DUKUNGAN SWADAYA MASYARAKAT DALAM PROGRAM P2KP ATAU PNPM MANDIRI PERKOTAAN

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dukungan swadaya masyarakat dalam Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) atau PNPM Mandiri Perkotaan di Kabupaten Ponorogo. Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Ponorogo (Kecamatan Kota) Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur, dengan jumlah kelurahan sebanyak 19 (sembilan belas) kelurahan. Responden dalam penelitian ini adalah pengurus Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan yang ada masing-masing kelurahan. Untuk menggali data dilakukan wawancara secara langsung dengan responden yang dipandu dengan daftar pertanyaan yang telah disediakan. Penelitian ini bersifat eksploratif sehingga dalam melakukan analisis data menggunakan metode ”Analisis Deskriptif”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : a) Pelaksanaan Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan tidak dapat berjalan dengan baik tanpa partisipasi masyarakat setempat. Bantuan yang digulirkan dalam Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan, khususnya untuk kegiatan fisik telah mampu mendorong masyarakat untuk memberikan swadaya baik dalam bentuk iuran tunai (rupiah), tenaga kerja, dan konsumsi; b) Secara rata-rata prosentase besarnya swadaya masyarakat yang mampu diserap untuk mendukung kegiatan fisik Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan sebesar 23,67% dari total dana kegiatan; dan c) Penyerapan swadaya masyarakat untuk mendukung kegiatan fisik Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan tidak selalu berjalan dengan lancar. Berbagai permasalahan atau kendala dapat diselesaikan di dalam musyawarah kelurahan. Dalam hal ini, musyawarah warga menjadi kata kunci yang penting untuk menyelesaikan segala permasalahan atau kendala yang ada. 
Kata Kunci : Swadaya Masyarakat, P2KP, PNPM Mandiri Perkotaan

