MOTIF KEBERAGAMAAN MASYARAKAT URBAN ; KASUS JAMA’AH PENGAJIAN AHAD PAGI DI PONOROGO

Abstrak : Masyarakat urban (perkotaan) mempunyai dinamika dan mobilitas hidup lebih tinggi dibanding dengan masyarakat pedesaan. Mereka lebih akrab bergelut dengan logika atau rasionalisasi dalam menghadapi hidup dan kehidupan ini dan sering melupakan aspek non-rasional (termasuk religius-spriritual). Penelitian ini bertujuan : 1) Mengetahui secara rinci latar belakang keberagaman jama’ah Ahad Pagi di Ponorogo; 2) Mendeskripsikan kualitas keberagaman jama’ah pengajian Ahad Pagi; 3) Mendeskripsikan penyelenggaraan dan pengelolaan masing-masing lembaga pengajian Ahad Pagi; dan 4) Mendeskripsikan motif keberagamaan jama’ah pengajian Ahad Pagi. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1) Latar belakang keberagamaan jama’ah pengajian Ahad Pagi diwarnai oleh latar belakang organisasi keagamaan mereka, baik Nahdlatul ’Ulama’, Muhammadiyah, atau organisasi keagamaan lainnya; 2) Kualitas keberagamaan pengajian Ahad Pagi berdasarkan pada ragam kegiatan yang disajikan oleh panitia pengajian; 3) Panitia penyelenggara pengajian Ahad Pagi dibentuk dari berbagai unsur; dan 4) Berbagai motif keberagamaan jama’ah pengajian Ahad Pagi di Ponorogo berupa motif ideologis, ritual, devosi, pengalaman dan konsekwensi.

Kata Kunci : Motif Keberagamaan, Masyarakat Urban

PENDAHULUAN
Masyarakat urban lebih akrab bergelut dengan logika atau rasionalisasi dalam menghadapi hidup dan kehidupan ini. Tidak jarang darinya, melahirkan sejumlah pemikiran dan sekaligus aksi yang melulu rasional, sementara aspek non-rasional (termasuk religius-spriritual) sering terlupakan. Hidup selalu disikapi dengan hitungan kalkulasi-matematis melulu, dimana darinya memang sering mendatangkan keuntungan material sesuai yang diharapkan. Namun aktifitas rasional-logis yang tidak dibarengi dengan muatan religius-spiritual sering membuat orang hidup di dalam kegersangan (kehilangan tambatan hati).

Di negeri-negeri Eropa, dimana masyarakatnya telah mengalami rasionalisasi di semua aspek kehidupan, ternyata justru mengalami berbagai tekanan dan kebingungan hidup. Mereka mulai sadar bahwa kecukupan di bidang material tidak bisa mengantarkan hidup tenang dan bahagia. Karena itulah tidak jarang setiap usai aktifitas kerja mereka mencari sesuatu di luar logika dan materi yang seharian mereka geluti. Fakta terakhir, bahkan ada fenomena menarik dalam hal pensikapan hidup penuh gundah dan bingung itu, dengan adanya “tradisi terbang telanjang”. Tradisi terbang telanjang ini dalam bentuk naik pesawat terbang bersama-sama (satu pesawat diisi oleh para pemburu materi itu) dalam kondisi telanjang bulat, dengan tujuan agar bisa melepaskan segala tekanan dan himpitan batin di tengah-tengah kehidupan material yang tercukupi itu. Ini sekaligus mengisyaratkan, bahwa semakin orang melulu mencari dan memburu kehidupan material, maka kehidupan rohani akan semakin gersang. Dan karena rohani gersang itu, kehidupan menjadi tertekan dan bingung.
Apa yang dipaparkan di atas terkenal dengan istilah aliensi (keterasingan), sebuah perasaan tidak berdaya, tidak bermakna, terpencil – dimana dalam pengertian ilmu sosial barangkali dimulai oleh Marx Weber bahwa sumber dari keterasingan itu terletak dalam cara berproduksi masyarakat. Pembagian kerja masyarakat telah melemparkan kaum proletariat ke tingkat keterasingan yang puncak, direnggutkan dari semua kualitas dan pemilikan (terutama pemilikan alat-alat produksi). Proses dehumanisasi semacam ini terjadi dalam masyarakat kapitalis dan telah menyusutkan sifat-sifat manusiawi kaum proletar menjadi alat pengada keuntungan semata-mata.
Di banyak kota di wilayah Nusantara telah menjadi metropolitan yang menyajikan bentuk masyarakat yeng berbeda sangat jauh dengan pedesaan. Keramahan dan keakraban yang ditunjukkan oleh desa dan kota kecil telah digantikan dengan kekerasan dan keangkuhan kota. Tumbuhya organisasi sosial massa di kota-kota makin menegaskan bahwa hubungan sosial semakin didasarkan kepada hubungan kepentingan impersonal semata-mata. Tidak mengherankan jika kota menimbulkan keterasingan. Di kota, barangkalli hanya di lokasi-lokasi kecil dan tradisional saja dapat terlihat hubungan personal antar anggota. Di kota, bahkan perkumpulan keluarga atau trah menjadi sebuah organisasi yang impersonal dengan AD dan ART serta brosur dan buletin berkala sendiri.
Wadah-wadah modern yang tersedia di kota-kota itu pada gilirannya membuat masyarakat semakin kaku. Ikatan-ikatan sosio-emosional, sebagaimana yang terjadi pada masyarakat pedesaan tidak terjadi. Hubungan antar personal masyarakat ataupun antar kelompok masyarakat terjadi karena dilandasi oleh kepentingan sosial dalam arti yang sempit (semacam keterpaksaan sosial), sehingga menghilangkan nilai-nilai kebersamaan dalam wadah psikologis. Lebih jauh, karena disebabkan oleh semangat hidup dalam payung mobilitas rasional-material, maka sisi kehidupan spiritual menjadi tertekan dan kemudian sayup-sayup hilang. Sementara, ternyata manusia secara fitri tidak bisa lepas dan terlepas dari gelora ber-Tuhan, artinya seberapapun kebebasan yang sengaja diburu oleh manusia dalam rangka memenuhi tuntutan kenakalan akal-pikirannya, ia tetap akan kembali menuju spiritualisasi dalam kalbunya untuk memperoleh buaian ketenangan hidup dari akhir perjalanan logika-rasionalnya.
Itulah sebabnya pada masyarakat yang telah mengalami mobilitas hidup dan kehidupan yang kompleks dan tinggi, sebagaimana di negeri-negeri Eropa, selalu berakhir dengan kegundahan hidup, dengan ciri diantaranya pelarian mereka ke berbagai jenis aktifitas negatif sebagai kompensasi dari perasaan tertekan dan frustasi itu (perjudian, narkoba, seks bebas, bunuh diri, dan sebaginya). Sementara, ada juga kelompok mereka yang melirik kepada aktifitas positif sebagai pelarian dari perasaan tertekan dan frustasi tersebut, diantaranya dengan semangat mereka dalam pencarian Tuhan, melalui berbagai aktifitas; memeluk agama tertentu, mengikuti ritual mistis pada agama tertentu (dalam Islam, misalnya tarikat, zikr kolektif, aktif dalam majlis ta’lim atau pengajian dan sebagainya). Bahkan dari aktifitas kompensasi positif tersebut, tidak sedikit diantara mereka yang mengalami perkembangan keberagamaan melejit, dengan salah satu misalnya, menjadi tokoh didalamnya.
Di Ponorogo, berbagai kecenderungan pola hidup masyarakat urban, sebagai dipaparkan di atas, nampaknya juga terjadi, sekalipun tidak sehebat yang terjadi di kota-kota besar. Bersamaan dengan itu, bermunculan lembaga-lembaga atau majlis ta’lim (lembaga pengajian) di beberapa tempat di jantung maupun di pinggiran kota. Ada empat majlis ta’lim yang digelar di wilayah kota di Ponorogo, yaitu “Al-Manar” Universitas Muhammadiyah (UNMUH) Ponorogo, ISID Pondok Modern Gontor, Islamic Center Tonatan Ponorogo, dan INSURI Ponorogo. Kesemuanya diselenggarakan dalam waktu yang sama, yaitu setiap Ahad (minggu) pagi jam 06.00 sampai dengan 07.00 (selama satu jam). Anggota jama’ah masing-masing mayoritas berasal dari masyarakat kota, sekalipun juga ada dalam jumlah kecil mereka yang berasal dari desa. Dinamika keikutsertaan anggota jama’ah, ternyata mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Bahkan anggota jama’ah pengajian yang tergabung di dalam pengajian Ahad Pagi “A-Manar” UNMUH Ponorogo sangat fantastis. Saat ini berjumlah 1.300 orang untuk Ahad biasa (pembicara atau muballigh lokal dan regional). Sedangkan untuk Ahad Spesial (muballigh tingkat nasional) jumlah itu selalu mencapai di atas 2.500 anggota.
Sekalipun motif beribadah diasumsikan menguat dan menjadi motif utama pada masing-masing anggota jama’ah, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya sejumlah motif lain yang terlepas dari semangat keberagamaan yang semestinya. Mengungkap berbagai motif keberagamaan masyarakat urban akan menjadi menarik, mengingat beberapa aspek pembangunan masyarakat, bisa ditempuh lewat jalur ini. Penelitian ini hendak mencari jawaban dari berbagi permasalahan yang muncul berkaitan dengan motif keberagaman jama’ah pengajian Ahad Pagi yang tersebar di beberapa tempat di Ponorogo.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah kualitatif, dimana analisis data dilakukan melalui pengaturan data secara logis dan sistematis. Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Ponorogo, yakni di empat lembaga Pengajian Ahad Pagi; yakni Islamic Center Tonatan, Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor, Institut Sunan Giri (Insuri) Ponorogo, dan Al- Manar UNMUH Ponorogo. Lembaga-lembaga pengajian Ahad Pagi yang dipilih sebagai lokasi penelitian ini semuanya berada di wilayah perkotaan, sehingga dimungkinkan jama’ah atau anggota pengajian yang ada di dalamnya berasal dari masyarakat urban (perkotaan).
Informan yang dijadikan subyek penelitian adalah para anggota pengajian Ahad Pagi di masing-masing institusi pengajian. Oleh karena jumlah anggota masing-masing lembaga pengajian cukup besar, maka informan penelitian di ambil secara sampling. Teknik sampling yang dipakai adalah nonprobability sampling (pengambilan sampel tidak berdasarkan peluang). Adapun jenis sampling yang dipilih adalah purposive sampling (pengambilan sampel berdasarkan tujuan). Dalam teknik ini siapa yang akan diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada pertimbangan pengumpul data yang menurutnya sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, setelah diberikan penjelasan secara baik dari peneliti.
Data yang hendak dikumpulkan dalam penelitian ini adalah apa yang dikatakan oleh informan. Apa yang dikatakan oleh para informan itu menurut (Patton: 1980; 30) merupakan sumber utama data kualitatif, dimana lewat data ini sudut pandang dan pengalaman orang lain bisa dipahami. Karena itu metode pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara mendalam, observasi, dan dokumenter. Wawancara mendalam digunakan untuk menggali data secara detail dan mendalam mengenai apa yang dirasakan oleh responden terkait dengan motif keikutsertaan mereka di dalam pengajian Ahad Pagi; kepentingan internal yang mengiringi aktifitas pengajian yang mereka ikuti, termasuk informasi yang berkaitan dengan latar keberagaman maupun harapan dan cita-cita keberagaman di masa mendatang. Teknik observasi akan dipakai untuk menggali data pendukung dari data yang telah dikumpulkan lewat wawancara mendalam di atas, baik dalam bentuk verbal, non-verbal (termasuk sikap dan tindak responden yang nampak dalam aktifitas pengajian), baik aktifitas yang bersifat individual maupun kelompok. Sedangkan teknik dokumentasi akan dipakai untuk mengumpulkan data tentang biografi anggota jama’ah melalui dokumen yang dimiliki oleh masing-masing lembaga pengajian, berikut dokumen lain yang terkait dengan penyelenggaraan pengajian.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis induktif, yang berarti bahwa kategori, tema, dan pola berasal dari data. Kategori-kategori yang muncul dari catatan lapangan, dokumen, dan wawancara tidak ditentukan sebelum pengumpulan data (Denzim dan Lincoln: 1998; 47). Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif-analitis, dimana menurut Neuman (2000; 426) dikatakan bahwa analisis datanya merupakan suatu pencarian pola-pola dalam data, perilaku yang muncul, obyek-obyek atau badan pengetahuan (a body of knowledge). Sekali suatu pola itu diidentifikasi, pola diinterpretasi ke dalam istilah-istilah teori sosial atau latar dimana teori-teori sosial itu terjadi. Setelah itu pindah dari deskripsi peristiwa historis atau latar sosial ke interpretasi maknanya yang lebih umum. Analisis datanya, dengan demikian mencakup menguji, menyortir, mengkategori, mengevaluasi, membandingkan, mensintesakan, dan merenungkan (contemplating) data. Karena analisis dalam penelitian ini adalah analisis kasus (kualitatif), makna analisis datanya sebagaimana dikatakan Patton (1980; 303), meliputi mengorganisir data dengan kasus-kasus spesifik yang memungkinkan studi yang mendalam tentang kasus jama’ah pengajian Ahad Pagi di Ponorogo, dengan fokus kasus individual (apa yang dirasakan oleh masing-masing anggota jama’ah pengajian). Namun demikian kasus yang bersifat kelompok juga tetap tidak diabaikan agar analisis yang dilakukan menjadi semakin cermat.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Latar belakang keberagamaan jama’ah pengajian Ahad Pagi diwarnai oleh latar belakang organisasi keagamaan mereka, baik Nahdlatul ’Ulama’, Muhammadiyah, atau organisasi keagamaan lainnya, seperti pengajian Ahad Pagi INSURI dan Al-Manar UNMUH Ponorogo. Ada juga yang berangkat dari latar belakang almamater yaitu Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Gontor, seperti pengajian Ahad Pagi Islamic Centre Tonatan, dan ada yang berangkat dari pengabdian pada masyarakat sekitar, seperti pengajian Ahad Pagi ISID Ponorogo.
Ciri khas dari kegiatan pengajian Ahad Pagi INSURI, yaitu shalat dhuha berjama’ah, zikir dan dilanjutkan setelah itu pengajian Ahad Pagi. Kegiatan tersebut berjalan lancar dengan jumlah jama’ah sekitar 100-150 orang yang didominasi oleh organisasi Nahdlatul ’Ulama. Jumlah tersebut sulit bertambah disebabkan oleh kegiatan yang monoton. Tapi meskipun demikian ada kebanggaan yang dirasakan jama’ah berupa nilai-nilai spiritual dari shalat dhuha, dan zikir bersama. Sedangkan tempat yang digunakan kegiatan pengajian adalah masjid yang terbagi menjadi dua bagian; jama’ah laki-laki dan jama’ah perempuan, yang menggunakan pakaian putih-putih, dipimpin oleh seseorang yang mengatur semua kegiatan sampai selesai.
Adapun Pengajian Ahad Pagi Al-Manar yang diperuntukkan awal bagi seluruh akademika kampus Universitas Muhammadiyah Ponorogo dan warga Muhammadiyah, tetapi dalam perjalanannya mengalami penambahan jama’ah yang berlatar belakang bukan hanya dari organisasi Muhammadiyah bahkan dari organisasi Nahdlatul ’Ulama dan lain sebagainya, sehingga berubah keperuntukkan bagi umum.
Bertambahnya kuantitas jamaah sekitar 1.500 sampai dengan 2.000 orang disebabkan pelayanan panitia akan kebutuhan jama’ah, berupa buletin mingguan, buku hasil editing buletin, jadwal triwulan, komposisi mubaligh/mubalighah, map untuk dokumentasi, berbagai stiker, transparansi keuangan (baik mingguan, bulanan, tahunan) dan berbagai kegiatan seperti peringatan dasawarsa I dan kupas tuntas ma’na shalat oleh Drs. Khusnul Fathoni, M.Ag. Pengajian ini bertempat di depan masjid al-Manar dan berkembang menempati halaman kampus UNMUH Ponorogo dengan mempergunakan kursi. Jumlah jama’ah yang mem-bludak berdampak pada kekhawatiran panitia akan mubaligh/mubalighah yang tidak hadir, tetapi ini bisa disiasati dengan mempersiapkan beberapa mubaligh/mubalighah cadangan, seperti Drs. Muh Syafrudin, MA, Drs. H. Zainun Shofwan, M.SI, dan H. Syarifan Nurjan, MA.
Pengajian Ahad Pagi Islamic Center Tonatan lebih difokuskan pada kreatifitas paguyuban alumni Pondok Modern Gontor dalam rangka syiar ajaran agama Islam. Pengajian ini bertempat di Kantor Kelurahan Tonatan yang kebetulan Kepala Kelurahan dari alumni Gontor. Tidak berkembangnya secara kuantitas pengunjung pengajian ini disebabkan oleh dominasi mubaligh-mubalighah lokal yang mengisi dan kurang variasi kegiatan yang menyertai pengajian. Meskipun demikian pengajian Islamic Center Tonatan memiliki daya tarik tersendiri berupa informasi-informasi yang terkini yang diberikan oleh panitia sebelum dimulai pengajian, masyarakat sekitar merasa tidak perlu membedakan secara organisasi ketika datang ke pengajian, dan mereka merasa memiliki kantor kelurahan yang digunakan pengajian Ahad pagi.
Pengajian Ahad Pagi ISID Gontor dilatarbelakangi keberagamaan jama’ah dan kedekatan jama’ah dengan Pondok Modern Gontor, dan kemudian ISID Gontor memfasilitasi dengan dharma pengabdiannya berupa pengajian. Pengajian ini dikelola oleh Ta’mir Masjid ISID Gontor bertempat di serambi masjid dengan jumlah jama’ah sekitar 200 orang. Tidak berkembangnya secara kuantitas pengunjung pengajian ini disebabkan lokasi yang agak jauh dari pemukiman masyarakat. Meskipun demikian pengajian ini menyiapkan transportasi truk untuk mengangkut jama’ah ke lokasi pengajian. Dua truk yang disiapkan harus mengangkut jama’ah dua sampai tiga kali pulang pergi. Kebiasaan ini berjalan sampai sekarang, dan pernah menjadi kendala manakala angkutan tidak bisa mengangkut yang berdampak pada jama’ah tidak bisa hadir di pengajian Ahad Pagi ISID. Pengajian ini dimulai dengan kegiatan ceremonial, sambutan wakil ketua ISID Gontor dan setelah itu pengajian.
Kualitas keberagamaan pengajian Ahad Pagi berdasarkan pada ragam kegiatan yang disajikan oleh panitia pengajian, seperti pengajian Ahad Pagi INSURI lebih menyuguhkan materi ubudiyah, dzikr dan kemudian pengajian, sehingga jama’ah yang mengikuti pengajian tersebut akan meningkat kualitas ubudiyah dan dzikr-nya (bersifat spiritual) ketimbang materi pendalaman agama yang kaffah. Berbeda dengan ragam yang disajikan oleh Pengajian Ahad Pagi Al-Manar UNMUH Ponorogo berupa pengetahuan agama Islam yang kaffah; kaifiyyah ibadah, kaifiyyah berakhlak, kaifiyyah bermu’amalah, wacana keislaman, kebudayaan dan peradaban Islam, yang dikemas baik oleh mubaligh/mubalighah tingkat regional bahkan nasional. Pengetahuan agama Islam yang kaffah akan meningkatkan kualitas pemahamam agama Islam yang benar, yang kemudian berdampak pada aktivitas sehari-hari jama’ah dalam kehidupan mereka. Sedangkan pengajian Ahad Pagi ISID Gontor dan Islamic Center Tonatan memberikan sajian kepada jama’ah akan ukhuwah Islamiyah dan keberagaman masyarakat Islam, yang tidak membedakan organisasi diantara para jama’ah. Ini akan meningkatkan kualitas ukhuwah Islamiyah diantara mereka dan saling mengenal.
Berbagai motif keberagamaan jama’ah pengajian Ahad Pagi Ponorogo berupa motif ideologis, ritual, devosi, pengalaman dan konsekwensi. Motif ideologi sebagai motif keberagamaan jama’ah pengajian Ahad Pagi yang lebih dominan, motif ini berkaitan dengan keimanan dan dasar etika agama. Sebagian besar jama’ah pengajian Ahad Pagi merasa senang datang ke pengajian Ahad Pagi dikarenakan motif idiologi, dan mereka beranggapan bahwa pengajian adalah menguatkan sarana keimanan, semakin sering datang ke pengajian Ahad Pagi semakin kuat keimanan mereka. (Wawancara dengan jama’ah pengajian Ahad Pagi Al-Manar).
Ada juga dari sebagian jama’ah pengajian Ahad Pagi yang beranggapan bahwa mendatangi pengajian Ahad Pagi sebagai bagian ibadah dan hal-hal yang dilakukan manusia dalam melaksanakan perintah agamanya. Mereka berdo’a, puji-puji (dzikr) dan berbagai amalan-amalan lainnya. Panitia pengajian Ahad Pagi memfasilitasi kepentingan jama’ahnya. Setiap kegiatan pengajian diawali shalat dhuha, dzikr kemudian dilanjutkan dengan pengajian Ahad Pagi (Wawancara dengan jama’ah pengajian Ahad pagi INSURI Ponorogo).
Sebagian dari jama’ah ada yang memiliki motif devosi, yang terkadang tekanan sosial dan pertimbangan lain yang bersifat non-keagamaan mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam ritual formal keagamaan. Hal ini terlihat jelas jama’ah pengajian Ahad Pagi untuk berpartisipasi dalam ibadah yang dapat dilakukan di setiap waktu dan tempat, yang mengandung komitmen keagamaan (Wawancara dengan jama’ah pengajian Ahad Pagi ISID dan Islamic Center Tonatan).
Disamping berbagai motif di atas, ada juga motif keberagamaan jama’ah berupa motif pengalaman, yang mana motif ini mencakup perasaan, pengetahuan, dan emosi yang timbul dari, atau berhubungan dengan tipe-tipe komunikasi dengan atau pengalaman diri, hakekat ketuhanan yang paling tinggi. Motif ini sangat terasa bagi jama’ah karena pengalaman diri akan memperkuat mereka memiliki wawasan keislaman yang kaffah. (Wawancara dengan anggota jama’ah pengajian Ahad Pagi Al-Manar).
Dan ada juga dari jama’ah yang memiliki motif konsekwensi yang mencakup hal-hal seperti ketenangan jiwa, perasaan damai, kebahagiaan diri dan bahkan kesuksesan materi dalam kehidupannya selama mereka mengikuti pengajian Ahad Pagi. Mereka juga memahami bahwa materi pengajian Ahad Pagi berkonsekwensi bila mereka tidak mengikutinya. (Wawancara dengan jama’ah pengajian Ahad Pagi Al-Manar, ISID INSURI, Islamic Center Tonatan)

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1) Latar belakang keberagamaan jama’ah pengajian Ahad Pagi diwarnai oleh latar belakang organisasi keagamaan mereka, baik Nahdlatul ’Ulama’, Muhammadiyah, atau organisasi keagamaan lainnya. Seperti pengajian Ahad Pagi INSURI, Al-Manar UNMUH Ponorogo. Ada juga yang berangkat dari latar belakang almamater, yaitu Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Gontor, seperti pengajian Ahad pagi Islamic Centre Tonatan, dan ada yang berangkat dari pengabdian pada masyarakat sekitar, seperti pengajian Ahad Pagi ISID Gontor; 2) Kualitas keberagamaan pengajian Ahad Pagi berdasarkan pada ragam kegiatan yang disajikan oleh panitia pengajian, seperti pengajian Ahad Pagi INSURI lebih menyuguhkan materi ubudiyah, dzikr dan kemudian pengajian, pengajian Ahad Pagi Al-Manar UNMUH Ponorogo berupa pengetahuan agama Islam yang kaffah; kaifiyyah ibadah, kaifiyyah berakhlak, kaifiyyah bermu’amalah, wacana keislaman, kebudayaan dan peradaban Islam, yang dikemas baik oleh mubaligh/mubalighah tingkat regional bahkan nasional, dan pengajian Ahad Pagi ISID dan Islamic Center Tonatan memberikan sajian kepada jama’ah akan ukhuwah Islamiyah dan keberagaman masyarakat Islam; 3) Panitia penyelenggara pengajian Ahad Pagi dibentuk dari berbagai unsur; ada yang dibentuk dari akademika kampus, seperti pengajian Ahad Pagi UNMUH dan INSURI, ada yang dari alumni al-mamater Pondok Modern Gontor seperti Islamic Center Tonatan dan ada yang dibentuk dari kepengurusan masjid, seperti ISID Gontor; 4) Berbagai motif keberagamaan jama’ah pengajian Ahad Pagi di Ponorogo berupa motif ideologis, ritual, devosi, pengalaman dan konsekwensi.
Berdasarkan temuan dalam penelitian, dapat dikemukakan beberapa saran : 1) Bagi masyarakat disarankan mulai mengikuti berbagai aktivitas pengajian Ahad Pagi yang sesuai dengan kebutuhan mereka, dalam rangka mengembangkan spritualitas dan rasionalitas dalam rangka ber-Islam kaffah; 2) Panitia Pengajian Ahad Pagi semestinya memahami berbagai kebutuhan jama’ah pengajian, sehingga semakin berkesinambungan; dan 3) Untuk pengembangan lebih lanjut, maka penelitian ini memerlukan banyak revisi. Hal ini disebabkan dalam penelitian dan kajian masih banyak terdapat kekurangan, terutama dalam data, yang akan sangat mempengaruhi dalam pembahasan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Aly Ubay, Machfudhah, 2007, ”Inovasi dan Pengembangan Program Majelis Ta`lim” Materi Pelatihan Majelis Ta`lim di Departemen Agama, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren.
Azizy, Qodiri, A, 2004, ”Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani”, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Bell, Daniel 1978, ”The Cultural Contradictions of Capitalism” Basic Book, Inc, New York.
David, Riesman. 1953, ”The Lonely Crowd : A Study of Changing American Charakter” Garden City, N.Y. : Doubleday.
Evers, Hans-Dieter & Rudiger Korff, 2002, ”Urbanisme di Asia Tenggara, Makna dan Kekuasaan dalam Ruang-Ruang Sosial”, Penterjamah Zulfahmi, Penerbit Yayasan Obor, Jakarta.
Hassan, Riaz, 2006, ”Keragaman Imam Studi Komperatif Masyarakat Muslim”, Penerbit Rajawali Press, Jakarta.
Kalida, Muhsin, 2007, ”Menggali Potensi PKBM Majelis Ta`lim” Materi Pelatihan Majelis ta`lim di Departemen Agama, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren.
Kuntowijoyo, 1999, ”Budaya & Masyarakat”, Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta.
Kuyano, Shogo (Editor), 1996, ”Pengkajian Tentang Urbanisasi di Asia Tenggara”, Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Lincoln, Yvonna. S. & Egon. G. 1985, ”Guba. Naturalistic Inquiry”, Sage Publications, New Delhi.
Magnis-Suseno, Fran. 2006, ”Menalar Tuhan”, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Mahduri, Annas, 2007, ”Pemberdayaan dan Pengembangan Majelis Ta`lim”, Materi Pelatihan Majelis Ta`lim di Departemen Agama, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren.
Muhtadi, Asep Saeful, 2005, ”Pribumisasi Islam Ikhtiar Menggagas Fiqh Kontekstual”, Penerbit Pustaka Setia, Bandung.

(Artikel ini ditulis oleh Zainun Shofwan dan Syarifan Nurjan, dan telah diterbitkan dalam Jurnal Fenomena Volume 5 Nomor 1 Januari 2008, Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Muhammadiyah Ponorogo)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Mei 2009)

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Mei 2009)

Penerbit: P2FE_UMP, Ponorogo (Oktober 2010)

Penerbit: P2FE_UMP, Ponorogo (Oktober 2010)

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Maret 2009)

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Maret 2009)

Penerbit : Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press, Maret 2013

Penerbit : Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press, Maret 2013

Penerbit Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press (Juli 2013

Penerbit Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press (Juli 2013

Penerbit UNMUH Ponorogo Press Bulan Juli 2015

Penerbit UNMUH Ponorogo Press Bulan Juli 2015

  ©REYOG CITY. Template by Dicas Blogger.

TOPO