebagai perajin tenun handuk juga mengalami kegagalan karena adanya beberapa faktor penyebab diantaranya adalah kemampuan akses pasar dan kredit modal usaha yang rendah.

TENAGA KERJA INDONESIA
Ponorogo selain dikenal sebagai kota penghasil kain mori dan jalur perdagangan batik di pulau Jawa juga dikenal sebagai penghasil komuditas pertanian yang penting. Dengan karakter tanah yang cukup subur karena berada di dataran rendah yang secara geografis berada diantara dua gunung berapi, yaitu Gunung Wilis dan Gunung Lawu, maka kota ini merupakan kota pertanian yang cukup ideal karena relatif mudah memperoleh air. Air merupakan unsur terpenting dalam masyarakat pertanian. Selain sebagai daerah penghasil beras, Ponorogo juga dikenal sebagai penghasil kedelai dan bahan empon-empon dan rempah yang melimpah. Beberapa tahun terakhir juga sebagai penghasil buah-buahan seperti durian, mangga dan melon. Pertanian dengan hasil yang baik tidak bisa dinikmati oleh seluruh petani di Ponorogo. Hasil pertanian yang memuaskan hanya bisa dinikmati oleh para petani yang mempunyai lahan di dataran rendah yang ada di pinggiran kota karena cukup mudah memperoleh suplai air. Mereka bisa melakukan kegiatan tanam padi dua hingga tiga kali dalam satu tahun. Sementara itu para petani yang berada di pedesaan yang sebagian besar berada di dataran sedang dan tinggi tidak bisa menikmati aliran air irigasi maupun hujan seapanjang tahun. Rata-rata mereka hanya bisa menanam padi setahun sekali, bahkan ada yang tidak bisa menanam padi sama sekali dalam satu tahun karena faktor jenis tanah yang tidak memungkinkan, karena tanah mereka mengandung kapur mengingat salah satu gunung yang mengapit kota Ponorogo adalah gunung kapur. Keadaan seperti ini telah terjadi selama ratusan tahun. Sesuai dengan karakter masyarakarat Jawa secara umum mereka adalah masyarakat yang “nrimo ing pandum” yaitu satu filosofi yang selalu menerima keadaan yang tidak menyenangkan sekalipun karena semua dianggap datangnya dari Tuhan.
Keadaan ini pada akhirnya mengalami perubahan sejak dua puluh tahun yang lalu ketika masyarakat pedesaan mulai mengenal teknologi antena TV dan parabola. Dengan antena parabola tersebut masyarakat pedesaan bisa melihat seluruh penjuru dunia dengan segala kemajuan peradabannya tanpa ada kendala yang berarti. Mereka mulai mengenal Negara-negara Asia Tenggara seperti yang sering dicertakan oleh teman-teman mereka yang sedang mengais rejeki sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI)) terutama di negeri tetangga seperti Malaysia, Singapura, Hongkong, dan lain-lain.
Mereka mulai sadar bahwa beberapa teman yang mengais rejeki di negara lain tersebut mengalami perubahan status sosial-ekonominya. Beberapa penelitian membuktikan hal tersebut (Khoirurrosydin; 2008), mendapatkan informasi dalam penelitiannya bahwa para keluarga TKI mengalami peningkatan status sosial-ekonominya secara signifikan. Mereka yang semula merupakan keluarga petani sederhana setelah bekerja di luar negeri telah menjadi keluarga yang terpandang secara ekonomi. Modernisasi telah merubah cara pandang mereka tentang status social-ekonomi sebuah keluarga.
Filosofi “nrimo ing pandum” nampak tidak lagi dijadikan pegangan kuat dalam menjalani hidup. Seperti kata Budiman (2000), bahwa moderenisasi menawarkan nilai-nilai baru dalam masyarakat. “Nrimo ing pandum“ adalah nilai tradisional masyarakat pedesaan yang mulai tergeser dengan nilai baru “pemenuhan kebutuhan ekonomi dan konsumerisme“. Namun demikian cukup banyak pula yang mengalami kegagalan karena terlanjur melepas asset tetapi gagal berangkat karena tertipu oleh para calo tenaga kerja yang tidak bertanggung jawab. Karena mereka mulai berpenghasilan lebih baik maka pola hidup mereka mulai mengalami perubahan menjadi lebih konsumtif dibanding ketika sebelum mereka menjadi TKI.
Rata-rata mereka mulai membangun rumah dengan model terbaru dengan bahan yang baik seperti lantai berkeramik, genting pres, perelengkapan rumah tangga serba elektronika seperti mesin cuci, sound system dengan model home theatre yang bernilai belasan juta, sepeda motor, hand phone keluaran terbaru, dan lain-lain. Pola hidup yang seperti ini mulai menarik para tetangga, teman dan saudara untuk ikut mencari pekerjaan di luar negeri dengan ketrampilan seadanya. Akhir tahun 1990-an ketika Indonesia baru saja selesai dilanda krisis ekonomi dan politik yang dahsyat yang ditandai dengan turunnya kekuasaan Pak Harto sebagai Presiden selama 32 tahun dan juga ditandai dengan jatuhnya nilai tukar mata uang rupiah dibanding dengan seluruh mata uang Negara asing. Sebagai ilustrasi pada tahun 1999 harga dollar di pasaran mencapai 12 ribu rupiah per dollarnya bahkan pada pertengahan 1998 satu dollar senilai dengan 16 ribu rupiah.
Banyak warga Ponorogo dari pedesaan yang mencari peluang kerja diluar negeri karena didorong oleh perbedaan nilai tukar rupiah dengan mata uang asing tersebut selain karena begitu banyak pengangguran sebagai akibat dari banyaknya perusahaan yang gulung tikar karena krisis moneter yang melanda negeri ini. Diperkirakan pada saat itu jumlah pengangguran absolut mencapai 50 juta jiwa. Tidak jarang sebagian dari mereka terpaksa harus melepas asset (tangible asset) keluarga mereka seperti tanah pertanian, sapi, sepeda motor, dan lain-lain. Sherraden (2006) menjelaskan bahwa tangible asset adalah kekayaan yang nyata seperti tanah, kendaraan, dan lain-lain. Lebih jauh ia berteori bahwa asset berkaitan erat dengan cara berpikir seseorang atau keluarga tentang masa depan mereka. Dalam konteks ini maka para kelaurga TKI yang melepaskan asset mereka bisa diartikan bahwa mereka telah mempertaruhkan masa depan keluarga mereka sebagai petani.
Beberapa dari mereka setelah kembali dari luar negeri bisa mengambil kembali assetnya dengan cara membeli kembali atau mendapatkan asetnya yang lain berupa tanah di perkotaan, mobil, dan lain-lain. Mereka yang bekerja keluar negeri umumnya yang perempuan sebagai Pembantu Rumah Tangga sementara yang pria banyak yang menjadi buruh bangunan dan industri. Kedua profesi tersebut memang profesi yang low skill mengingat mereka yang befrangkat keluar negeri juistru mereka yang berpendidikan dan berketrmpilan rendah. Selisih nilai tukar mata uang asing dengan rupiah telah menjadikan mereka lebih kaya dan sejahtera secara relatif.