PENDAHULUAN 
Program kemiskinan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah masih banyak bersifat parsial dan sektoral, sehingga dalam pelaksanaan di lapangan sering menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya salah sasaran, tercipta benih fragmentasi sosial, menurunnya modal sosial yang ada di masyarakat (seperti gotong royong, musyawarah, keswadayaan dan lain-lain). 
Menurunnya modal mosial yang ada di masyarakat akan berdampak pada pergeseran perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan, dan kepedulian untuk mengatasi persoalan secara bersama-sama. Persoalan tersebut sering disebabkan oleh keputusan, kebijakan dan tindakan dari pihak pengelola program kemiskinan dan pemimpin (tokoh) masyarakat, yang cenderung tidak adil, tidak transparan dan tidak peduli terhadap masyarakat miskin, sehingga banyak menimbulkan kecurigaan, stereotipy dan skeptisme diantara masyarakat penerima program. Pada dasarnya keberadaan kelembagaan masyarakat, yang dibentuk untuk mensukseskan program penanggulangan kemiskinan, yang belum berdaya disebabkan oleh karakteristik lembaga masyarakat tersebut yang tidak mengakar dan tidak representatif. Orientasi kepentingan dari pihak luar, kepentingan kelompok, maupun kepentingan pribadi masih banyak mendominasi dalam kelembagaan masyarakat yang dibentuk dalam suatu program penanggulangan kemiskinan, sehingga berdampak tidak adanya komitmen dan kepedulian terhadap kondisi wilayah, termasuk masyarakat miskin. Persoalan kelembagaan masyarakat tersebut dapat berdampak munculnya krisis kepercayaan masyarakat terhadap berbagai bentuk kelembagaan masyarakat yang ada, dan akhirnya masyarakat tidak peduli dan tidak bersedia membantu mensukseskan program penanggulangan kemiskinan yang ada di daerahnya. 
Berdasarkan berbagai persoalan atau kelemahan program penanggulangan kemiskinan tersebut di atas, maka perlu adanya perbaikan terhadap pendekatan dan metodologi penanggulangan kemiskinan, yaitu ke arah perubahan perilaku atau sikap dan cara pandang masyarakat yang senantiasa berlandaskan pada nilai-nilai universal kemanusiaan (moral), prinsip kemasyarakatan (good governance), dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) (Buku Pedoman P2KP; 2004). 
Perubahan perilaku atau sikap dan cara pandang masyarakat merupakan pondasi yang kokoh bagi terbangunnya lembaga masyarakat yang mandiri, melalui pemberdayaan para pelaku-pelakunya, agar mampu bertindak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia luhur yang mampu menerapkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakatnya sehari-hari. Kemandirian lembaga masyarakat dibutuhkan dalam rangka membangun lembaga masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal agar lebih berorientasi kemasyarakat miskin (pro poor) dan mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good governance), baik ditinjau dari aspek ekonomi, lingkungan (termasuk perumahan dan pemukiman), maupun sosial. 
Gambaran lembaga masyarakat di atas, hanya akan dapat dicapai apabila orang-orang yang diberi amanat sebagai pemimpin masyarakat tersebut merupakan kumpulan dari orang-orang yang peduli, memiliki komitmen kuat, ikhlas, relawan, dan jujur serta mau berkorban untuk kepentingan masyarakat miskin, bukan untuk pengambil keuntungan bagi kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Tentu saja hal ini bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah, karena upaya-upaya membangun kepedulian, kerelawanan, dan komitmen tersebut pada dasarnya terkait erat dengan proses perubahan perilaku masyarakat. Terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan, P2KP meyakini bahwa pendekatan yang lebih efektif untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan pemberdayaan atau proses pembelajaran (edukasi) masyaraakt dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakatnya. Kedua substansi P2KP tersebut sangat penting sebagai upaya proses transformasi P2KP dari ”tataran proyek” menjadi ”tataran program” oleh masyarakat bersama pemerintah daerah setempat. Bagaimanapun harus disadari bahwa upaya dan pendekatan penanggulangan kemiskinan tidak hanya menjadi perhatian pemerintah pusat, melainkan justru yang terpenting harus menjadi prioritas perhatian dan kebutuhan masyarakat bersama pemerintah itu sendiri (Buku Pedoman P2KP; 2004). 
Selanjutnya dijelaskan bahwa susbtansi P2KP sebagai proses pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat dilakukan dengan terus menerus untuk menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip kemasyarakatan, dan prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai landasan kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Proses pembelajaran tersebut di tingkat masyarakat berlangsung selama masa proyek P2KP maupun pasca proyek P2KP oleh masyarakat sendiri dengan membangun dan melembagakan Komunitas Belajar Kelurahan (KBK). Dengan demikian, penguatan lembaga masyarakat yang dimaksud P2KP terutama menitikberatkan pada upaya penguatan pelakunya untuk mampu menjadi pelaku nilai dan pada gilirannya mampu menjadi motor penggerak dalam melembagakan dan membudayakan kembali nilai-nilai universial kemanusiaan (gerakan moral), prinsip-prinsip kemasyarakatan (gerakan good governance), serta prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (gerakan Tridaya), sebagai nilai-nilai utama yang melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat. Substansi P2KP sebagai penguatan kapasitas dalam rangka mengedepankan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah, dilakukan melalui pelibatan intensif Pemda pada pelaksanaan siklus kegiatan P2KP, penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinanan Daerah (KPK-D) agar mampu menyusun Dokumen