Semoga kegiatan ini menjadi ajang berkreasi para mahasiswa. Semoga Sukses dan Terus Berkarya. Amin ...
LOMBA AKUNTANSI TAHUN 2008
Kiprah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo dalam kegiatan kemahasiswaan terus menerus mengalami perkembangan. Pada akhir tahun 2008, tepatnya tanggal 1 Nopember 2008, Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi menggelar Lomba Akuntansi Se Karisidenan Madiun. Lomba tersebut diiukuti oleh sebanyak 50 peserta yang terbagi menjadi 25 kelompok, baik berasal dari SMA/SMK di wilayah Kabupaten Ponorogo maupun dari luar Kabupaten Ponorogo, misalnya SMK dari Kabupaten Magetan, MAN Pacitan, SMK N 5 Madiun.
Semoga kegiatan ini menjadi ajang berkreasi para mahasiswa. Semoga Sukses dan Terus Berkarya. Amin ...
Read More......
Semoga kegiatan ini menjadi ajang berkreasi para mahasiswa. Semoga Sukses dan Terus Berkarya. Amin ...
WISUDA SARJANA DAN DIPLOMA XXV PERIODE II 2008
Wisuda Sarjana dan Diploma XXV Periode II Tahun 2008 Universitas Muhammadiyah Ponorogo dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 25 Oktober 2008 di Dome Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Pada acara tersebut telah diwisuda sebanyak 316 wisudawan, yang terdiri Fakultas Agama Islam sebanyak 16 wisudawan, FISIP sebanyak 17 wisudawan, FKIP sebanyak 133 wisudawan, Fakultas Ekonomi sebanyak 49 wisudawan, Fakultas Teknik sebanyak 14 wisudawan, dan Fakultas Ilmu Kesehatan sebanyak 87 wisudawan. Selamat dan Semoga Sukses dalam "berbuat" untuk kepentingan Bangsa, Agama, dan Masyarakat. Amin ....
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO, MEMBANGUN MASYARAKAT CENDIKIA ISLAMI
Read More......
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO, MEMBANGUN MASYARAKAT CENDIKIA ISLAMI
MONITORING JPPR 2008 DARI SEKNAS
Pada hari Ahad tanggal 19 Oktober 2008, Seknas JPPR turun ke Kabupaten Ponorogo untuk wilayah Kecamatan Balong dan Babadan dalam rangka monitoring pelaksanaan Pendidikan Pemilih. Monitoring tersebut dilakukan sebagai bahan untuk melakukan evaluasi pelaksanaan Program Pendidikan Pemilih, baik menyangkut alat sosialisasi, pelaksanaan forum warga dan lain sebagainya. Tidak lupa dalam monitoring tersebut juga menghadirkan peserta forum warga untuk dilakukan wawancara.
Read More......
KOORDINASI KORCAM DAN KORDES JPPR 2008
Koordinasi antara Korrdinator Kecamatan dengan Koordinator Desa merupakan salah satu rangkaian kegiatan Pendidikan Pemilih JPPR 2008 di Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo yang ditujukan untuk identifikasi permasalahan di lapangan dan sekaligus pendataan jadual kegiatan Forum Warga yang belum sempat dilaksanakan.
Read More......
POSISI HASIL PENELITIAN TERHADAP KONSEP SOLIDARITAS
Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa jalinan solidaritas kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo tidak hanya terjadi di antara ketua kelompok dengan anggota kelompok tetapi juga terjadi di antara sesama anggota kelompok dan bahkan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Adanya jalinan solidaritas kelompok tersebut terbukti mampu mempengaruhi perkembangan kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo.
Solidaritas antara ketua dengan para anggota kelompok pedagang Warung Angkringan terjadi baik pada saat ketua kelompok memberikan informasi peluang usaha dan perkembangan Warung Angkringan di Kota Ponorogo kepada teman, saudara, atau tetangga di daerah asalnya dan
Solidaritas antara ketua dengan para anggota kelompok pedagang Warung Angkringan terjadi baik pada saat ketua kelompok memberikan informasi peluang usaha dan perkembangan Warung Angkringan di Kota Ponorogo kepada teman, saudara, atau tetangga di daerah asalnya dan
sekaligus mengajak mereka untuk membuka usaha Warung Angkringan di Kota Ponorogo, maupun membantu anggota kelompok yang baru tersebut mencarikan tempat usaha yang strategis, membantu permodalan, penyediaan jajanan dan makanan, dan menyediakan tempat tinggal. Kesediaan pedagang Warung Angkringan yang baru untuk menjadi anggota kelompok harus secara rela mematuhi aturan pembagian kerja yang ada di dalam kelompok tersebut.
Pembagian kerja dalam kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo merupakan komitmen bersama antara ketua dan anggota kelompok. Pedagang Warung Angkringan golongan mandiri secara otomatis menjadi ketua kelompok dan mempunyai anggota sebanyak empat sampai dengan delapan pedagang Warung Angkringan golongan semi mandiri dan atau non mandiri. Ketua kelompok mempunyai wewenang untuk membuat jajanan dan makanan yang akan dijual sendiri maupun akan dijualkan oleh anggota kelompoknya. Besarnya keuntungan yang akan diambil dari hasil penjualan jajanan dan makanan oleh para anggota kelompok biasanya diserahkan sepenuhnya berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat oleh para anggota. Selain membantu dalam penyediaan jajanan dan makanan tersebut, ketua kelompok juga akan membantu para anggotanya untuk mencari lokasi usaha yang strategis dan sekaligus ijinnya, membuatkan gerobak Angkringan bagi anggota yang tidak mempunyai dana untuk membuat sendiri, menyediakan tempat tinggal bagi anggota yang tidak mampu sewa rumah atau kost sendiri.
Solidaritas di antara anggota kelompok pedagang warung Angkringan dalam bentuk saling membantu jika ada yang mempunyai masalah keuangan, membantu dalam setiap acara hajatan seorang anggota kelompok, dan saling mematuhi kesepakatan yang telah dibuat bersama terkait besarnya keuntungan yang akan diambil dalam penjualan jajanan dan makanan. Solidaritas di antara kelompok pedagang Warung Angkringan yang satu dengan kelompok yang lain terjadi dalam bentuk saling menghormati dalam pemilihan lokasi usaha yang strategis yang diusahakan tidak saling berdekatan, kesepakatan pengambilan jajanan dan makanan dari ketua kelompok yang lain pada saat ketua kelompok tidak berjualan, dan saling membantu dan sekaligus menghadiri hajatan yang dilaksanakan oleh pedagang Warung Angkringan dari kelompok yang lain.
Berdasarkan uraian di atas, jalinan solidaritas yang ada dalam kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo berbentuk upaya saling memberikan informasi tentang peluang usaha, membantu pemilihan lokasi usaha yang strategis, membantu permodalan, penyediaan jajanan dan makanan, membantu penyediaan tempat tinggal, saling menjalin hubungan kekeluargaan, dan saling menghormati dan mematuhi kesepakatan yang telah dibuat bersama. Fenomena tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Granovetter pada tahun 1974 (Damsar, 1997: 48), yang menjelaskan bahwa kuatnya suatu ikatan jaringan memudahkan seseorang untuk mengetahui ketersediaan pekerjaan. Dalam hal ini, jaringan sosial juga memainkan peranan penting dalam berimigrasi dan kewiraswastaan imigran. Jaringan tersebut merupakan ikatan antar pribadi yang mengikat para migran melalui kekerabatan dan persahabatan komunitas asal yang sama. Selain itu, kebanyakan kewiraswastaan yang terjadi pada komunitas migran dimudahkan oleh jaringan dari ikatan dalam saling tolong menolong, sirkulasi modal, bantuan dalam hubungan dengan birokrasi.
Solidaritas Mekanik
Fenomena ketua kelompok pedagang Warung Angkringan yang memberikan informasi peluang usaha kepada teman, saudara atau tetangga di daerah asalnya dan sekaligus mengajak mereka untuk membuka usaha Warung Angkringan di Kota Ponorogo, dan berbagai bantuan yang diberikan oleh ketua kelompok kepada para anggota kelompoknya baik berupa permodalan, pemilihan lokasi usaha yang strategis, maupun tempat tinggal, berdasarkan konsep solidaritas yang disampaikan oleh Emile Durkheim, termasuk dalam solidaritas mekanik. Menurut pendapat Emile Durkheim (Doyle Paul Johnson, 1994) bahwa solidaritas mekanik didasarkan pada suatu kesadaran kolektif bersama, yang menunjukkan pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama itu. Solidaritas ini tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama, menganut kepercayaan, dan pola normatif yang sama.
Solidaritas mekanik tersebut tidak hanya terjadi antara ketua kelompok dengan anggota kelompok pedagang Warung Angkringan saja, tetapi juga antar sesama anggota kelompok dan antar kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Solidaritas mekanik antar sesama kelompok berbentuk upaya saling membantu permasalahan keuangan dan membantu serta mendatangi acara hajatan yang dilaksanakan oleh seorang anggota kelompok. Solidaritas mekanik antar kelompok yang satu dengan kelompok yang lain berbentuk upaya saling menghormati dalam pemilihan lokasi usaha yang tidak saling berdekatan dan menghadiri undangan acara hajatan yang dilaksanakan oleh pedagang Warung Angkringan dari kelompok lain.
Solidaritas Organik
Dalam sebuah kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo telah terdapat pembagian kerja yang sangat jelas dan berbagai aturan yang menyangkut di dalam kelompoknya maupun hubungan dengan kelompok lain. Adanya kejelasan dalam pembagian kerja dan aturan yang disepakati, berdasarkan konsep solidaritas dari Emile Durkheim, termasuk dalam solidaritas organik. Menurut pendapat Emile Durkheim (Doyle Paul Johnson, 1994), bahwa solidaritas organik muncul karena pembagian kerja bertambah besar. Solidaritas ini didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan ini bertambah sebagai hasil dari bertambahnya spesialisasi dalam pembagian pekerjaan karena bertambahnya perbedaan di kalangan individu. Dalam solidaritas organik ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat memulihkan (restitutive) dan berfungsi untuk mempertahankan atau melindungi pola saling ketergantungan yang komplek antara berbagai individu yang berspesialisasi atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Sebuah kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo diketuai oleh seorang pedagang Warung Angkringan golongan mandiri dan anggotanya merupakan pedagang golongan semi mandiri dan atau non mandiri. Ketua kelompok mempunyai wewenang untuk membuat jajanan dan makanan yang akan dijual sendiri dan dijualkan oleh para anggota kelompoknya. Bagi anggota kelompok yang tidak mampu membuat gerobak Angkringan sendiri maka dapat menyewa dari ketua kelompok dengan membayar sewa gerobak sebesar Rp 3.000 per hari. Pada saat ketua kelompok tidak memproduksi jajanan dan makanan, sedangkan para anggota kelompok tetap akan berjualan, maka para anggota kelompok tersebut dapat mengambil jajanan dan makanan dari ketua kelompok lain. Namun demikian ketua kelompok sudah mengarahkan para anggotanya untuk mengambil jajanan dan makanan pada ketua kelompok lain tertentu, biasanya adalah ketua kelompok yang masih satu daerah asal. Kejelasan pembagian kerja dan aturan yang disepakati tersebut merupakan gambaran berjalannya solidaritas organik dalam kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo.
Solidaritas dan Modal Sosial
Jalinan solidaritas yang telah berjalan dalam kelompok pedagang Warung Angkringan tersebut di atas merupakan modal sosial yang sangat dibutuhkan untuk mengembangkan usaha mereka di Kota Ponorogo. Kemampuan para pedagang Warung Angkringan dalam mengembangkan usahanya disebabkan mereka membentuk usaha secara berkelompok. Jalinan kepercayaan antar individu telah dibangun sebelum seseorang masuk menjadi anggota kelompok dan tetap terjalin ketika kelompok tersebut telah berkembang dengan baik. Upaya seorang pedagang Warung Angkringan yang sudah lama membuka usaha di Kota Ponorogo dalam memberikan informasi tentang peluang usaha dan perkembangan usaha Warung Angkringan di Kota Ponorogo kepada teman, saudara, atau tetangga di daerah asalnya dan sekaligus mengajak mereka untuk membuka usaha Warung Angkringan merupakan upaya awal untuk meyakinkan dan memberikan suatu kepercayaan kepada seseorang. Jika akhirnya di antara mereka menerima dan mempercayai informasi tersebut dan bersedia datang ke Kota Ponorogo untuk memulai usaha Warung Angkringan maka jalinan hubungan yang saling mempercayai mulai terbentuk. Kesediaan seorang pendatang baru untuk masuk dalam kelompok pedagang Warung Angkringan dan mematuhi aturan yang ada dalam kelompok tersebut, serta upaya ketua kelompok untuk memberikan bantuan dalam pemilihan lokasi usaha yang strategis, bantuan permodalan, maupun bantuan dalam bentuk yang lain kepada para anggota kelompoknya merupakan bentuk-bentuk kepercayaan yang selalu dibangun dalam kelompok tersebut. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Putnam dan Lesser. Menurut pendapat Putman pada tahun 1995 (Bobi B. Setiawan, 2004) bahwa modal sosial merupakan pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki bersama oleh komunitas, serta pola hubungan yang memungkinkan sekelompok individu melakukan satu kegiatan yang produktif. Modal sosial hanya dapat dibangun ketika setiap individu belajar dan mau mempercayai individu lain sehingga mereka bersedia membuat komitmen yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengembangkan bentuk-bentuk hubungan yang saling menguntungkan. Sedangkan pendapat dari Lesser (Bobi B. Setiawan: 2004), bahwa modal sosial sangat penting bagi komunitas karena akan mempermudah akses informasi bagi anggota komunitas, menjadi media pembagian kekuasaan dalam komunitas, mengembangkan solidaritas, memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas, memungkinkan pencapaian bersama, dan membentuk perilaku kebersamaam dan berorganisasi komunitas.
Bobi B. Setiawan, 2004, Ruang Publik dan Modal Sosial: Privatisasi Ruang di Kampung, Universitas Gadjah Mada, dalam Info URDI Volume 17, Yogyakarta
Damsar, 1997, Sosiologi Ekonomi , Cetakan Pertama, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Doyle Paul Johnson, 1994, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Diindonesiakan oleh Robert M. Z. Lawang, Penerbit PT. Gramadia Pustaka Utama, Jakarta.
Read More......
Pembagian kerja dalam kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo merupakan komitmen bersama antara ketua dan anggota kelompok. Pedagang Warung Angkringan golongan mandiri secara otomatis menjadi ketua kelompok dan mempunyai anggota sebanyak empat sampai dengan delapan pedagang Warung Angkringan golongan semi mandiri dan atau non mandiri. Ketua kelompok mempunyai wewenang untuk membuat jajanan dan makanan yang akan dijual sendiri maupun akan dijualkan oleh anggota kelompoknya. Besarnya keuntungan yang akan diambil dari hasil penjualan jajanan dan makanan oleh para anggota kelompok biasanya diserahkan sepenuhnya berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat oleh para anggota. Selain membantu dalam penyediaan jajanan dan makanan tersebut, ketua kelompok juga akan membantu para anggotanya untuk mencari lokasi usaha yang strategis dan sekaligus ijinnya, membuatkan gerobak Angkringan bagi anggota yang tidak mempunyai dana untuk membuat sendiri, menyediakan tempat tinggal bagi anggota yang tidak mampu sewa rumah atau kost sendiri.
Solidaritas di antara anggota kelompok pedagang warung Angkringan dalam bentuk saling membantu jika ada yang mempunyai masalah keuangan, membantu dalam setiap acara hajatan seorang anggota kelompok, dan saling mematuhi kesepakatan yang telah dibuat bersama terkait besarnya keuntungan yang akan diambil dalam penjualan jajanan dan makanan. Solidaritas di antara kelompok pedagang Warung Angkringan yang satu dengan kelompok yang lain terjadi dalam bentuk saling menghormati dalam pemilihan lokasi usaha yang strategis yang diusahakan tidak saling berdekatan, kesepakatan pengambilan jajanan dan makanan dari ketua kelompok yang lain pada saat ketua kelompok tidak berjualan, dan saling membantu dan sekaligus menghadiri hajatan yang dilaksanakan oleh pedagang Warung Angkringan dari kelompok yang lain.
Berdasarkan uraian di atas, jalinan solidaritas yang ada dalam kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo berbentuk upaya saling memberikan informasi tentang peluang usaha, membantu pemilihan lokasi usaha yang strategis, membantu permodalan, penyediaan jajanan dan makanan, membantu penyediaan tempat tinggal, saling menjalin hubungan kekeluargaan, dan saling menghormati dan mematuhi kesepakatan yang telah dibuat bersama. Fenomena tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Granovetter pada tahun 1974 (Damsar, 1997: 48), yang menjelaskan bahwa kuatnya suatu ikatan jaringan memudahkan seseorang untuk mengetahui ketersediaan pekerjaan. Dalam hal ini, jaringan sosial juga memainkan peranan penting dalam berimigrasi dan kewiraswastaan imigran. Jaringan tersebut merupakan ikatan antar pribadi yang mengikat para migran melalui kekerabatan dan persahabatan komunitas asal yang sama. Selain itu, kebanyakan kewiraswastaan yang terjadi pada komunitas migran dimudahkan oleh jaringan dari ikatan dalam saling tolong menolong, sirkulasi modal, bantuan dalam hubungan dengan birokrasi.
Solidaritas Mekanik
Fenomena ketua kelompok pedagang Warung Angkringan yang memberikan informasi peluang usaha kepada teman, saudara atau tetangga di daerah asalnya dan sekaligus mengajak mereka untuk membuka usaha Warung Angkringan di Kota Ponorogo, dan berbagai bantuan yang diberikan oleh ketua kelompok kepada para anggota kelompoknya baik berupa permodalan, pemilihan lokasi usaha yang strategis, maupun tempat tinggal, berdasarkan konsep solidaritas yang disampaikan oleh Emile Durkheim, termasuk dalam solidaritas mekanik. Menurut pendapat Emile Durkheim (Doyle Paul Johnson, 1994) bahwa solidaritas mekanik didasarkan pada suatu kesadaran kolektif bersama, yang menunjukkan pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama itu. Solidaritas ini tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama, menganut kepercayaan, dan pola normatif yang sama.
