Hasrat keingintahuan manusia merupakan suatu anugerah dari Allah SWT yang perlu untuk ditumbuhkembangkan. Dengan adanya hasrat tersebut, manusia berusaha mencari jawabannya dengan berbagai cara dan terus mengalami perkembangan. Salah satu cara mencari jawaban keingintahuan manusia adalah dengan melakukan suatu penelitian, disamping dengan metode coba-coba, bertanya, meniru dan lain-lain. Dengan demikian, suatu penelitian dapat dikatakan sebagai upaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan atau permasalahan yang dihadapi sehingga akan diperoleh pengetahuan baru yang dianggap benar.
Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat diterima oleh akal sehat dan berdasarkan fakta empirik sehingga harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah.
Dunia pendidikan merupakan wadah bagi pengembangan logika, sebagai modal dasar untuk melakukan penelitian. Pengembangan logika tersebut perlu disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang ada. Oleh sebab itu, masing-masing jenjang pendidikan, mulai tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, sangat perlu ditumbuhkembangkan budaya meneliti, mulai yang paling sederhana sampai dengan tingkatan yang rumit.
Pada tingkat Perguruan Tinggi, salah satu permasalahan yang sering muncul adalah adanya kesulitan mahasiswa dalam penyelesaian tugas akhir (skripsi). Walaupun telah dibekali dengan berbagai mata kuliah sebagai dasar untuk melalukan penelitian, misalnya Statistika dan Metodologi Penelitian, namun permasalahan tersebut masih banyak dialami oleh mahasiswa. Permasalahan tersebut merupakan salah satu indikator bahwa budaya melakukan penelitian tidak cukup hanya diberikan di tingkat Perguruan Tinggi. Menumbuhkembangkan budaya meneliti secara ilmiah sebenarnya dapat dilakukan mulai tingkat SLTA, yaitu melalui wadah Kelompok Ilmiah Remaja (KIR). Namun, hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua SLTA yang ada di Ponorogo dapat menumbuhkembangkan KIR tersebut. Berbagai hambatan untuk upaya tersebut antara lain permasalahan fasilitas laboratorium, biaya, dan ketersediaan sumber daya manusia.
Terkait dengan permasalahan sumber daya manusia, untuk menumbuhkembangkan budaya meneliti di tingkat SLTA harus dimulai dari tenaga pendidik (guru). Guru yang kreatif, inovatif, dan dinamis sangat berpotensi untuk menumbuhkembangkan budaya meneliti. Peningkatan jenjang pendidikan guru, mengikuti berbagai pelatihan dan worshop penelitian merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas guru dalam bidang penelitian. Peningkatan kualtas guru tersebut tentu saja akan berdampak positif terhadap upaya menumbuhkembangkan budaya meneliti.
Mengamati perkembangan KIR di tingkat SLTA sampai saat ini, masih didominasi untuk bidang eksakta (Jurusan IPA dan Biologi) dan lebih mengarah ke penelitian di dalam laboratoirum, sedangkan bidang sosial (Jurusan IPS) seakan-akan tidak mempunyai tempat. Meskipun penelitian bidang sosial sangat banyak tetapi sampai saat ini belum banyak disentuh dalam KIR. Oleh sebab itu, perlu adanya kebijakan untuk menyeimbangkan upaya menumbuhkembangkan budaya meneliti, yaitu baik bidang eksakta maupun bidang sosial.
Dalam dunia pendidikan, upaya menumbuhkembangkan budaya meneliti merupakan tanggungjawab semua pihak. Oleh sebab itu, perlu dilakukan kerja sama antara Perguruan Tinggi dengan SLTA untuk bersama-sama menumbuhkembangkan budaya meneliti, sehingga KIR di tingkat SLTA dapat tumbuh dengan pesat (baik kualitas maupun kuantitasnya) dan sekaligus dapat membekali siswa jika nanti sebagai mahasiswa dapat lancar dalam studinya dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan di masyarakat.
Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat diterima oleh akal sehat dan berdasarkan fakta empirik sehingga harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah.
Dunia pendidikan merupakan wadah bagi pengembangan logika, sebagai modal dasar untuk melakukan penelitian. Pengembangan logika tersebut perlu disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang ada. Oleh sebab itu, masing-masing jenjang pendidikan, mulai tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, sangat perlu ditumbuhkembangkan budaya meneliti, mulai yang paling sederhana sampai dengan tingkatan yang rumit.
Pada tingkat Perguruan Tinggi, salah satu permasalahan yang sering muncul adalah adanya kesulitan mahasiswa dalam penyelesaian tugas akhir (skripsi). Walaupun telah dibekali dengan berbagai mata kuliah sebagai dasar untuk melalukan penelitian, misalnya Statistika dan Metodologi Penelitian, namun permasalahan tersebut masih banyak dialami oleh mahasiswa. Permasalahan tersebut merupakan salah satu indikator bahwa budaya melakukan penelitian tidak cukup hanya diberikan di tingkat Perguruan Tinggi. Menumbuhkembangkan budaya meneliti secara ilmiah sebenarnya dapat dilakukan mulai tingkat SLTA, yaitu melalui wadah Kelompok Ilmiah Remaja (KIR). Namun, hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua SLTA yang ada di Ponorogo dapat menumbuhkembangkan KIR tersebut. Berbagai hambatan untuk upaya tersebut antara lain permasalahan fasilitas laboratorium, biaya, dan ketersediaan sumber daya manusia.
Terkait dengan permasalahan sumber daya manusia, untuk menumbuhkembangkan budaya meneliti di tingkat SLTA harus dimulai dari tenaga pendidik (guru). Guru yang kreatif, inovatif, dan dinamis sangat berpotensi untuk menumbuhkembangkan budaya meneliti. Peningkatan jenjang pendidikan guru, mengikuti berbagai pelatihan dan worshop penelitian merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas guru dalam bidang penelitian. Peningkatan kualtas guru tersebut tentu saja akan berdampak positif terhadap upaya menumbuhkembangkan budaya meneliti.
Mengamati perkembangan KIR di tingkat SLTA sampai saat ini, masih didominasi untuk bidang eksakta (Jurusan IPA dan Biologi) dan lebih mengarah ke penelitian di dalam laboratoirum, sedangkan bidang sosial (Jurusan IPS) seakan-akan tidak mempunyai tempat. Meskipun penelitian bidang sosial sangat banyak tetapi sampai saat ini belum banyak disentuh dalam KIR. Oleh sebab itu, perlu adanya kebijakan untuk menyeimbangkan upaya menumbuhkembangkan budaya meneliti, yaitu baik bidang eksakta maupun bidang sosial.
Dalam dunia pendidikan, upaya menumbuhkembangkan budaya meneliti merupakan tanggungjawab semua pihak. Oleh sebab itu, perlu dilakukan kerja sama antara Perguruan Tinggi dengan SLTA untuk bersama-sama menumbuhkembangkan budaya meneliti, sehingga KIR di tingkat SLTA dapat tumbuh dengan pesat (baik kualitas maupun kuantitasnya) dan sekaligus dapat membekali siswa jika nanti sebagai mahasiswa dapat lancar dalam studinya dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar