Abstrak : Gaya kepemimpinan dapat diartikan sebagai sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan, mengatur suatu sistem operasional organisasi, menjalankan, dan mengawal kebijakan dan menyelesaikan masalah, baik internal maupun ekternal. Pemimpin di desa (Kepala Desa) dituntut mampu melakukan perbaikan terus-menerus dalam pembentukan keunggulan kompetitif untuk berkembang dengan dilandasi dilandasi oleh keluwesan, tim kerja yang baik, kepercayaan, dan penyebaran informasi yang memadai, gaya kepemimpinan tersebut tercermin dalam gaya kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional berorientasi kepada karyawan atau bawahan, memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan kepada bawahan, melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan, lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya, kerja sama dan saling menghormati di antara sesama anggota kelompok. Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif-kuantitatif, yaitu untuk mencari gambaran kepemimpinan transformasional di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo. Hasil penelitian menunjukkan : 1) Perangkat desa mempunyai persepsi bahwa kepala desa mampu mencerminkan kepemimpinan transformasional yang tinggi; dan 2) Perangkat desa mempunyai persepsi yang tinggi bahwa kharisma, inspirasional, stimulan intelektual dan konsideran individu yang merupakan karakteristik dari kepemimpinan transformasional kepala desa.
Kata kunci : Kepala Desa, Gaya Kepemimpinan, Transformasional
PENDAHULUAN
Kepemimpinan merupakan salah satu topik yang selalu menarik untuk dikaji dan diteliti, karena paling banyak diamati sekaligus fenomena yang paling sedikit dipahami. Fenomena kepemimpinan di negara Indonesia juga telah membuktikan bagaimana kepemimpinan telah berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan berpolitik dan bernegara. Dalam dunia bisnis, kepemimpinan berpengaruh sangat kuat terhadap jalannya organisasi dan kelangsungan hidupnya.
Kepemimpinan mempunyai fungsi yang harus dilaksanakan secara bersama dalam menjalankan peran sebagai pemimpin sebuah kelompok atau organisasi agar secara operasional berhasil guna. Fungsi tersebut adalah fungsi yang berkaitan dengan tugas dan fungsi sosial atau pemeliharaan kelompok. Fungsi yang berkaitan dengan tugas dapat meliputi pemberian perintah, pendelegasian tugas, pemberian saran pemecahan dan menawarkan informasi serta pendapat. Sedangkan fungsi sosial atau fungsi pemeliharaan kelompok meliputi semua hal yang berkaitan dengan kelompok dalam melaksanakan tugas operasinya untuk mencapai tujuan dan sasaran secara bersama-sama dan atau secara sendiri-sendiri sesuai dengan tugas dan kewajibannya sebagai mata rantai suatu sistem saling membutuhkan. Pemimpin yang berhasil menjalankan kedua fungsi tersebut dengan baik adalah pemimpin yang berhasil.
Gaya kepemimpinan dapat diartikan sebagai sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan, mengatur suatu sistem operasional organisasi, menjalankan dan mengawal kebijakan, dan menyelesaikan masalah, baik internal maupun ekternal. Para ahli, misalnya Bass, Berry dan Houston, Burn, Eisenbach, dan Keller, mengemukakan ada dua gaya kepemimpinan dalam organisasi, yakni gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional. Bentuk kepemimpinan yang diyakini dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma-paradigma baru dalam arus globalisasi dirumuskan sebagai kepemimpinan transformasional. Bentuk kepemimpinan yang diperkenalkan oleh Burn (1992) yang mengkontraskan dengan kepemimpinan transaksional, dewasa ini, mengemuka kembali seiring dengan perubahan-perubahan yang cepat, kompleks, dan canggih dalam kehidupan manusia. Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Bass (Howell dan Hall-Merenda; 1999) mengemukakan empat karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu karisma, inspirasional, stimulan intelektual, dan konsideran individual.
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin dapat diterangkan melalui tiga aliran teori (Mustopadidjaja AR: 2006), yaitu : a) Teori Genetis (keturunan). Inti dari teori menyatakan bahwa “leader are born and not made” (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin; b) Teori Sosial. Jika teori pertama adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup; dan c) Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim sebelumnya tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran.