Solidaritas mekanik tersebut tidak hanya terjadi antara ketua kelompok dengan anggota kelompok pedagang Warung Angkringan saja, tetapi juga antar sesama anggota kelompok dan antar kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Solidaritas mekanik antar sesama kelompok berbentuk upaya saling membantu permasalahan keuangan dan membantu serta mendatangi acara hajatan yang dilaksanakan oleh seorang anggota kelompok. Solidaritas mekanik antar kelompok yang satu dengan kelompok yang lain berbentuk upaya saling menghormati dalam pemilihan lokasi usaha yang tidak saling berdekatan dan menghadiri undangan acara hajatan yang dilaksanakan oleh pedagang Warung Angkringan dari kelompok lain.
Solidaritas Organik
Dalam sebuah kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo telah terdapat pembagian kerja yang sangat jelas dan berbagai aturan yang menyangkut di dalam kelompoknya maupun hubungan dengan kelompok lain. Adanya kejelasan dalam pembagian kerja dan aturan yang disepakati, berdasarkan konsep solidaritas dari Emile Durkheim, termasuk dalam solidaritas organik. Menurut pendapat Emile Durkheim (Doyle Paul Johnson, 1994), bahwa solidaritas organik muncul karena pembagian kerja bertambah besar. Solidaritas ini didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan ini bertambah sebagai hasil dari bertambahnya spesialisasi dalam pembagian pekerjaan karena bertambahnya perbedaan di kalangan individu. Dalam solidaritas organik ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat memulihkan (restitutive) dan berfungsi untuk mempertahankan atau melindungi pola saling ketergantungan yang komplek antara berbagai individu yang berspesialisasi atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Sebuah kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo diketuai oleh seorang pedagang Warung Angkringan golongan mandiri dan anggotanya merupakan pedagang golongan semi mandiri dan atau non mandiri. Ketua kelompok mempunyai wewenang untuk membuat jajanan dan makanan yang akan dijual sendiri dan dijualkan oleh para anggota kelompoknya. Bagi anggota kelompok yang tidak mampu membuat gerobak Angkringan sendiri maka dapat menyewa dari ketua kelompok dengan membayar sewa gerobak sebesar Rp 3.000 per hari. Pada saat ketua kelompok tidak memproduksi jajanan dan makanan, sedangkan para anggota kelompok tetap akan berjualan, maka para anggota kelompok tersebut dapat mengambil jajanan dan makanan dari ketua kelompok lain. Namun demikian ketua kelompok sudah mengarahkan para anggotanya untuk mengambil jajanan dan makanan pada ketua kelompok lain tertentu, biasanya adalah ketua kelompok yang masih satu daerah asal. Kejelasan pembagian kerja dan aturan yang disepakati tersebut merupakan gambaran berjalannya solidaritas organik dalam kelompok pedagang Warung Angkringan di Kota Ponorogo.
Solidaritas dan Modal Sosial
Jalinan solidaritas yang telah berjalan dalam kelompok pedagang Warung Angkringan tersebut di atas merupakan modal sosial yang sangat dibutuhkan untuk mengembangkan usaha mereka di Kota Ponorogo. Kemampuan para pedagang Warung Angkringan dalam mengembangkan usahanya disebabkan mereka membentuk usaha secara berkelompok. Jalinan kepercayaan antar individu telah dibangun sebelum seseorang masuk menjadi anggota kelompok dan tetap terjalin ketika kelompok tersebut telah berkembang dengan baik. Upaya seorang pedagang Warung Angkringan yang sudah lama membuka usaha di Kota Ponorogo dalam memberikan informasi tentang peluang usaha dan perkembangan usaha Warung Angkringan di Kota Ponorogo kepada teman, saudara, atau tetangga di daerah asalnya dan sekaligus mengajak mereka untuk membuka usaha Warung Angkringan merupakan upaya awal untuk meyakinkan dan memberikan suatu kepercayaan kepada seseorang. Jika akhirnya di antara mereka menerima dan mempercayai informasi tersebut dan bersedia datang ke Kota Ponorogo untuk memulai usaha Warung Angkringan maka jalinan hubungan yang saling mempercayai mulai terbentuk. Kesediaan seorang pendatang baru untuk masuk dalam kelompok pedagang Warung Angkringan dan mematuhi aturan yang ada dalam kelompok tersebut, serta upaya ketua kelompok untuk memberikan bantuan dalam pemilihan lokasi usaha yang strategis, bantuan permodalan, maupun bantuan dalam bentuk yang lain kepada para anggota kelompoknya merupakan bentuk-bentuk kepercayaan yang selalu dibangun dalam kelompok tersebut. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Putnam dan Lesser. Menurut pendapat Putman pada tahun 1995 (Bobi B. Setiawan, 2004) bahwa modal sosial merupakan pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki bersama oleh komunitas, serta pola hubungan yang memungkinkan sekelompok individu melakukan satu kegiatan yang produktif. Modal sosial hanya dapat dibangun ketika setiap individu belajar dan mau mempercayai individu lain sehingga mereka bersedia membuat komitmen yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengembangkan bentuk-bentuk hubungan yang saling menguntungkan. Sedangkan pendapat dari Lesser (Bobi B. Setiawan: 2004), bahwa modal sosial sangat penting bagi komunitas karena akan mempermudah akses informasi bagi anggota komunitas, menjadi media pembagian kekuasaan dalam komunitas, mengembangkan solidaritas, memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas, memungkinkan pencapaian bersama, dan membentuk perilaku kebersamaam dan berorganisasi komunitas.
Bobi B. Setiawan, 2004, Ruang Publik dan Modal Sosial: Privatisasi Ruang di Kampung, Universitas Gadjah Mada, dalam Info URDI Volume 17, Yogyakarta
Damsar, 1997, Sosiologi Ekonomi , Cetakan Pertama, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Doyle Paul Johnson, 1994, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Diindonesiakan oleh Robert M. Z. Lawang, Penerbit PT. Gramadia Pustaka Utama, Jakarta.
LEBARAN DI TELAGA NGEBEL
Telaga Ngebel Ponorogo merupakan salah satu tempat favorit masyarakat Ponorogo dan sekitarnya sebagai salah satu obyek pariwisata. Dengan kondisi udara yang dingin, tersedianya perahu yang dapat mengelilingi telaga, tempat bermain anak-anak, banyaknya penjual buah-bahan, dan makanan ikan nila dan ikan ngongok menjadi telaga Ngebel banyak dikunjungi masyarakat. Pada Hari Raya Idul Fitri 1429 H kemarin jumlah masyarakat yang berkunjung ke telaga Ngebel sangat banyak dan bahkan sampai hari ke tujuh masih tetap banyak pengunjungnya. Jadi jika datang ke Kota Ponorogo, rasanya tidak ada kesannya jika tidak mengunjungi telaga Ngebel sambil menikmati makanan khas ikan nila atau ikan ngongok dan membawa oleh-oleh berupa buah-buahan, misalnya manggis, apokat, durian dan lain-lain.
Read More......
KEGIATAN MUSDES APP BULAN SEPTEMBER 2008
Rangkaian Musyawarah Desa (Musdes) yang dilaksanakan pada bulan September 2008 adalah tanggal 3 September 2008 di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Bidang Pertanian (Pengadaan Pupuk); tanggal 5 September 2008 di Desa Ngunut Kecamatan Babadan Bidang UMKM; tanggal 8 September 2008 di Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Bidang Perikanan (Ikan Lele); tanggal 10 September 2008 di Desa Tulung Kecamatan Sampung Bidang Peternakan (Budidaya Sapi); tanggal 14 September 2008 di Desa Dayakan Kecamatan Badegan Bidang Perindustrian (Pertukangan atau Mebeller); dan tanggal 15 September 2008 di Desa Sendang Kecamatan Jambon Bidang Pertanian (Pengadaan Pupuk, Benih, Obat-Obatan)
Salah satu yang diputuskan dalam musdes tersebut adalah nama pengurus dan anggota pokmas untuk diterbitkan SK Kepala Desa tentang pengurus dan anggota pokmas APP 2008. Dengan selesainya musdes maka pengurus melanjutkan kegiatan untuk menyusun Rencana Usulan Kegiatan dan Bussiness Plan.
Read More......
Salah satu yang diputuskan dalam musdes tersebut adalah nama pengurus dan anggota pokmas untuk diterbitkan SK Kepala Desa tentang pengurus dan anggota pokmas APP 2008. Dengan selesainya musdes maka pengurus melanjutkan kegiatan untuk menyusun Rencana Usulan Kegiatan dan Bussiness Plan.
TRAINING KORCAM PROGRAM PENDIDIKAN PEMILIH
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) pada tahun 2008 mengeluarkan Program Pendidikan Pemilih. Program ini diharapkan akan mampu membuka wawasan dan kesadaran masyarakat dalam menngunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2009. Yang perlu diingatkan adalah bahwa "SUARA KITA, MASA DEPAN BANGSA". Di Kabupaten Ponorogo yang ditunjuk sebagai Koordinator Kabupaten adalah Drs. Rido Kurnianto, MAg (Ketua LPPM Universitas Muhammadiyah Ponorogo). Wilayah kecamatan yang dipilih sebagai lokasi program adalah sebanyak 5 kecamatan, yaitu Balong, Jetis, Babadan, Jenangan, dan Siman. Setiap kecamatan tersebut ditunjuk seorang Koordinator Kecamatan (Korcam). Masing-masing Korcam dalam kerjanya akan mengkoordinir 15 Koordinator Desa (Kordes), dan masing-masing Kordes akan melaksanakan kegiatan Forum Desa yang anggotanya minimal 30 orang. Pada tanggal 6-7 September 2008 telah dilaksanakan Training untuk Koordinator Kecamatan di Universitas Muhammadiyah Ponorogo, dengan nara sumber dari Koordinator Kabupaten dan dari KPUD Kabupaten Ponorogo.
Read More......
MUSYAWARAH DESA : PROGRAM ANTI KEMISKINAN
Pada tahun 2008, Kabupaten Ponorogo menggulirkan Program Anti Kemiskinan atau Anti Poverty Program (APP) dengan sumber dana dari APBD Kabupaten Ponorogo. Penentuan bidang yang akan dikembangkan oleh masing-masing desa penerima program telah disesuaikan dengan apa yang tertuang dalam RPJMD yang dibuat oleh masing-masing desa tersebut. Dengan besarnya dana untuk masing-masing desa sebesar Rp 50.000.000,- diharapkan akan mampu meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat dan sekaligus akan mengurangi angka kemiskinan di desa tersebut. Saat ini pelaksanaan APP sudah memasuki tahapan Musyawarah Desa (Musdes) Perencanaan, yang bertujuan untuk penetapan pengurus berserta anggota pokmas dan membuat berbagai kesepakatan untuk menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK) dan Rencana Bisnis.
Read More......
SELAMAT JALAN MBAH WO KUCING
Seluruh masyarakat Ponorogo, khususnya pecinta Seni Reyog Ponorogo, sangat kehilangan salah satu tokoh pelestari Reyog Ponorogo. Warok Kasni Gunopati atau dikenal dengan Mbah Wo Kucing telah meninggal dunia tanggal 13 Agustus 2008 pada usia 84 tahun di Desa Kauman Sumoroto. Semoga Allah SWT menerima beliau, mengampuni segala dosa, dan membalas semua amal ibadahnya, Amin ....
Insya Allah seluruh warga Ponorogo akan tetap melestarikan kesenian Reyog Ponorogo. Selamat jalan Mbah Wo Kucing .....
Read More......
Insya Allah seluruh warga Ponorogo akan tetap melestarikan kesenian Reyog Ponorogo. Selamat jalan Mbah Wo Kucing .....
METODE PENGAMBILAN DATA (Materi VII)
Data merupakan salah satu komponen penelitian, artinya tanpa data tidak akan ada penelitian. Data dalam penelitian harus valid atau benar karena jika tidak valid maka akan menghasilkan informasi dan kesimpulan yang keliru atau salah. Oleh sebab itu diperlukan teknik pengambilan data secara benar. Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data adalah :
ANGKET (KUESIONER) : Merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut. Daftar pertanyaan dapat bersifat “terbuka”, yaitu jika jawaban tidak ditentukan sebelumnya oleh peneliti dan dapat bersifat “tertutup”, yaitu alternatif jawaban sudah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Sedangkan instrumen daftar pertanyaan dapat berupa pertanyaan (berupa isian yang akan diisi oleh responden), checklist (berupa pilihan dengan cara memberi tanda pada kolom yang disediakan) dan skala (berupa pilihan dengan memberi tanda pada kolom berdasarkan tingkatan tertentu).
Terdapat 4 (empat) komponen inti dari sebuah kuesioner, yaitu :
Adanya subyek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian.
Adanya ajakan, yaitu permohonan dari peneliti kepada responden untuk turut serta mengisi atau menjawab pertanyaan secara aktif dan obyektif
Adanya petunjuk pengisian kuesioner, yaitu petunjuk yang tersedia harys mudah dimengerti dan tidak bias (mempunyai persepsi yang macam-macam)
Adanya pertanyaan atau pernyataan beserta tempat untuk mengisi jawaban, baik secara tertutup maupun terbuka. Dalam membuat kuesioner harus ada identitas responden (nama responden dapat tidak dicantumkan)
WAWANCARA : Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain
OBSERVASI : Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap obyek penelitian. Instrumen yang dapat digunakan adalah lembar pengamatan, panduan pengamatan dll.
TES : Untuk mengumpulkan data yang sifatnya mengevaluasi hasil suatu proses atau untuk mengetahui kondisi awal sebelum terjadinya suatu proses maka digunakan pre test (sebelum proses) dan sesudah proses digunakan post test (setelah proses).
Read More......
ANGKET (KUESIONER) : Merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut. Daftar pertanyaan dapat bersifat “terbuka”, yaitu jika jawaban tidak ditentukan sebelumnya oleh peneliti dan dapat bersifat “tertutup”, yaitu alternatif jawaban sudah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Sedangkan instrumen daftar pertanyaan dapat berupa pertanyaan (berupa isian yang akan diisi oleh responden), checklist (berupa pilihan dengan cara memberi tanda pada kolom yang disediakan) dan skala (berupa pilihan dengan memberi tanda pada kolom berdasarkan tingkatan tertentu).
Terdapat 4 (empat) komponen inti dari sebuah kuesioner, yaitu :
Adanya subyek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian.
Adanya ajakan, yaitu permohonan dari peneliti kepada responden untuk turut serta mengisi atau menjawab pertanyaan secara aktif dan obyektif
Adanya petunjuk pengisian kuesioner, yaitu petunjuk yang tersedia harys mudah dimengerti dan tidak bias (mempunyai persepsi yang macam-macam)
Adanya pertanyaan atau pernyataan beserta tempat untuk mengisi jawaban, baik secara tertutup maupun terbuka. Dalam membuat kuesioner harus ada identitas responden (nama responden dapat tidak dicantumkan)
WAWANCARA : Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain
OBSERVASI : Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap obyek penelitian. Instrumen yang dapat digunakan adalah lembar pengamatan, panduan pengamatan dll.
TES : Untuk mengumpulkan data yang sifatnya mengevaluasi hasil suatu proses atau untuk mengetahui kondisi awal sebelum terjadinya suatu proses maka digunakan pre test (sebelum proses) dan sesudah proses digunakan post test (setelah proses).
POPULASI DAN METODE SAMPLING (Materi VI)
Dalam dunia penelitian kata populasi digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok obyek yang menjadi sasaran penelitian atau merupakan keseluruhan (universum) dari obyek penelitian. Berdasarkan penentuan sumber data, populasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu Populasi Terbatas (populasi yang memiliki sumber data yang jelas batas-batasnya secara kuantitatif) dan Populasi Tak Terhingga (populasi yang memiliki sumber data yang tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara kuantitatif dan hanya dapat dijelaskan secara kualitatif).
Dilihat dari kompleksitas obyek populasi, maka populasi dapat dibedakan menjadi Populasi Homogen (keseluruhan individu yang menjadi anggota populasi memiliki sifat-sifat yang relatif sama antara yang satu dnegan yang lain dan mempunyai ciri tidak terdapat perbedaan hasil tes dari jumlah tes populasi yang berbeda) dan Populasi Heterogen (keseluruhan individu anggota populasi relatif mempunyai sifat-sifat individu dan sifat-sifat tersebut yang membedakan antara individu anggota populasi yang satu dengan yang lain).
Walaupun populasi penelitian memiliki beberapa sifat yang tidak jarang membingungkan, tetapi menjadi tugas peneliti utnuk memberikan batasan yang tegas terhadap setiap obyek yang menjadi populasi penelitiannya. Pembatasan dimaksud harus berpedoman terhadap tujuan dan permasalahan penelitian. Oleh karena itu, dengan pembatasan populasi penelitian akan memudahkan di dalam memberikan ciri atau sifat-sifat dari populasi tersebut dan akhirnya akan memberikan keuntungan dalam penarikan sampel penelitian.
Dalam membangun generalisasi hasil penelitian biasanya digunakan teknik analisis statistik inferensial untuk membuktikan kebenaran dari hukum kemungkinan. Atau dengan kata lain, apabila suatu penelitian menggunakan sampel penelitian, maka penelitian tersebut menganalisis hasil penelitiannya melalui statistik inferensial dan berarti hasil penelitian tersebut merupakan suatu generalisasi. Untuk mendapatkan generalisasi yang baik, disamping harus memperhatikan tata cara penarikan kesimpulan, bobot sampel penelitian harus dapat dipertanggungjawabkan, sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian benar-benar mampu mewakili setiap unit populasi.