Startegi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (DSPK-D) dan PJM Pronangkis Kota/Kabupaten berbasis aspirasi dan program masyarakat (Pronangkis Kelurahan), serta mendorong dan melembagakan Komunikasi Belajar Perkotaan (KBP). Disamping itu, P2KP juga mendorong kemandirian dan kemitraan masyarakat bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan. Dengan demikian, pelaksanaan P2KP sebagai ”gerakan bersama membangun kemandirian dan pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai-nilai universal”, diyakini akan mampu membangun kesadaran kritis dan perubahan perilaku individu ke arah yang lebih baik. Perubahan perilaku individu yang secara komulatif akan menimbulkan perubahan kolektif pada masyarakat. Hal tersebut merupakan inti dari pendekatan TRIDAYA, yaitu proses pemberdayaan masyarakat agar terbangun: Daya Sosial sehingga tercipta masyarakat efektif, Daya Ekonomi sehingga tercipta masyarakat produktif, dan Daya Pembangunan sehingga tercipta masyarakat pembangunan yang peduli lingkungan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. 
Harus disadari bahwa untuk melakukan upaya “penyadaran” masyarakat menuju perubahan sosial atau trasformasi sosial sebagaimana yang diharapkan masih memerlukan waktu yang tidak singkat dan perlu diupayakan secara terus menerus secara berkesinambungan. Salah satu bentuk “penyadaran” dimaksud adalah melalui Community Development, yang sering diterjemahkan sebagai pengembangan masyarakat atau pemberdayaan masyarakat. 
Menurut pendapat Riza Primahendra (2006), bahwa pada saai ini Community Development telah mengalami proses pengkayaan sehingga menjadi sebuah pendekatan yang multi aspek dan sekarang secara umum terdiri dari beberapa aspek kunci sebagai berikut: 1) Adalah sebuah proses “akar rumput”. Community Development merupakan proses yang terjadi di masyarakat lokal dan dilaksanakan di dalam konteks mereka, sehingga dapat dikatakan bahwa Community Development bukanlah proses yang dapat didesain dan diproses dari atas; 2) Menjadi lebih swadaya (self-reliance). Community Development pada dasarnya merupakan upaya membantu masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri atau secara ringkas membuat masyarakat menjadi swadaya; 3) Berkembang menjadi komunitas pembelajar (learning communities). Menjadi swadaya menuntut masyarakat lokal untuk mampu belajar dari pengalaman sendiri untuk menjawab tantangan yang akan muncul dikemudian hari dan juga mampu memberdayakan diri mereka sendiri; 4) Berkurangnya kerentanan dan kemiskinan. Keberhasilan Community Development bukan sekedar bahwa kegiatan yang direncanakan telah dilaksanakan. Apapun kegiatannya dan oleh siapa saja, Community Development hanya akan dianggap berhasil bila mampu mengurangi kerentanan dan kemiskinan yang dihadapi masyarakat; 5) Terciptanya peluang ekonomi dan mata pencaharian yang berkelanjutan. Peluang ekonomi dan mata pencaharian yang berkelanjutan dalam sebagian besar kegiatan Community Development adalah sasaran yang menjadi pondasi bagi pencapaian sasaran lain yang lebih jauh; 6) Menguatnya modal sosial. Dalam komunitas masyarakat miskin yang tidak memiliki modal finansial, modal sosial merupakan modal dasar yang memungkinkan masyarakat lokal bertahan hidup dan mengembangkan aktivitas ekonomi. Community Development dilaksanakan pertama-tama dengan menggunakan modal sosial sebagai dasar kegiatan-kegiatan lainnya; dan 7) Tercapainya keseimbangan tujuan sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan. Community Development bukan untuk merubah keseimbangan elemen yang ada dalam masyarakat tetapi mempertahankan perspektif keseimbangan yang ada tersebut. 
Berdasarkan aspek keterlibatan masyarakat, dalam aplikasi di lapangan Community Development dapat dikelompokkan tiga bentuk, yaitu: 1) Development for Community. Masyarakat pada dasarnya menjadi obyek pembangunan karena berbagai inisiatif, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan dilaksanakan oleh aktor dari luar. Aktor dari luar dapat melakukan penelitian, konsultasi dan melibatkan tokoh masyarakat setempat tetapi dalam pengambilan keputusan dan penggunaan sumber daya berasal dari luar; 2) Development with Community. Pola kolaborasi antara aktor luar dan masyarakat setempat semakin kuat. Keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama dan sumber daya yang digunakan berasal dari kedua belah pihak; dan 3) Development of Community. Inisitaif, perencanaan dan pelaksanaan dilakukan sendiri oleh masyarakat. Sedangkan peran aktor luar lebih sebagai sistem pendukung dan fasilitator. Ketiga pendekatan tersebut pada dasarnya memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu memperbaiki kualitas kehidupan dan kelembagaan masyarakat menuju perubahan sosial yang lebih baik. Faktor utama dalam pemilihan pendekatan yang akan digunakan adalah seberapa jauh kelembagaan masyarakat telah berkembang dan juga memperhatikan karakteristik masyarakat yang akan dihadapi. Akhirnya, yang perlu diperhatikan adalah bahwa Community Development merupakan sebuah proses yang terus menerus yang menuntut lebih kepada pengembangan kelembagaan dan bersifat terbuka terhadap berbagai masukan dan pengaruh sesuai kondisi lokal. Oleh sebab itu, pelibatan stakehorder Community Development secara setara menjadi keharusan agar mampu memunculkan pengembangan partisipasi dan yang perlu diperhatikan adalah bahwa Community Development sangat memperhatikan dan berdasarkan pengalaman kasus-kasus terbaik (best practice) sebagai batu pijakan untuk melaksanakan berbagai aktivitas lainnya. 
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dukungan swadaya masyarakat dalam Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) atau PNPM Mandiri Perkotaan di Kabupaten Ponorogo.

METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Ponorogo (Kecamatan Kota) Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur, dengan jumlah kelurahan sebanyak 19 (sembilan belas) kelurahan. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah disamping lokasi proyek P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan terletak di daerah perkotaan (Kecamatan Kota) juga mempertimbangkan bahwa proyek P2KP tersebut masuk ke Kabupaten Ponorogo baru mulai tahun 2005. Kelurahan lokasi penelitian dimaksud adalah Kelurahan Tamanarum, Pakunden, Paju, Brotonegaran, Kauman, Kepatihan, Surodikraman, Purbosuman, Tonatan, Nologaten, Banyudono, Mangkujayan, Cokromenggalan, Keniten, Beduri, Jengglong, Tambakbayan, Bangunsari, dan Pinggirsari.
Responden dalam penelitian ini adalah pengurus Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan yang ada masing-masing kelurahan. Untuk menggali data dilakukan wawancara secara langsung dengan responden yang dipandu dengan daftar pertanyaan yang telah disediakan. Jenis pertanyaan yang diajukan dalam angket atau kuesioner adalah jenis pertanyaan “tertutup”, yaitu angket yang dirancang sedemikian rupa untuk merekam data tentang keadaan yang dialami oleh responden sendiri, kemudian semua alternatif jawaban yang harus dijawab responden telah tertera dalam angket tersebut, dan jenis pertanyaan “terbuka”, yaitu daftar pertanyaan yang dibuat dengan sepenuhnya memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab tentang keadaan yang dialami sendiri, tanpa adanya alternatif jawaban dari peneliti (Burhan Bungis; 2005). Disamping itu, juga dibutuhkan data sekunder yang ada di masing-masing kantor BKM maupun kantor kelurahan sebagai data pendukung dan melengkapi penelitian ini.
Penelitian ini bersifat eksploratif sehingga dalam melakukan analisis data menggunakan metode ”Analisis Deskriptif”, yaitu bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi obyek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut (Burhan Bungis; 2005). Tampilan data hasil penelitian yang berupa angka-angka, gambar atau tabel akan dilakukan analisis secara deskriptif, yaitu dengan memberikan uraian-uraian atau penjelasan-penjelasan sehingga mampu memberikan gambaran secara riil tentang kondisi di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Rencana awal dalam penelitian ini akan akan meneliti seluruh kelurahan yang ada di Kecamatan Ponorogo atau Kecamatan Kota. Namun setelah melakukan penggalian data di lapangan ternyata menghadapi beberapa kendala, baik berupa ketidaksediaan dari pihak terkait untuk diteliti, masalah administrasi yang harus dipenuhi, maupun sudah tidak adanya data karena terkena bencana banjir pada tahun 2007, maka jumlah kelurahan yang dapat atau bersedia untuk dilakukan penelitian adalah sebanyak 16 (enam belas) kelurahan.
Gambaran secara singkat kondisi kelurahan sebagai lokasi penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Jumlah kelurahan sebagai lokasi penelitian sebanyak 16 kelurahan, yaitu Kelurahan Mangkujayan, Jingglong, Banyudono, Tambakbayan, Bangunsari, Nologaten, Pinggirsari, Keniten, Cokromenggalan, Surodikraman, Pakunden, Purbosuman, Tamanarum, Brotonegaran, Tonatan, dan Kepatihan; 2) Kelurahan lokasi penelitian yang mempunyai penduduk terbanyak adalah Kelurahan Keniten dengan jumlah penduduk sebanyak 8.892 jiwa yang terbagi sebanyak 4.449 jiwa penduduk laki-laki dan sebanyak 4.443 jiwa penduduk perempuan. Sedangkan kelurahan yang mempunyai penduduk paling sedikit adalah Kelurahan Tamanarum dengan jumlah penduduk sebanyak 1.221 jiwa yang terbagi sebanyak 579 jiwa penduduk laki-laki dan sebanyak 642 jiwa penduduk perempuan; 3) Kelurahan yang mempunyai lebih banyak jumlah penduduk laki-laki dibandingkan jumlah penduduk perempuan adalah Kelurahan Pinggirsari, Tambakbayan, Cokromenggalan, Brotonegaran, Nologaten, Purbosuman, Tonatan, Mangkujayan, dan Keniten. Sedangkan kelurahan yang mempunyai lebih banyak jumlah penduduk perempuan dibandingkan jumlah penduduk laki-laki adalah Kelurahan Tamanarum, Jingglong, Pakunden, Kepatihan, Bangunsari, Banyudono, dan Surodikraman; 4) Kelurahan yang mempunyai jumlah kepala keluarga (KK) terbanyak adalah Kelurahan Mangkujayan, yaitu sebanyak 2.247 KK dan kelurahan yang paling sedikit jumlah kepala keluarga (KK) adalah Kelurahan Jingglong , yaitu sebanyak 391 KK; dan 5) Kelurahan yang mempunyai jumlah Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) terbanyak adalah Kelurahan Keniten, yaitu sebanyak 14 RW dan 48 RT. Sedangkan kelurahan yang paling sedikit mempunyai Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) adalah Kelurahan Jingglong , yaitu sebanyak 2 RW dan 7 RT.
Terkait dengan jenis kegiatan fisik yang dilaksanakan dalam Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan, secara umum jenis kegiatan fisik yang dilaksanakan di masing-masing kelurahan lokasi program antara lain adalah perbaikan jalan, perbaikan prasarana perumahan masyarakat, perbaikan drainase, pembuatan sarana MCK, penyediaan air bersih (non pipa), pembuatan sarana persampahan, pembuatan saluran pembuangan limbah, jembatan, sarana penerangan, dan lain-lain.
Pelaksanaan Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan, khususnya jenis kegiatan fisik, mampu mendorong masyarakat untuk melakukan swadaya guna memperlancar proses pelaksanaan kegiatan dimaksud. Berbagai jenis kegiatan fisik tersebut antara lain adalah perbaikan jalan, perbaikan prasarana perumahan masyarakat, perbaikan drainase, pembuatan sarana MCK, penyediaan air bersih (non pipa), pembuatan sarana persampahan, pembuatan saluran pembuangan limbah, jembatan, sarana penerangan, dan lain-lain.

Pembahasan Hasil Penelitian
Bentuk swadaya masyarakat untuk mendukung proses pelaksanaan kegiatan fisik yang Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan adalah berupa tenaga kerja, konsumsi, dan berupa iuran dana (rupiah). Semua bentuk swadaya tersebut kemudian “dirupiahkan” sebagaimana yang telah tertuang dalam proposal pengajuan dana kegiatan fisik. Proses pengajuan usulan kegiatan dan penggalian swadaya masyarakat secara umum dimulai dari musyawarah masing-masing Rukun Tetangga (RT) setelah mendapatkan sosialisasi Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan di tingkat kelurahan. Musyawarah di tingkat Rukun Tetangga (RT) tersebut biasanya untuk merumuskan usulan kegiatan dan menentukan serta menyepakati bentuk dan besarnya swadaya masyarakat yang diberikan untuk mendukung kegitan fisik. Swadaya masyarakat tersebut cukup penting karena dana program sering tidak mencukupi untuk untuk menutup seluruh biaya kegiatan fisik yang diusulkan.
Besarnya prosentase swadaya masyarakat untuk mendukung kegiatan fisik Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan cukup bervariasi, yaitu mulai sekitar 14,29% sampai dengan 34,12% dari total dana kegiatan. Gambaran prosentase swadaya masyarakat dari kegiatan fisik berupa perbaikan jalan, perbaikan prasarana perumahan masyarakat, perbaikan drainase, pembuatan sarana MCK, penyediaan air bersih (non pipa), pembuatan sarana persampahan, pembuatan saluran pembuangan limbah, jembatan, dan sarana penerangan.
Kegiatan fisik Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan untuk perbaikan jalan mampu menyerap swadaya masyarakat sebesar 20,60% dari total dana kegiatan, untuk perbaikan prasarana perumahan masyarakat mampu menyerap sebesar 24,50% dari total dana kegiatan, untuk perbaikan drainase mampu menyerap sebesar 25,84% dari total dana kegiatan, untuk pembuatan sarana MCK mampu menyerap sebesar 22,57% dari total dana kegiatan, untuk penyediaan air bersih (non pipa) mampu menyerap sebesar 26,45% dari total dana kegiatan, untuk pembuatan sarana persampahan mampu menyerap sebesar 21,49% dari total dana kegiatan, untuk pembuatan saluran pembuangan limbah mampu menyerap sebesar 23,13% dari total dana kegiatan, untuk perbaikan jembatan mampu menyerap sebesar 34,12% dari total dana kegiatan, dan untuk sarana penerangan mampu menyerap sebesar 14,29% dari total dana kegiatan. Secara rata-rata besarnya prosentase swadaya masyarakat untuk mendukung kegiatan fisik Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebesar 23,67% dari total dana kegiatan.
Penyerapan swadaya masyarakat untuk mendukung kegiatan fisik Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan tidak selalu berjalan dengan lancar. Beberapa permasalahan yang sering muncul dalam penyerapan swadaya masyarakat antara lain adalah : 1) Tingkat penghasilan atau kesejahteraan warga yang berbeda-beda antara Rukun Tetangga (RT) satu dengan Rukun Tetangga (RT) yang lain, sehingga menyebabkan perbedaan besarnya swadaya masyarakat yang dapat diserap, khususnya swadaya dalam bentuk tunai (rupiah); 2) Tingkat penghasilan atau kesejahteraan warga yang berbeda-beda, sehingga menyebabkan adanya berbagai bentuk swadaya masyarakat, yaitu tidak selalu berbentuk tunai (rupiah); 3) Tidak semua wilayah mempunyai warga mampu yang sering sebagai warga “jujugan” jika swadaya masyarakat yang terkumpul masih kurang dan meraka bersedia untuk menutupinya (donator besar).
Permasalahan tersebut dapat diselesaikan di dalam musyawarah kelurahan dan biasanya diambil kesepakatan bagi warga yang mampu dapat memberikan swadaya dalam bentuk tunai (rupiah) atau konsumsi, dan bagi warga yang kurang mampu dapat memberikan swadaya dengan menyumbangkan tenaganya untuk kegiatan fisik yang mereka usulkan. Dalam hal ini, musyawarah warga menjadi kata kunci yang penting untuk menyelesaikan segala permasalahan yang biasanya muncul dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan fisik.
 Berbagai manfaat sangat dirasakan oleh masyarakat penerima program Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan, khususnya dengan tersedianya sarana dan prasarana fisik, yaitu mulai dari jalan di lingkungan mereka semakin baik dan tidak becek, khusus untuk masyarakat kurang mampu telah dibantu perbaikan rumah yang layak, tersedianya drainase, sarana MCK yang memadai, tersedianya air bersih (non pipa), tersedianya sarana persampahan, tersedianya saluran pembuangan limbah, jembatan yang semakin baik, dan sarana penerangan yang semakin baik.
Sarana dan prasarana fisik yang yang telah dilaksanakan melalui Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan sampai saat ini masih mampu terjaga dengan baik, mulai tingkat kebersihan sampai dengan perbaikan kerusakannya. Hal ini dikarenakan masyarakat setempat sejak awal (tahap perencanaa) dan tahap pelaksanaan kegiatan sudah terlibat dengan aktif dengan memberikan swadaya, baik dalam bentuk tenaga, waktu, dan biaya, sehingga untuk pelestarian program mereka juga melaksanakan dengan baik dan mereka merasa ikut memilikinya.


KESIMPULAN
Pelaksanaan Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan tidak dapat berjalan dengan baik tanpa partisipasi masyarakat setempat. Bantuan yang digulirkan dalam Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan, khususnya untuk kegiatan fisik telah mampu mendorong masyarakat untuk memberikan swadaya baik dalam bentuk iuran tunai (rupiah), tenaga kerja, dan konsumsi. Secara rata-rata prosentase besarnya swadaya masyarakat yang mampu diserap untuk mendukung kegiatan fisik Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan sebesar 23,67% dari total dana kegiatan.
Berbagai jenis kegiatan fisik yang dilaksanakan dalam Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan antara lain adalah perbaikan jalan, perbaikan prasarana perumahan masyarakat, perbaikan drainase, pembuatan sarana MCK, penyediaan air bersih (non pipa), pembuatan sarana persampahan, pembuatan saluran pembuangan limbah, jembatan, dan sarana penerangan.
Penyerapan swadaya masyarakat untuk mendukung kegiatan fisik Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan tidak selalu berjalan dengan lancar. Berbagai permasalahan atau kendala dapat diselesaikan di dalam musyawarah kelurahan. Dalam hal ini, musyawarah warga menjadi kata kunci yang penting untuk menyelesaikan segala permasalahan atau kendala yang ada.
Penelitian ini menggunakan wawancara secara terstruktur (kuesioner yang telah disiapkan) untuk menggali data yang ada di masing-masing kelurahan lokasi Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan dan yang menjadi responden adalah pengurus Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), sehingga data yang diperoleh masih banyak berbentuk data kuantitatif yang mencerminkan besarnya swadaya masyarakat. Oleh sebab itu, untuk peneliti selanjutnya, khususnya dalam bidang terkait, disarankan untuk lebih banyak menggali data dan informasi tidak hanya pada pengurus Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), tetapi langsung kepada masyarakat secara umum yang telah memberikan swadaya untuk mendukung pelaksanaan program, sehingga akan dapat digali data dan informasi yang lebih mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

Burhan Bungis, 2005, “Metodologi Penelitian Kuantitatif”, Penerbit Prenada Media, Jakarta.

Riza Primahendra, 2006, “Cummunity Development : Sebuah Eksplorasi” Info URDI Volume 16, dalam www.urdi.org. 

____________, 2004, ”Pedoman Umum P2KP”, Edisi Revisi September 2004, Penerbit Direktorat Jenderal Perumahan dan Pemukiman Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Jakarta.

____________, 2004, ”Modul Lokalatih Aparat Pemda Kabupaten Ponorogo : P2KP-II”, tanggal 20 sampai dengan 24 Desember 2004, di Hotel Tlogo Mas, Ngebel, Ponorogo.




Read More......

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Mei 2009)

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Mei 2009)

Penerbit: P2FE_UMP, Ponorogo (Oktober 2010)

Penerbit: P2FE_UMP, Ponorogo (Oktober 2010)

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Maret 2009)

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Maret 2009)

Penerbit : Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press, Maret 2013

Penerbit : Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press, Maret 2013

Penerbit Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press (Juli 2013

Penerbit Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press (Juli 2013

Penerbit UNMUH Ponorogo Press Bulan Juli 2015

Penerbit UNMUH Ponorogo Press Bulan Juli 2015

  ©REYOG CITY. Template by Dicas Blogger.

TOPO