Penelitian ini difokuskan pada gaya kepemimpinan transfomasional kepala desa, yaitu untuk mengetahui gambaran secara jelas tentang kepemimpinan transformasional kepala desa yang ada di wilayah Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perangkat desa yang bekerja di pemerintahan desa, baik yang bekerja di kantor (misalnya sekretaris desa, kepala urusan dan staf pembantu) maupun di bagian lapangan (misalnya kamitowo, sambong, dan modin) di wilayah Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo. Desa yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dipilih secara proporsional dengan diklasifikasi menjadi 3 kelompok desa, yaitu desa berbatasan dengan perkotaaan, desa dekat perkotaan dan desa jauh dari perkotaan.
Responden dalam penelitian ini adalah perangkat desa yang ada di Kecamatan Babadan tersebut. Pengambilan responden (perangkat desa) dipilih dengan memenuhi kriteria yang telah bekerja lebih atau sama dengan satu tahun, dengan asumsi perangkat desa sudah menjadi tenaga tetap, sehingga dapat memahami pekerjaan yang dijalani yang terkait dengan kepemimpinan kepala desa.
Dalam analisis data, skor yang telah diperoleh diinterpretasikan dengan langkah-langkah : a) Asumsi bahwa skor subyek dalam kelompoknya merupakan estimasi terhadap skor subyek dalam populasi dan bahwa skor subyek dalam populasinya terdistribusi secara normal, dengan demikian dapat membuat skor teoritis yang terdistribusi menurut model normal; b) Distribusi normal terbagi atas enam bagian atau enam satuan deviasi. Tiga bagian berada disebelah kiri mean (bertanda negatif) dan tiga bagian berada disebelah kanan mean (bertanda positif); c) Kotegori Jenjang (ordinal). Tujuan ketegorisasi ini untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur. Penggolongan kepemimpinan transformasional, dan sub variabel kepemimpinan transformasional yang meliputi kharisma, inspirasional, stimulan intelektual dan konsideran individu, digolongkan kedalam 5 kategori pencerminan, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Kepemimpinan Transformasional dapat dilihat berdasarkan item pertanyaan dari 4 sub variabel, yaitu kharisma dengan 10 pertanyaan, inspirasional dengan 10 pertanyaan, stimulant intelektual dengan 10 pertanyaan, dan konsideran individu dengan 7 pertanyaan dengan. Butir pertanyaan yang digunakan untuk mengukur kepemimpinan transformasional sejumlah 37 butir pertanyaan. Perhitungan butir pertanyaan menggunakan nilai rata-rata perbutir dibagi 4 (skala Likert) kemudian dikalikan 100 (mean dalam skala 100).
Adapun distribusi butir pertanyaan tentang Kepemimpinan Transformasional Sub Variabel Kharisma dapat dilihat pada tabel1, Sub Variabel Inspirasional pada tabel 2, Sub Variabel Stimulan Intelektual pada tabel 3, dan Sub Variabel Konsideran Individu pada tabel 4. Sedangkan hasil pengolahan dan analisis data dapat dilihat pada tabel 5.
Berdasarkan tabel 5 diketahui mean gaya kepemimpinan Kepala Desa di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo terhadap nilai-nilai gaya kepemimpinan transformasional adalah 110,58. Berdasarkan Skala gaya kepemimpinan transformasional yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari 37 pertanyaan yang setiap aitemnya diberi skor 1 untuk jawaban tidak pernah, skor 2 untuk jawaban jarang, skor 3 untuk jawaban sering dan skor 4 untuk jawaban selalu.
Rentangan minimum - maksimumnya adalah 37 x 1 = 37 sampai dengan 37 x 4 = 148, sehingga luas jarak sebarannya adalah 148 - 37 = 111.
Mean teoritis µ = 37 (pertanyaan) x (1+2+3+4)/4 = 92,5
Satuan deviasi σ = 111/6 = 18,5
Dengan penggolongan subyek ke dalam 5 kategori diagnosis tingkat gaya kepemimpinan transformasional maka diperoleh hasil :
Mean ≤ (µ - 1,5σ) ; berarti mean ≤ 64,75 … sangat rendah
(µ - 1,5σ) < mean ≤ (µ - 0,5σ) ; berarti 64,75 < mean ≤ 83,25 … rendah (µ - 0,5σ) < mean ≤ (µ + 0,5σ) ; berarti 83,25 < mean ≤ 101,75 … sedang (µ + 0,5σ) < mean ≤ (µ + 1,5σ) ; berarti101,75 < mean ≤ 120,25 … tinggi (µ + 1,5σ) < mean ; berarti 120,25 < mean … sangat tinggi .