KESIMPULAN
Fenomena pertama yang menarik dari ilustrasi di atas adalah bahwa kota Ponorogo yang pada tahun 1950 sampai 1970-an adalah kota industri batik dan kain mori pada perkembangannya menurun menjadi kota perdangangan yang menurut mata rantai ekonomi adalah perantara dari industry ke konsumen. Sementara industri adalah menempati struktur sebagai subyek dalam mata rantai perekonomian di masyarakat. Fenomena menarik yang kedua adalah perekonomian pedesaan. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyaknya warga pedesaan di Ponorogo yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) telah mempengaruhi dinamika dan peertumbuhan ekonomi Ponorogo secara makro. Kota Ponorogo telah berkembang menjadi kota perdagangan secara pesat. Tenaga Kerja Indonesia telah memberikan kontribusi terhadap semakin cepat dan besarnya sirkulasi uang di Ponorogo melalui kemampuan keuangan dan gaya hidup keluarga TKI yang cukup konsumtif. Tenaga Kerja Indonesia melalui remitansinya yang ratusan milyar pertahun telah merangsang pertumbuhan ekonomi Ponorogo. Disatu sisi situasi tersebut bila dilihat dari kacamata kesejahteraan dan ekonomi maka sangat melegakan dan membanggakan namun bila dilihat dari kacamata status sosial ekonomi maka situasi ini sangat mengakhawatirkan karena para TKI yang sebagaian besar berasal dari keluarga dan kultur petani tidak hanya telah kehilangan asset pertaniannya dengan menjual tanah sebagai bekal keluar negeri tetapi juga kehilangan status sosial-ekonominya dari sebagai “juragan“ menjadi sebagai seorang buruh.
Mereka semula adalah pemilik lahan meskipun sempit. Setidaknya mereka adalah majikan bagi dirinya sendiri. Dalam struktur sosial masyarakat Jawa, juragan atau majikan menempati struktur yang cukup tinggi. Meskipun dengan perbedaan status tersebut keluarga TKI menjadi lebih sejahtera dibanding ketika sebagai petani gurem karena selama menjadi petani gurem keluarga petani tersebut tidak mungkin berinvestasi karena keterbatasan lahan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian para keluarga petani tersebut telah mengalami penurunan status dari seorang “juragan“ di negeri sendiri menjadi seorang “buruh“ di negeri orang.

DAFTAR PUSTAKA
Jusuf Harsono dan Slamet Santoso, 2005, “Solidaritas Mekanik Dan Survivalitas Pengusaha Muslim Perkotaan di Ponorogo”, Jurnal Penelitian Fenomena ISSN 1693-8038, Vol. 2, No. 1, Januari 2005, LPPM Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Khoirurrosyidin, 2008, “Pola Aliran Uang Tenaga Kerja Indonesia di Kabupaten Ponorogo”, Jurnal Penelitian Fenomena ISSN 1693-8038, Vol. 5, No. 1, Januari 2008, LPPM Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Michael Sherraden, 2006, “Aset Untuk Orang Miskin Perspektif Baru Usaha Pengentasan Kemiskinan”, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Arif Budiman, 2000, “Teori Pembangunan Di Dunia Ketiga”, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Read More......

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Mei 2009)

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Mei 2009)

Penerbit: P2FE_UMP, Ponorogo (Oktober 2010)

Penerbit: P2FE_UMP, Ponorogo (Oktober 2010)

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Maret 2009)

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Maret 2009)

Penerbit : Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press, Maret 2013

Penerbit : Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press, Maret 2013

Penerbit Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press (Juli 2013

Penerbit Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press (Juli 2013

Penerbit UNMUH Ponorogo Press Bulan Juli 2015

Penerbit UNMUH Ponorogo Press Bulan Juli 2015

  ©REYOG CITY. Template by Dicas Blogger.

TOPO