Dalam kasus populasi homogen, penarikan sampel penelitian tidak terlalu sulit dan dapat dilakukan dengan cara pengundian atau secara acak (random). Lain halnya dengan populasi hiterogen, pengambilan sampel tidak dapat dilakukan sebagaimana dalam populasi homogen dan membutuhkan teknik-teknik khusus yang sejalan dengan sifat populasi hiterogen tersebut. Selain itu, ketepatan penarikan kesimpulan penelitian tidak selalu terkait dengan besar kecilnya jumlah sampel penelitian yang diambil, tetapi yang mampu menjamin ketepatan kesimpulan tersebut adalah sampel penelitian harus benar-benar representatif. Jadi tidak ada gunanya mengambil sampel penelitian yang cukup besar jika diambil dari populasi yang tidak representatif.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sampel penelitian adalah :
Derajat keseragaman (degree of homogeneity) populasi. Populasi yang homogen cenderung memudahkan penarikan sampel dan semakin homogen populasi maka memungkinkan penggunaan sampel penelitian yang kecil. Sebaliknya jika populasi heterogen, maka terdapat kecenderungan menggunakan sampel penelitian yang besar. Atau dengan kata lain, semakin komplek derajat keberagaman maka semakin besar pula sampel penelitiannya.
Derajat kemampuan peneliti mengenal sifat-sifat populasi.
Presisi (kesaksamaan) yang dikehendaki peneliti. Dalam populasi penelitian yang amat besar, biasanya derajat kemampuan peneliti untuk mengenali sifat-sifat populasi semakin kecil. Oleh karena itu, untuk menghindari kebiasan sampel maka dilakukan jalan pintas, yaitu memperbesar jumlah sampel penelitian. Artinya, apabila suatu penelitian menghendaki derajat presisi yang tinggi maka merupakan keharusan untuk menggunakan sampel penelitian yang besar. Yang perlu mendapat pertimbangan di sini adalah presisi juga tergantung pada tenaga, waktu, dan biaya yang cukup besar. Menurut HM. Rahmady Radiany (dikutip Burhan Bungin; 2005: 105) rumus perhitungan besaran sampel adalah : n = (N) / [(N (d)2 + 1)] . Keterangan : n : Jumlah sampel yang dicari; N : Jumlah populasi d : Nilai Presisi (misal sebesar 90% maka d = 0,1)
Penggunaan teknik sampling yang tepat. Untuk mendapatkan sampel yang representatif, penggunaan teknik sampling haruslah tepat. Apabila salah dalam menggunakan teknik sampling maka akan salah pula dalam memperoleh sampel dan akhirnya sampel tidak dapat representatif.
Untuk mendapatkan sampel yang representatif, beberapa teknik pengambilan sampel yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
PENGAMBILAN SAMPEL PROBABILITAS (ACAK)
Adalah suatu metode pemilihan ukuran sampel dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Husein Umar: 1999). Terdapat tiga cara pengambilan sampel dengan metode acak, yaitu :
Simpel Random Sampling. a. Cara Undian, yaitu memberi nomor seluruh populasi dan dilakukan pengundian secara acak; b. Cara Tabel Bilangan Random, yaitu suatu tabel yang terdiri dari bilangan-bilangan yang disajikan dengan sangat berurutan. Populasi diberi nomor urut dahulu dan dilakukan pengacakaan antara nomor pupolasi dengan tabel acak; dan c. Cara Sistematik / Ordinal, yaitu pemilihan sampel dimana yang pertama secara acak dan selanjutnya pemilihan sampel berdasarkan interval tertentu
Cara Stratifikasi (Stratified Random Sampling). Populasi yang dianggap hiterogen, berdasarkan karakteristik tertentu, dikelompokkan dalam beberapa sub populasi sehingga setiap sub populasi menjadi lebih homogen dan setelah itu masing-masing sub diambil sampelnya secara acak.
Cara Kluster (Cluster Sampling). Pengambilan sampel cara kluster hampir sama dengan cara stratifikasi, tetapi yang membedakan pembagian sub populasi masih homogen, misalnya berdasarkan wilayah atau letak geografis, dan kemudian dari sub populasi tersebut diambil sampel secara acak
PENGAMBILAN SAMPEL NON-PROBABILITAS / NON-ACAK
Pengambilan sampel dengan non acak dilakukan jika semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel, misalnya terdapat bagian populasi yang dengan sengaja tidak dijadikan anggota sampel yang mewakili populasi. Terdapat enam cara pengambilan sapel secara non acak (Husein Umar: 1999), yaitu :
Cara Keputusan (Judgment Sampling), yaitu pengambilan sampel dengan terlebih dahulu memutuskan jumlah maupun sampel yang akan diambil dengan tujuan tertentu
Cara Kuota (Qouta Sampling), yaitu jika penelitian untuk mengkaji fenomena tertentu maka responden yang akan dipilih adalah yang diperkirakan dapat menjawab semua permasalahan yang terkait dengan penelitian
Cara Dipermudah (Convinience Sampling), yaitu peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa yang akan dijadikan sampel atau yang akan ditemui sebagai responden
Cara Bola Salju (Snowball Sampling), yaitu penentuan sampel yang semula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih responden lain yang dianggap tahu terkait dengan permasalahn yang diteliti untuk dijadikan sampel lagi dan seterusnya
Area Sampling, yaitu populasi dibagi menjadi sub populasi dan sub populasi dibagi menjadi sub-sub populasi sampai dengan sub yang terkecil dan baru diambil sampel untuk masuk ke bagian populasi yang lebih besar dan dari bagian populasi yang besar juga diambil sampelnya
Purposive Sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya
PROSES PENELITIAN KUANTITATIF (Materi V)
Walaupun masing-masing peneliti mendefinisikan proses penelitian kuantitatif melalui aktivitas yang berbeda-beda, tetapi secara substansi proses penelitian tersebut terdiri dari aktivitas yang berurutan (Burhan Bungin; 2005), yaitu sebagai berikut :
Mengeksploitasi, perumusan, dan penentuan masalah yang akan diteliti. Penelitian kuantitatif dimulai dengan kegiatan menjajaki permasalahan yang akan menjadi pusat perhatian peneliti dan kemudian peneliti mendefinisikan serta menformulasikan masalah penelitian tersebut dengan jelas sehingga mudah dimengerti.
Mendesain model penelitian dan paramater penelitian. Setelah masalah penelitian diformulasikan maka peneliti mendesain rancangan penelitian, baik desain model maupun penentuan parameter penelitian, yang akan menuntun pelaksanaan penelitian mulai awal sampai akhir penelitian.
Mendesain instrumen pengumulan data penelitian. Agar dapat melakukan pengumpulan data penelitian yag sesuai dengan tujuan penelitian, maka desain instrumen pengumpulan data menjadi alat perekam data yang sangat penting di lapangan.
Mengumpulkan data penelitian dari lapangan.
Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian. Data yang dikumpulkan dari lapangan diolah dan dianalisis untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan, yang diantaranya kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis penelitian.
Mendesain laporan hasil penelitian. Pada tahap akhir, agar hasil penelitian dapat dibaca, dimengerti dan diketahui oleh masyarakat luas, maka hasil penelitian tersebut disusun dalam bentuk laporan hasil penelitian.
Menurut Hasan Suryono (1997) proses penelitian kuantitatif dengan ciri-ciri pokok sebagai berikut :
Cara samplingnya berlandaskan pada asas random.
Instrumen sudah dipersiapkan sebelumnya dan di lapangan tinggal pakai.
Jenis data yang diperoleh dengan instrumen-instrumen sebagian besar berupa angka atau yang diangkakan.
Teknik pengumpulan datanya memungkinkan diperoleh data dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat.
Teknik analisis yang dominan adalah teknik statistik.
Sifat dasar analisis penelitian deduktif dan sifat penyimpulan mengarah ke generalisasi.
Menurut Husein Umar (1999) langkah penelitian ilmiah dengan menggunakan proses penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut :
Mendefinisikan dan merumuskan masalah, yaitu masalah yang dihadapi harus dirumuskan dengan jelas, misalnya dengan 5 W dan 1 H (what, why, where, who, when dan how)
Studi Pustaka, mencari acuan teori yang relevan dengan permasalahan dan juga diperlukan jurnal atau penelitian yang relevan
Memformulasikan Hipotesis yang diajukan
Menentukan Model, sebagai penyerdahaan untuk dapat membayangkan kemungkinan setelah terdapat asumsi-asumsi
Mengumpulkan Data, dengan menggunakan metode pengumpulan data yang sesuai dan terkait dengan metode pengambilan sampel yang digunakan
Mengolah dan Menyajikan Data, dengan menggunakan metode analisis data yang sesuai dengan tujuan dan sasaran penelitian
Menganalisa dan Menginterprestasikan hasil pengolahan data (menguji hipotesis yang diajukan)
Membuat Generalisasi (kesimpulan) dan Rekomendasi (saran)
Membuat Laporan Akhir hasil penelitian
Read More......
Mengeksploitasi, perumusan, dan penentuan masalah yang akan diteliti. Penelitian kuantitatif dimulai dengan kegiatan menjajaki permasalahan yang akan menjadi pusat perhatian peneliti dan kemudian peneliti mendefinisikan serta menformulasikan masalah penelitian tersebut dengan jelas sehingga mudah dimengerti.
Mendesain model penelitian dan paramater penelitian. Setelah masalah penelitian diformulasikan maka peneliti mendesain rancangan penelitian, baik desain model maupun penentuan parameter penelitian, yang akan menuntun pelaksanaan penelitian mulai awal sampai akhir penelitian.
Mendesain instrumen pengumulan data penelitian. Agar dapat melakukan pengumpulan data penelitian yag sesuai dengan tujuan penelitian, maka desain instrumen pengumpulan data menjadi alat perekam data yang sangat penting di lapangan.
Mengumpulkan data penelitian dari lapangan.
Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian. Data yang dikumpulkan dari lapangan diolah dan dianalisis untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan, yang diantaranya kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis penelitian.
Mendesain laporan hasil penelitian. Pada tahap akhir, agar hasil penelitian dapat dibaca, dimengerti dan diketahui oleh masyarakat luas, maka hasil penelitian tersebut disusun dalam bentuk laporan hasil penelitian.
Menurut Hasan Suryono (1997) proses penelitian kuantitatif dengan ciri-ciri pokok sebagai berikut :
Cara samplingnya berlandaskan pada asas random.
Instrumen sudah dipersiapkan sebelumnya dan di lapangan tinggal pakai.
Jenis data yang diperoleh dengan instrumen-instrumen sebagian besar berupa angka atau yang diangkakan.
Teknik pengumpulan datanya memungkinkan diperoleh data dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat.
Teknik analisis yang dominan adalah teknik statistik.
Sifat dasar analisis penelitian deduktif dan sifat penyimpulan mengarah ke generalisasi.
Menurut Husein Umar (1999) langkah penelitian ilmiah dengan menggunakan proses penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut :
Mendefinisikan dan merumuskan masalah, yaitu masalah yang dihadapi harus dirumuskan dengan jelas, misalnya dengan 5 W dan 1 H (what, why, where, who, when dan how)
Studi Pustaka, mencari acuan teori yang relevan dengan permasalahan dan juga diperlukan jurnal atau penelitian yang relevan
Memformulasikan Hipotesis yang diajukan
Menentukan Model, sebagai penyerdahaan untuk dapat membayangkan kemungkinan setelah terdapat asumsi-asumsi
Mengumpulkan Data, dengan menggunakan metode pengumpulan data yang sesuai dan terkait dengan metode pengambilan sampel yang digunakan
Mengolah dan Menyajikan Data, dengan menggunakan metode analisis data yang sesuai dengan tujuan dan sasaran penelitian
Menganalisa dan Menginterprestasikan hasil pengolahan data (menguji hipotesis yang diajukan)
Membuat Generalisasi (kesimpulan) dan Rekomendasi (saran)
Membuat Laporan Akhir hasil penelitian
GELAR BUDAYA II TAHUN 2008 (Gambar 3)
Dalam Gelar Budaya II Tahun 2008 Kabupaten Ponorogo tidak ketinggalan Universitas Muhammadiyah Ponorogo dengan Simo Budi Utomo-nya menampilkan Reyog Ponorogo dan membawa Dadag Merak sebanyak empat Dadag Merak. Simo Budi Utomo merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Muhammadiyah Ponorogo yang berupaya menjadi pelestari budaya lokal. Berbagai prestasi yang telah diraih sudah sangat banyak dan hal tersebut merupakan kebanggaan Kabupaten Ponorogo atas kepedulian perguruan tinggi dalam melestarikan budaya lokal.
Read More......
GELAR BUDAYA II TAHUN 2008 (Gambar 2)
Gelar Budaya II Tahun 2008 Kabupaten Ponorogo tidak hanya diikuti dari kesenian lokal dari Ponorogo tetapi juga diikuti dari kabupaten lain, misalnya Kabupaten Tulungagung, ISI Yogyakarta, Banyuwangi, Magelang, Surabaya, dan lain-lain.
Read More......
GELAR BUDAYA II TAHUN 2008 (Gambar 1)
Gelar Budaya II Tahun 2008 diselenggarakan untuk memperingati Hari Jadi Kabupaten Ponorogo ke 512. Gelar Budaya tersebut sebagai upaya melestarikan dan sekaligus mengenalkan berbagai kekayaan budaya lokal. Selain Reyog Ponorogo, Kabupaten Ponorogo juga mempunyai kekayaan budaya lokal berupak Kesenian Onta-Ontanan, Gajah-Gajahan, Jaran Thik, Musik Odrog dan lain-lain.
Read More......
RAGAM PENELITIAN KUANTITATIF (Materi IV)
Ragam penelitian dirancang sebesar mungkin dengan tujuan untuk menghindari terjadinya tumpang tindih antara ragam yang satu dengan yang lain. Walaupun demikian, ragam tersebut tidak harus secara mutlak dilakukan dan dalam aplikasinya penggabungan ragam tersebut dapat dimungkinkan dalam suatu penelitian, sehingga antara model penelitian dengan masalah yang dihadapi dapat sesuai. Ragam penelitian kuantitatif berdasarkan jenis penggolongan dapat digambarkan sebagai berikut :
Read More......
FORMAT PENELITIAN KUANTITATIF (Materi III)
Format penelitian kuantitatif tergantung pada permasalahan dan tujuan penelitian itu sendiri. Dalam metodologi penelitian kuantitatif terdapat dua format penelitian, yaitu format deskriptif dan format eksplanasi.
Format Deskriptif : Penelitian kuantitatif dengan mengunakan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat, yang menjadi obyek penelitian ini, berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tersebut. Pada umumnya penelitian ini menggunakan statistik induktif untuk menganalisis data penelitiannya. Format deskriptif ini dapat dilakukan pada penelitian studi kasus dan survei, sehingga terdapat format deskriptif studi kasus dan format deskriptif survei.
Format deskriptif studi kasus memiliki ciri-ciri yang tidak menyebar, tetapi lebih memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai variabel, sehingga memungkinkan studi yang dilakukan dapat mendalam terhadap sasaran penelitian. Untuk mencapai maksud tersebut, peneliti membutuhkan waktu yang relatif lama dalam penelitiannya. Disamping itu, ciri lain dari deskriptif studi kasus adalah merupakan penelitian eksplorasi dan memainkan peran yang sangat penting dalam menciptakan hipotesis atau pemahaman orang tentang berbagai variabel yang diteliti. Penelitian ini sesungguhnya hanya menggunakan kasus tertentu atau sebuah wilayah tertentu sebagai obyek penelitian, sehingga bersifat kasuistik terhadap obyek penelitian.
Format deskriptif survei memiliki ciri yang berlainan dengan studi kasus, tetapi sifatnya yang deskriptif membuat penelitian ini tidak jauh beda dengan studi kasus. Pada survei ciri penyebaran ditonjolkan dihampir semua pengungkapannya, dan karena populasinya yang luas menyebabkan penelitian ini tidak mampu mencapai data yang mendalam, sebagaimana studi kasus. Ketidakmampuan tersebut menyebabkan survei bersifat dangkal dan hanya dipermukaan saja, akan tetapi dengan survei memungkinkan mengeneralisasi suatu gejala tertentu terhadap gejala yang populasinya lebih besar. Dengan populasi yang besar tersebut maka dimungkinkan untuk menggunakan sampel dalam suatu penelitian sehingga akan meringankan peneliti.
Format Eksplanasi : Format Eksplanasi dimaksudkan untuk menjelaskan suatu generalisasi sampel terhadap populasinya atau menjelaskan hubungan, perbedaan atau pengaruh dari satu variabel terhadap veriabel yang lain. Oleh karena itu, dalam format eksplanasi peneliti menggunakan sampel dan hipotesis penelitian. Beberapa pendapat para ahli juga mengatakan bahwa penelitian eksplanasi dapat digunakan untuk mengembangkan dan menyempurnakan teori, dan disamping itu penelitian eksplanasi juga memiliki kredibilitas untuk mengukur, menguji hubungan sebab akibat dari dua atau lebih variabel dengan menggunakan analisis statistik inferensial (induktif).
Penelitian dengan format eksplanasi dapat dilakukan dengan survei dan eksperimen. Dalam format eksplanasi survey, peneliti diwajibkan membangun hipotesis penelitian dan mengujinya di lapangan, karena format ini bertujuan mencari hubungan sebab akibat dari variabel-variabel yang diteliti. Dengan demikian, alat utama yang digunakan untuk analisis data adalah statistik inferensial. Sedangkan format eksplanasi eksperimen, disamping memiliki sifat-sifat yang hampir sama dengan eksplanasi survei, juga lebih bersifat laboratoris, artinya dalam eksperimen mengutamakan cara-cara memanipulasi obyek penelitian yang dilakukan sedemikian rupa untuk tujuan penelitian. Dalam penelitian eksplanasi eksperimen terdapat variabel yang dimanipulasi dan variabel yang tidak dimanipulasi, selain itu untuk mengontrol pengaruh kedua varibel tersebut digunakan variabel kontrol.
Read More......
Format Deskriptif : Penelitian kuantitatif dengan mengunakan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat, yang menjadi obyek penelitian ini, berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tersebut. Pada umumnya penelitian ini menggunakan statistik induktif untuk menganalisis data penelitiannya. Format deskriptif ini dapat dilakukan pada penelitian studi kasus dan survei, sehingga terdapat format deskriptif studi kasus dan format deskriptif survei.
Format deskriptif studi kasus memiliki ciri-ciri yang tidak menyebar, tetapi lebih memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai variabel, sehingga memungkinkan studi yang dilakukan dapat mendalam terhadap sasaran penelitian. Untuk mencapai maksud tersebut, peneliti membutuhkan waktu yang relatif lama dalam penelitiannya. Disamping itu, ciri lain dari deskriptif studi kasus adalah merupakan penelitian eksplorasi dan memainkan peran yang sangat penting dalam menciptakan hipotesis atau pemahaman orang tentang berbagai variabel yang diteliti. Penelitian ini sesungguhnya hanya menggunakan kasus tertentu atau sebuah wilayah tertentu sebagai obyek penelitian, sehingga bersifat kasuistik terhadap obyek penelitian.
Format deskriptif survei memiliki ciri yang berlainan dengan studi kasus, tetapi sifatnya yang deskriptif membuat penelitian ini tidak jauh beda dengan studi kasus. Pada survei ciri penyebaran ditonjolkan dihampir semua pengungkapannya, dan karena populasinya yang luas menyebabkan penelitian ini tidak mampu mencapai data yang mendalam, sebagaimana studi kasus. Ketidakmampuan tersebut menyebabkan survei bersifat dangkal dan hanya dipermukaan saja, akan tetapi dengan survei memungkinkan mengeneralisasi suatu gejala tertentu terhadap gejala yang populasinya lebih besar. Dengan populasi yang besar tersebut maka dimungkinkan untuk menggunakan sampel dalam suatu penelitian sehingga akan meringankan peneliti.
Format Eksplanasi : Format Eksplanasi dimaksudkan untuk menjelaskan suatu generalisasi sampel terhadap populasinya atau menjelaskan hubungan, perbedaan atau pengaruh dari satu variabel terhadap veriabel yang lain. Oleh karena itu, dalam format eksplanasi peneliti menggunakan sampel dan hipotesis penelitian. Beberapa pendapat para ahli juga mengatakan bahwa penelitian eksplanasi dapat digunakan untuk mengembangkan dan menyempurnakan teori, dan disamping itu penelitian eksplanasi juga memiliki kredibilitas untuk mengukur, menguji hubungan sebab akibat dari dua atau lebih variabel dengan menggunakan analisis statistik inferensial (induktif).
Penelitian dengan format eksplanasi dapat dilakukan dengan survei dan eksperimen. Dalam format eksplanasi survey, peneliti diwajibkan membangun hipotesis penelitian dan mengujinya di lapangan, karena format ini bertujuan mencari hubungan sebab akibat dari variabel-variabel yang diteliti. Dengan demikian, alat utama yang digunakan untuk analisis data adalah statistik inferensial. Sedangkan format eksplanasi eksperimen, disamping memiliki sifat-sifat yang hampir sama dengan eksplanasi survei, juga lebih bersifat laboratoris, artinya dalam eksperimen mengutamakan cara-cara memanipulasi obyek penelitian yang dilakukan sedemikian rupa untuk tujuan penelitian. Dalam penelitian eksplanasi eksperimen terdapat variabel yang dimanipulasi dan variabel yang tidak dimanipulasi, selain itu untuk mengontrol pengaruh kedua varibel tersebut digunakan variabel kontrol.
PARADIGMA KUANTITATIF – POSITIVISTIK (Materi II)
Munculnya aliran filsafat positivisme ini dipelopori oleh seorang filsuf yang bernama August Comte (1798 – 1875). Comte jugalah yang menciptakan istilah ”sosiologi” sebagai disiplin ilmu yang mengkaji masyarakat secara ilmiah. Mulai abad 20-an sampai dengan saat ini, aliran positivisme mampu mendominasi wacana ilmu pengetahuan. Aliran ini menetapkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu manusia maupun alam untuk dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan yang benar, yaitu berdasarkan kriteria-kriteria eksplanatoris dan prediktif. Untuk dapat memenuhi kriteria-kriteria dimaksud, maka semua ilmu harus mempunyai pandangan dunia positivistik, yaitu : 1) Objektif. Teori-teori tentang semesta haruslah bebas nilai; 2) Fenomenalisme. Ilmu pengetahuan hanya bicara tentang semesta yang teramati. Substansi metafisis yang diandaikan berada di belakang gejala-gejala penampakan disingkirkan; 3) Reduksionisme. Semesta direduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamati; dan 4) Naturalisme. Alam semesta adalah obyek-obyek yang bergerak secara mekanis seperti bekerjanya jam (Burhan Bungis: 2005; 31-32).
Kekuatan pengaruh aliran positivistik ini dikarenakan adalah klaim-klaim terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu imu pengetahuan haruslah nyata dan positivistik. Klaim-klain tersebut adalah : 1) Klaim Kesatuan Ilmu. Ilmu-ilmu manusia dan alam berada di bawah satu payung paradigma yang sama, yaitu paradigma positivistik; 2) Klaim Kesatuan Bahasa. Bahasa perlu dimurnikan dari konsep-konsep metafisis dengan mengajukan parameter verifikasi; dan 3) Klaim Kesatuan Metode. Metode verifikasi bersifat universal, berlaku baik ilmu-ilmu manusia maupun alam. Aliran positivistik ini akhirnya melahirkan pendekatan-pendekatan paradigma kuantitatif dalam penelitian, dimana obyek penelitian dilihat memiliki keberaturan yang naturalistik, empiris, dan behavioristik, dimana semua obyek penelitian harus dapat direduksi menjadi fakta yang dapat diamati, tidak terlalu mementingkan fakta sebagai makna tetapi mementingkan fenomena yang tampak, serta serba bebas nilai (obyektif) dengan menentang secara tajam sikap subyektif. Tradisi positivistik ini membawa paradigma penelitian sebagai aliran yang berlawanan dengan paradigma kualitatif- fenomenologis.
Sebagai gambaran secara singkat, untuk lebih memperjelas perbedaan penelitian kuantitatif (kuantitatif positivistik) dengan kualitatif (kualitatif fenomenologis) dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Read More......
Kekuatan pengaruh aliran positivistik ini dikarenakan adalah klaim-klaim terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu imu pengetahuan haruslah nyata dan positivistik. Klaim-klain tersebut adalah : 1) Klaim Kesatuan Ilmu. Ilmu-ilmu manusia dan alam berada di bawah satu payung paradigma yang sama, yaitu paradigma positivistik; 2) Klaim Kesatuan Bahasa. Bahasa perlu dimurnikan dari konsep-konsep metafisis dengan mengajukan parameter verifikasi; dan 3) Klaim Kesatuan Metode. Metode verifikasi bersifat universal, berlaku baik ilmu-ilmu manusia maupun alam. Aliran positivistik ini akhirnya melahirkan pendekatan-pendekatan paradigma kuantitatif dalam penelitian, dimana obyek penelitian dilihat memiliki keberaturan yang naturalistik, empiris, dan behavioristik, dimana semua obyek penelitian harus dapat direduksi menjadi fakta yang dapat diamati, tidak terlalu mementingkan fakta sebagai makna tetapi mementingkan fenomena yang tampak, serta serba bebas nilai (obyektif) dengan menentang secara tajam sikap subyektif. Tradisi positivistik ini membawa paradigma penelitian sebagai aliran yang berlawanan dengan paradigma kualitatif- fenomenologis.
Sebagai gambaran secara singkat, untuk lebih memperjelas perbedaan penelitian kuantitatif (kuantitatif positivistik) dengan kualitatif (kualitatif fenomenologis) dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF (Materi I)
Suatu penelitian pada hakekatnya dimulai dari hasrat keingintahuan manusia, merupakan anugerah Allah SWT, yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan maupun permasalahan-permasalahan yang memerlukan jawaban atau pemecahannya, sehingga akan diperoleh pengetahuan baru yang dianggap benar. Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat diterima oleh akal sehat dan berdasarkan fakta empirik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah.
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
Read More......
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.
Kedua penalaran tersebut di atas (penalaran deduktif dan induktif), seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori (Heru Nugroho; 2001: 69-70). Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.
Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif dengan penalaran induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective thinking atau berpikir refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John Dewey (Burhan Bungis: 2005; 19-20), yaitu dengan langkah-langkah atau tahap-tahap sebagai berikut :
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.
Kedua penalaran tersebut di atas (penalaran deduktif dan induktif), seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori (Heru Nugroho; 2001: 69-70). Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.
Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif dengan penalaran induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective thinking atau berpikir refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John Dewey (Burhan Bungis: 2005; 19-20), yaitu dengan langkah-langkah atau tahap-tahap sebagai berikut :
- The Felt Need, yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatu kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut.
- The Problem, yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap the felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana pemecahannya.
- The Hypothesis, yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang berguna untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut, karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis.
- Collection of Data as Avidance, yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan masalah hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks; kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Kemudian data-data itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi.
- Concluding Belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.
- General Value of The Conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isi kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu – maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
ANALISIS TREND (Materi X : Pengertian dan Metode Least Square)
Pengertian : Analisis trend merupakan suatu metode analisis yang ditujukan untuk melakukan suatu estimasi atau peramalan pada masa yang akan datang. Untuk melakukan peramalan dengan baik maka dibutuhkan berbagai macam informasi (data) yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang relatif cukup panjang, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diketahui sampai berapa besar fluktuasi yang terjadi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap perubahan tersebut. Secara teoristis, dalam analisis time series yang paling menentukan adalah kualitas atau keakuratan dari informasi atau data-data yang diperoleh serta waktu atau periode dari data-data tersebut dikumpulkan.
Jika data yang dikumpulkan tersebut semakin banyak maka semakin baik pula estimasi atau peramalan yang diperoleh. Sebaliknya, jika data yang dikumpulkan semakin sedikit maka hasil estimasi atau peramalannya akan semakin jelek.
Metode Least Square : Metode yang digunakan untuk analisis time series adalah Metode Garis Linier Secara Bebas (Free Hand Method), Metode Setengah Rata-Rata (Semi Average Method), Metode Rata-Rata Bergerak (Moving Average Method) dan Metode Kuadrat Terkecil (Least Square Method). Dalam hal ini akan lebih dikhususkan untuk membahas analisis time series dengan metode kuadrat terkecil yang dibagi dalam dua kasus, yaitu kasus data genap dan kasus data ganjil. Secara umum persamaan garis linier dari analisis time series adalah : Y = a + b X. Keterangan : Y adalah variabel yang dicari trendnya dan X adalah variabel waktu (tahun). Sedangkan untuk mencari nilai konstanta (a) dan parameter (b) adalah : a = ΣY / N dan b =ΣXY / ΣX2
Contoh Kasus Data Ganjil :
Tabel : Volume Penjualan Barang “X” (dalam 000 unit) Tahun 1995 sampai dengan 2003
Untuk mencari nilai a dan b adalah sebagai berikut :
a = 2.150 / 8 = 268,75 dan b = 610 / 42 = 14,52
Persamaan garis liniernya adalah : Y = 268,75 + 14,52 X. Berdasarkan persamaan tersebut untuk meramalkan penjualan pada tahun 2008 adalah : Y= 268,75 + 14,52 (untuk tahun 2008 nilai X adalah 9½), sehingga : Y = 268,75 + 137,94 = 406,69 artinya penjualan barang “X” pada tahun 2008 diperkirakan sebesar 406.690 unit.
Read More......
Jika data yang dikumpulkan tersebut semakin banyak maka semakin baik pula estimasi atau peramalan yang diperoleh. Sebaliknya, jika data yang dikumpulkan semakin sedikit maka hasil estimasi atau peramalannya akan semakin jelek.
Metode Least Square : Metode yang digunakan untuk analisis time series adalah Metode Garis Linier Secara Bebas (Free Hand Method), Metode Setengah Rata-Rata (Semi Average Method), Metode Rata-Rata Bergerak (Moving Average Method) dan Metode Kuadrat Terkecil (Least Square Method). Dalam hal ini akan lebih dikhususkan untuk membahas analisis time series dengan metode kuadrat terkecil yang dibagi dalam dua kasus, yaitu kasus data genap dan kasus data ganjil. Secara umum persamaan garis linier dari analisis time series adalah : Y = a + b X. Keterangan : Y adalah variabel yang dicari trendnya dan X adalah variabel waktu (tahun). Sedangkan untuk mencari nilai konstanta (a) dan parameter (b) adalah : a = ΣY / N dan b =ΣXY / ΣX2
Contoh Kasus Data Ganjil :
Tabel : Volume Penjualan Barang “X” (dalam 000 unit) Tahun 1995 sampai dengan 2003
Tahun | Penjualan (Y) | X | XY | X2 |
1995 | 200 | - 4 | - 800 | 16 |
1996 | 245 | - 3 | - 735 | 9 |
1997 | 240 | - 2 | - 480 | 4 |
1998 | 275 | - 1 | - 275 | 1 |
1999 | 285 | 0 | 0 | 0 |
2000 | 300 | 1 | 300 | 1 |
2001 | 290 | 2 | 580 | 4 |
2002 | 315 | 3 | 945 | 9 |
2003 | 310 | 4 | 1.240 | 16 |
Jumlah | 2.460 | | 775 | 60 |
Untuk mencari nilai a dan b adalah sebagai berikut :
a= 2.460 / 9 = 273,33 dan b = 775 / 60 = 12,92
Persamaan garis liniernya adalah : Y = 273,33 + 12,92 X. Dengan menggunakan persamaan tersebut, dapat diramalkan penjualan pada tahun 2010 adalah : Y = 273,33 + 12,92 (untuk tahun 2010 nilai X adalah 11), sehingga : Y = 273,33 + 142,12 = 415,45 artinya penjualan barang “X” pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 415.450 unit
Contoh Kasus Data Genap :
Tabel : Volume Penjualan Barang “X” (dalam 000 unit) Tahun 1995 sampai dengan 2002
a= 2.460 / 9 = 273,33 dan b = 775 / 60 = 12,92
Persamaan garis liniernya adalah : Y = 273,33 + 12,92 X. Dengan menggunakan persamaan tersebut, dapat diramalkan penjualan pada tahun 2010 adalah : Y = 273,33 + 12,92 (untuk tahun 2010 nilai X adalah 11), sehingga : Y = 273,33 + 142,12 = 415,45 artinya penjualan barang “X” pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 415.450 unit
Contoh Kasus Data Genap :
Tabel : Volume Penjualan Barang “X” (dalam 000 unit) Tahun 1995 sampai dengan 2002
Tahun | Penjualan (Y) | X | XY | X2 |
1995 | 200 | - 7 | - 1.400 | 49 |
1996 | 245 | - 5 | - 1.225 | 25 |
1997 | 240 | - 3 | - 720 | 9 |
1998 | 275 | - 1 | - 275 | 1 |
1999 | 285 | 1 | 285 | 1 |
2000 | 300 | 3 | 900 | 9 |
2001 | 290 | 5 | 1.450 | 25 |
2002 | 315 | 7 | 2.205 | 49 |
Jumlah | 2.150 | | 1.220 | 168 |
Untuk mencari nilai a dan b adalah sebagai berikut :
a = 2.150 / 8 = 268,75 dan b = 1.220 / 168 = 7,26
Persamaan garis liniernya adalah : Y = 268,75 + 7,26 X. Berdasarkan persamaan tersebut untuk meramalkan penjualan pada tahun 2008 adalah : Y = 268,75 + 7,26 (untuk tahun 2008 nilai X adalah 19), sehingga : Y = 268,75 + 137,94 = 406,69 artinya penjualan barang “X” pada tahun 2008 diperkirakan sebesar 406,69 atau 406.690 unit.
elain dengan menggunakan metode tersebut di atas, juga dapat dipakai dengan metode sebagai berikut :
Tabel : Volume Penjualan Barang “X” (dalam 000 unit) Tahun 1995 sampai dengan 2002
a = 2.150 / 8 = 268,75 dan b = 1.220 / 168 = 7,26
Persamaan garis liniernya adalah : Y = 268,75 + 7,26 X. Berdasarkan persamaan tersebut untuk meramalkan penjualan pada tahun 2008 adalah : Y = 268,75 + 7,26 (untuk tahun 2008 nilai X adalah 19), sehingga : Y = 268,75 + 137,94 = 406,69 artinya penjualan barang “X” pada tahun 2008 diperkirakan sebesar 406,69 atau 406.690 unit.
elain dengan menggunakan metode tersebut di atas, juga dapat dipakai dengan metode sebagai berikut :
Tabel : Volume Penjualan Barang “X” (dalam 000 unit) Tahun 1995 sampai dengan 2002
Tahun | Penjualan (Y) | X | XY | X2 |
1995 | 200 | - 3 | - 700 | 12,25 |
1996 | 245 | - 2 ½ | - 612,5 | 6,25 |
1997 | 240 | - 1 ½ | - 360 | 2,25 |
1998 | 275 | - ½ | - 137,5 | 0,25 |
1999 | 285 | ½ | 142,5 | 0,25 |
2000 | 300 | 1 ½ | 450 | 2,25 |
2001 | 290 | 2 ½ | 725 | 6,25 |
2002 | 315 | 3 ½ | 1102,5 | 12,25 |
Jumlah | 2.150 | | 610,0 | 42,00 |
a = 2.150 / 8 = 268,75 dan b = 610 / 42 = 14,52
Persamaan garis liniernya adalah : Y = 268,75 + 14,52 X. Berdasarkan persamaan tersebut untuk meramalkan penjualan pada tahun 2008 adalah : Y= 268,75 + 14,52 (untuk tahun 2008 nilai X adalah 9½), sehingga : Y = 268,75 + 137,94 = 406,69 artinya penjualan barang “X” pada tahun 2008 diperkirakan sebesar 406.690 unit.
Langganan:
Postingan (Atom)