Nilai mean gaya kepemimpinan transformasional sebagaimana dalam tabel 5 adalah 110,02 (pada skala 148 dan 74,34 pada skala 100), nilai tersebut berada pada interval (µ + 0,5σ) < mean ≤ (µ + 1,5σ), maka digolongkan atau dikategorikan “tinggi”.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan kajian dan temuan di atas adalah : a) Sebagian besar perangkat desa mempunyai persepsi bahwa kepala desa di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo mencerminkan kepemimpinan transformasional yang tinggi; b) Kharisma, inspirasional, stimulan intelektual dan konsideran individu yang merupakan karakteristik dari kepemimpinan transformasional Kepala Desa mempunyai penilaian dari Perangkat Desa dalam kategori yang tinggi; dan c) Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan Kepala Desa di seluruh Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo bila dicerminkan dalam gaya kepemimpinan transformasional mempunyai pencerminan yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Burns, A, 1992, “Kharisma and Leadership in Organization”, London: Sage.
Bycio, P., Hackett, R.D., and Allen, J.S, 1995, “Further Assessments of Bass’s (1985). Conceptualization of Transactional and Transformational Leadership”, Journal of Applied Psychology.
Donald R Copper, C William Emory, 1998, “Metode Penelitian Bisnis Jilid 2”, PT. Gelora Akasara Pratama, Erlangga.
Eisenbach, R., Watson, K., and Pillai, R, 1999, “Transformational Leadership in The Context of Organizational Change”, Journal of Organizational Change Management.
Gay, L.R, 1996, “Educational Research: competencies for analysis and application”, Prentice Hall, Ohio.
Hani Handoko & Fandy Tjiptono, 1996, “Kepemimpinan transfor-masional dan pemberdayaan”, JEBI. Vol.11, 1: 23-33.
Hartanto, Frans M, 1991, “Peran Kepemimpinan Transformasional dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia”, Makalah Seminar Departemen Tenaga Kerja, Jakarta.
Howell, J.M., and Hall-Merenda, K.E, 1999, “The Ties That Bind: The Impact of Leader-Member Exchange, Transformational and Transactional Leadership, and Distance on Predicting Follower Performance”, Journal of Applied Psychology, 84 (5): 395-401.) .
Mustopadidjaja AR, 2006, “Dimensi dan Dinamika Kepemimpinan Abad 21”.
Pidekso, Yulius Suryo, 2000, “Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin”, skripsi yang tidak dipublikasikan.
Saifuddin Azwar, 2002, “Penyusunan Skala Psikologi”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Salamoen Soeharyo, Nasri Effendy, 2003, “Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Stephen P, Mary, Robbins Coulter, 1999, “Management”, Edisi bahasa Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta.
Sutanto Priyo Hastomo, 2006, “Basic Data Analisys for Healt Research”, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Tjiptono, Fandy, dan Akhmad Syakhroza, 1999, "Kepemimpinan Transformasional", Manajemen dan Usahawan Indonesia, No. 9, Thn. XXVIII September 1999.
Widayat, 2004, “Metode Penelitian Pemasaran”, UMM, Malang.
Yulk, G., 1981, “Leadership In Organization”, Third Edition, New Jersey, Prentice-Hall, Inc.
(Artikel Ilmiah ini ditulis oleh Heri Wijayanto dan telah diterbitkan pada Jurnal Fenomena Volime 6 Nomor 1 Januari 2009, LPPM Universitas Muhammadiyah Ponorogo)
Gaya kepemimpinan dapat diartikan sebagai sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan, mengatur suatu sistem operasional organisasi, menjalankan dan mengawal kebijakan, dan menyelesaikan masalah, baik internal maupun ekternal. Para ahli, misalnya Bass, Berry dan Houston, Burn, Eisenbach, dan Keller, mengemukakan ada dua gaya kepemimpinan dalam organisasi, yakni gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional. Bentuk kepemimpinan yang diyakini dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma-paradigma baru dalam arus globalisasi dirumuskan sebagai kepemimpinan transformasional. Bentuk kepemimpinan yang diperkenalkan oleh Burn (1992) yang mengkontraskan dengan kepemimpinan transaksional, dewasa ini, mengemuka kembali seiring dengan perubahan-perubahan yang cepat, kompleks, dan canggih dalam kehidupan manusia. Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Bass (Howell dan Hall-Merenda; 1999) mengemukakan empat karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu karisma, inspirasional, stimulan intelektual, dan konsideran individual.
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin dapat diterangkan melalui tiga aliran teori (Mustopadidjaja AR: 2006), yaitu : a) Teori Genetis (keturunan). Inti dari teori menyatakan bahwa “leader are born and not made” (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin; b) Teori Sosial. Jika teori pertama adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup; dan c) Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim sebelumnya tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran.
Penelitian ini difokuskan pada gaya kepemimpinan transfomasional kepala desa, yaitu untuk mengetahui gambaran secara jelas tentang kepemimpinan transformasional kepala desa yang ada di wilayah Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perangkat desa yang bekerja di pemerintahan desa, baik yang bekerja di kantor (misalnya sekretaris desa, kepala urusan dan staf pembantu) maupun di bagian lapangan (misalnya kamitowo, sambong, dan modin) di wilayah Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo. Desa yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dipilih secara proporsional dengan diklasifikasi menjadi 3 kelompok desa, yaitu desa berbatasan dengan perkotaaan, desa dekat perkotaan dan desa jauh dari perkotaan.
Responden dalam penelitian ini adalah perangkat desa yang ada di Kecamatan Babadan tersebut. Pengambilan responden (perangkat desa) dipilih dengan memenuhi kriteria yang telah bekerja lebih atau sama dengan satu tahun, dengan asumsi perangkat desa sudah menjadi tenaga tetap, sehingga dapat memahami pekerjaan yang dijalani yang terkait dengan kepemimpinan kepala desa.
Dalam analisis data, skor yang telah diperoleh diinterpretasikan dengan langkah-langkah : a) Asumsi bahwa skor subyek dalam kelompoknya merupakan estimasi terhadap skor subyek dalam populasi dan bahwa skor subyek dalam populasinya terdistribusi secara normal, dengan demikian dapat membuat skor teoritis yang terdistribusi menurut model normal; b) Distribusi normal terbagi atas enam bagian atau enam satuan deviasi. Tiga bagian berada disebelah kiri mean (bertanda negatif) dan tiga bagian berada disebelah kanan mean (bertanda positif); c) Kotegori Jenjang (ordinal). Tujuan ketegorisasi ini untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur. Penggolongan kepemimpinan transformasional, dan sub variabel kepemimpinan transformasional yang meliputi kharisma, inspirasional, stimulan intelektual dan konsideran individu, digolongkan kedalam 5 kategori pencerminan, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Kepemimpinan Transformasional dapat dilihat berdasarkan item pertanyaan dari 4 sub variabel, yaitu kharisma dengan 10 pertanyaan, inspirasional dengan 10 pertanyaan, stimulant intelektual dengan 10 pertanyaan, dan konsideran individu dengan 7 pertanyaan dengan. Butir pertanyaan yang digunakan untuk mengukur kepemimpinan transformasional sejumlah 37 butir pertanyaan. Perhitungan butir pertanyaan menggunakan nilai rata-rata perbutir dibagi 4 (skala Likert) kemudian dikalikan 100 (mean dalam skala 100).
Adapun distribusi butir pertanyaan tentang Kepemimpinan Transformasional Sub Variabel Kharisma dapat dilihat pada tabel1, Sub Variabel Inspirasional pada tabel 2, Sub Variabel Stimulan Intelektual pada tabel 3, dan Sub Variabel Konsideran Individu pada tabel 4. Sedangkan hasil pengolahan dan analisis data dapat dilihat pada tabel 5.
Berdasarkan tabel 5 diketahui mean gaya kepemimpinan Kepala Desa di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo terhadap nilai-nilai gaya kepemimpinan transformasional adalah 110,58. Berdasarkan Skala gaya kepemimpinan transformasional yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari 37 pertanyaan yang setiap aitemnya diberi skor 1 untuk jawaban tidak pernah, skor 2 untuk jawaban jarang, skor 3 untuk jawaban sering dan skor 4 untuk jawaban selalu.
Rentangan minimum - maksimumnya adalah 37 x 1 = 37 sampai dengan 37 x 4 = 148, sehingga luas jarak sebarannya adalah 148 - 37 = 111.
Mean teoritis µ = 37 (pertanyaan) x (1+2+3+4)/4 = 92,5
Satuan deviasi σ = 111/6 = 18,5
Dengan penggolongan subyek ke dalam 5 kategori diagnosis tingkat gaya kepemimpinan transformasional maka diperoleh hasil :
Mean ≤ (µ - 1,5σ) ; berarti mean ≤ 64,75 … sangat rendah
(µ - 1,5σ) < mean ≤ (µ - 0,5σ) ; berarti 64,75 < mean ≤ 83,25 … rendah (µ - 0,5σ) < mean ≤ (µ + 0,5σ) ; berarti 83,25 < mean ≤ 101,75 … sedang (µ + 0,5σ) < mean ≤ (µ + 1,5σ) ; berarti101,75 < mean ≤ 120,25 … tinggi (µ + 1,5σ) < mean ; berarti 120,25 < mean … sangat tinggi .
Nilai mean gaya kepemimpinan transformasional sebagaimana dalam tabel 5 adalah 110,02 (pada skala 148 dan 74,34 pada skala 100), nilai tersebut berada pada interval (µ + 0,5σ) < mean ≤ (µ + 1,5σ), maka digolongkan atau dikategorikan “tinggi”.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan kajian dan temuan di atas adalah : a) Sebagian besar perangkat desa mempunyai persepsi bahwa kepala desa di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo mencerminkan kepemimpinan transformasional yang tinggi; b) Kharisma, inspirasional, stimulan intelektual dan konsideran individu yang merupakan karakteristik dari kepemimpinan transformasional Kepala Desa mempunyai penilaian dari Perangkat Desa dalam kategori yang tinggi; dan c) Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan Kepala Desa di seluruh Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo bila dicerminkan dalam gaya kepemimpinan transformasional mempunyai pencerminan yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Burns, A, 1992, “Kharisma and Leadership in Organization”, London: Sage.
Bycio, P., Hackett, R.D., and Allen, J.S, 1995, “Further Assessments of Bass’s (1985). Conceptualization of Transactional and Transformational Leadership”, Journal of Applied Psychology.
Donald R Copper, C William Emory, 1998, “Metode Penelitian Bisnis Jilid 2”, PT. Gelora Akasara Pratama, Erlangga.
Eisenbach, R., Watson, K., and Pillai, R, 1999, “Transformational Leadership in The Context of Organizational Change”, Journal of Organizational Change Management.
Gay, L.R, 1996, “Educational Research: competencies for analysis and application”, Prentice Hall, Ohio.
Hani Handoko & Fandy Tjiptono, 1996, “Kepemimpinan transfor-masional dan pemberdayaan”, JEBI. Vol.11, 1: 23-33.
Hartanto, Frans M, 1991, “Peran Kepemimpinan Transformasional dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia”, Makalah Seminar Departemen Tenaga Kerja, Jakarta.
Howell, J.M., and Hall-Merenda, K.E, 1999, “The Ties That Bind: The Impact of Leader-Member Exchange, Transformational and Transactional Leadership, and Distance on Predicting Follower Performance”, Journal of Applied Psychology, 84 (5): 395-401.) .
Mustopadidjaja AR, 2006, “Dimensi dan Dinamika Kepemimpinan Abad 21”.
Pidekso, Yulius Suryo, 2000, “Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin”, skripsi yang tidak dipublikasikan.
Saifuddin Azwar, 2002, “Penyusunan Skala Psikologi”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Salamoen Soeharyo, Nasri Effendy, 2003, “Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Stephen P, Mary, Robbins Coulter, 1999, “Management”, Edisi bahasa Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta.
Sutanto Priyo Hastomo, 2006, “Basic Data Analisys for Healt Research”, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Tjiptono, Fandy, dan Akhmad Syakhroza, 1999, "Kepemimpinan Transformasional", Manajemen dan Usahawan Indonesia, No. 9, Thn. XXVIII September 1999.
Widayat, 2004, “Metode Penelitian Pemasaran”, UMM, Malang.
Yulk, G., 1981, “Leadership In Organization”, Third Edition, New Jersey, Prentice-Hall, Inc.
(Artikel Ilmiah ini ditulis oleh Heri Wijayanto dan telah diterbitkan pada Jurnal Fenomena Volime 6 Nomor 1 Januari 2009, LPPM Universitas Muhammadiyah Ponorogo)
Hallo pak slamet saya Akuntansi pak
BalasHapusass.wr.wr saya syntia saya mahasiswi universitas pendidikan indonesia (UPI bdg)
BalasHapuskebetulan saya sedg ad tugas untuk tema kepemimpinan dan kebetulan juga tgs saya adalh untuk meneliti ttg gaya kepemimpinan,,,saya disini ingin meminta ijin krn pertanyaan yg ad d blog bpk sngt berguna untuk mnjd acuan untuk tugas saya..